Rumah
kelahiran Rasulullah ﷺ di dekat Kakbah (sumber:www.maps.google.com) |
Abad ke-2 Hijriah
Menurut catatan Ahmad Tsauri, perayaan Maulid Nabi ﷺ sudah ada sejak abad kedua Hijriah. Perayaan pertama diinisiasi oleh seseorang bernama Khaizuran (w. 170 H).
Khaizuran adalah ibu dari Khalifah Musa Al-Hadi dan Harun Ar-Rasyid. Dia datang ke Madinah, lalu mengajak penduduk Madinah untuk merayakan kelahiran Rasulullah ﷺ di Masjid Nabawi.
Saat berkunjung ke Mekkah, Khaizuran juga mengajak penduduk merayakan Maulid Nabi ﷺ di rumah mereka masing-masing. Khaizuran menginisiasi perayaan ini dengan tujuan agar ajaran dan teladan kepemimpinan Rasulullah ﷺ tetap menginspirasi masyarakat.
Catatan mengenai perayaan ini ditemukan di rumah kelahiran Rasulullah ﷺ di Mekkah, bahwasanya perayaan maulid pernah ada di abad 8 M/2 H. Tidak hanya hari kelahiran, tempat kelahiran Rasulullah ﷺ juga sempat menjadi pilihan untuk tempat shalat.
Ahli sejarah Al-Azraqi menyatakan
bahwa rumah kelahiran Nabi ﷺ menjadi salah satu tempat yang mustahab (dianjurkan) untuk melaksanakan shalat di
Mekkah. Ulama Al-Qur’an An-Naqqasy
Abad ke-3 Hijriah
Berdasarkan catatan para sejarawan seperti Ibnu Zahira Al-Hanafi, Ibnu Hajar Al-Haitami, dan An-Nahrawi, masyarakat merayakan hari kelahiran Rasulullah ﷺ setelah magrib di tanggal 12 Rabiul Awal. Sebagian besar masyarakat Mekkah akan berbondong-bondong mengunjungi rumah kelahiran Rasulullah ﷺ sambil berzikir membaca la ilaha illallah.
Di tempat inilah Rasulullah ﷺ lahir. Rumah ini sekarang dijadikan perpustakaan yang jaraknya tak jauh dari Kakbah (sumber: www.jawapos.com) |
Jalanan terang dan orang-orang membawa serta anak-anak mereka. Mereka mengenakan pakaian terbaik ke sana. Kemudian, ulama akan berkhutbah tentang kelahiran Rasulullah ﷺ dan peristiwa-peristiwa yang mengiringinya. Kemudian acara dilanjutkan dengan berdoa untuk khalifah, para qadhi, dan amirul mukminin Mekkah.
Setelah acara selesai, mereka pergi ke Masjidil Haram lalu duduk di dekat Maqam Ibrahim. Setelah khatib membaca tahmid (alhamdulillah) dan doa, mereka menunaikan shalat Isya berjamaah, lalu pulang.
Abad ke-4 Hijriah
Pendapat kedua menyatakan bahwa Maulid Nabi ﷺ pertama kali dilakukan pada masa Dinasti Fatimiyyah di Mesir. Dinasti Fatimiyyah mengadakannya dengan berkurban, puasa, dan acara untuk Ahlul Bait dari keturunan Sahabat Ali bin Abi Thalib ra.
Perayaan ini masih berlanjut saat Dinasti Ayyubiyyah yang beraliran sunni, memimpin Mesir. Raja Shalahuddin Al-Ayyubi mengadakan festival perayaan Maulid Nabi ﷺ atas saran sepupunya, Muzafaruddin Gekburi.
Zaman Raja Shalahuddin Al-Ayyubi banyak diwarnai peperangan, dan festival Maulid ini dapat membangkitkan semangat masyarakat. Di masa Raja Shalahuddin, masyarakat mengkaji sirah dan atsar tentang Nabi Muhammad ﷺ dengan serius, sebagai bentuk kecintaan mereka kepada Rasulullah ﷺ.
Banyak ulama yang menentang perayaan maulid di masa itu karena tidak dilakukan di zaman Rasulullah ﷺ. Namun, Raja Shalahuddin menegaskan bahwa kegiatan maulid hanya bentuk syiar agama dan bukan ritual yang dihukumi wajib untuk dilakukan.
Festival ini pertama kali diadakan di abad keenam Hijriah. Saat itu Raja Shalahuddin mengadakan sayembara menulis riwayat hidup Rasulullah ﷺ dan puisi untuknya ﷺ. Syeikh Ja’far Al-Barzanji memenangkan sayembara ini. Karya beliau kini terkenal dengan nama Maulid Barzanji.
Berkat festival tersebut, banyak pemuda muslim mendaftar menjadi prajurit pembebasan Al-Aqsa dan Yerusalem dari tangan pasukan salib. Dan umat Islam berhasil membebaskan Yerusalem dari pasukan salib.
Abad ke-6 Hijriah
Ibnu Jubair menulis dalam bukunya Rihal, bahwa pada masanya, rumah kelahiran Rasulullah ﷺ dibuka, lalu orang-orang mendatangi rumah itu di hari senin pada bulan Rabiul Awal untuk mendapatkan keberkahan.
Abad ke-7 Hijriah
Pendapat ini menyatakan bahwa orang yang pertama kali merayakan Maulid adalah Raja Ibril dari Iraq. Beliau bernama Al-Muzaffar Abu Sa’id Kaukabri.
Pada hari Maulid, raja mengundang ahli ilmu, pakar tasawuf, para ulama dan rakyatnya lalu menjamu mereka semua, memberi hadiah, dan bersedekah kepada fakir miskin.
Pada masa ini, semua ulama mendukung perhatian raja yang begitu besar terhadap peringatan Maulid Nabi ﷺ.
Adapun Abu Al-Abbas Al-Azafi, sejarawan abad ke-7, mengemukakan bahwa pada hari maulid, tidak ada kegiatan perekonomian berlangsung di Mekkah. Orang-orang sibuk berziarah ke rumah kelahiran Rasulullah ﷺ.
Bagian dalam rumah kelahiran Rasulullah ﷺ yang kini menjadi perpustakaan (sumber: www.islamiclandmarks. |
Abad ke-8 Hijriah
Ibnu Batutah, pengembara muslim yang terkenal, menceritakan bahwa pada hari Maulid, pintu Kakbah dibuka. Pada hari itu pula Qadhi Mekkah, Najmuddin Muhammad bin Imam Muhyiddin Ath-Thabari membagi-bagi makanan kepada keluarga nabi (syurafa) dan orang-orang Mekkah.
Demikianlah sejarah perayaan Maulid Nabi ﷺ menurut para ahli sejarah dan ulama. Perayaan ini masih berlanjut di berbagai negara berpenduduk muslim, seperti Mesir, Yaman, Libya, Tunisia, Maroko, Sudan, Somalia, Turki, Pakistan, Malaysia, Brunei, India, juga Indonesia.
Pembaca yang budiman, selamat merayakan Maulid Nabi ﷺ dengan bahagia dan mengisinya dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan sesuai syariat. Beberapa ulama telah menganjurkan perayaan Maulid Nabi ﷺ, seperti Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dan Imam Suyuti.
Adapun dalil tentang Maulid Nabi dan ulama yang membolehkannya akan kami bahas lebih lengkap pada artikel selanjutnya. Semoga dengan kecintaan kita kepada Rasulullah ﷺ, kita bisa mendapatkan syafaat beliau ﷺ di hari Kiamat kelak. Aamiin. (rilis KESAN)