Notification

×

Iklan

Iklan

Barantam, Sebuah Rangkaian Tradisi Acara Perkawinan di Pariaman

09 November 2022 | 18:21 WIB Last Updated 2022-11-25T04:33:04Z


PASBANA - Saat Anda menghadiri acara perkawinan atau hajatan di Padang Pariaman atau Kota Pariaman, Anda akan menyaksikan jumlah uang sumbangan Anda akan dibacakan keras-keras kepada seluruh hadirin yang hadir di hajatan tersebut. 

Bagi sebagian orang, tradisi ini terkesan vulgar. Namun jika dipandang dari segi keterbukaan informasi, inilah bentuk implementasi nyata dari semangat keterbukaan informasi.

Jangan terkejut ya ! Ini adalah bentuk tradisi barantam yang biasa dilaksanakan di daerah Piaman. Yang akan membuat kita jadi makin tahu Indonesia. 

Barantam atau badoncek merupakan tradisi turun temurun yang ada di Pariaman, tujuannya yaitu untuk mengumpulkan dana atau memberikan sesuatu kepada pihak yang mengadakan acara atau hajatan. Tradisi ini sebagai wujud kebersamaan dan gotong royong yang berlandaskan ajaran adat "Barek samo dipikua ringan samo dijinjiang".

Makna fiolosofisnya, yang berarti hidup itu harus saling membantu, penderitaan dan kebahagiaan akan dibagi bersama. Tradisi barantam meskipun dilakukan secara terbuka dan cenderung bersaing keluarga satu dengan keluarga yang lain, tetapi barantam bukanlah tindakan sombong atau riya, melainkan hanya sekedar ikut meramaikan serta berpartisipasi sehingga bisa meringankan beban. 

Pada saat barantam sanak saudara nya berlomba untuk memberikan sumbangan sebanyak-banyaknya, bukan hanya sanak saudara nya saja yang ikut memberikan sumbangan melainkan masyarakat yang berada disekitar sana juga ikut memeriahkan tradisi barantam.

Tradisi barantam umumnya banyak kita jumpai di kalangan masyarakat Pariaman. Barantam atau badoncek merupakan tradisi turun temurun yang ada di Pariaman, tujuannya yaitu untuk mengumpulkan dana atau memberikan sesuatu kepada pihak yang mengadakan acara yaitu mempelai wanita saat mengadakan pesta perkawinan.





Dalam Adat Piaman, beban tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pihak mempelai wanita, tradisi ini sering ditemukan di masyarakat Pariaman saja, namun bukan hanya di pariaman saja kita juga dapat menekukannya di Agam dan diwilayah lainnya tapi itu sangat langka kita temukan diwilayah lain.

Biasanya tradisi barantam dilakukan setelah malam acara baralek atau biasanya setelah sholat isya, pada malam itu semua masyarakat hadir guna ikut berpartisipasi dalam memberikan bantuan berupa sumbangan terhadap pihak laki-laki(marapulai) atau perempuan(anak daro) tujuannya untuk menempuh hidup baru.

Masyarakat yang hadir tersebut memberikan bantuan satu persatu dan bantuan tersebut dibunyikan kesemua yang hadir sehingga yang hadir dapat mengetahui berapa besar sumbangan yang diberikan, orang yang menyebutkan berapa besar uang yang diberikan orang lain disebut dengan canang.

Istilah canang menjadi pusat perhatian dalam kegiatan barantam. Ia harus mampu menarik hati, perasaan dan emosi penontonagar sumbangan yang diberikan bisa lebih banyak lagi. 

Apabila jumlah dana yang terkumpul lebih sedikit dari jumlah dana pesta yang telah dihabiskan, biasanya canang akan kembali melanjutkan barantam, tetapi pengulangan barantam untuk kedua kali sudah jarang dilakukan, karena biasanya tuan rumah sudah cukup puas dengan perolehan yang ada.

Sumbangan bisa diberikan dalam bentuk uang atau barang. Jika penyumbang tidak hadir, hanya menitipkan amplop kepada seseorang, disebut masuk angin, yang artinya dia tidak ikut menikmati hidangan pesta pada saat itu. 

Barantam tidak dapat dipisahkan dari serangkaian upacara yang terdapat di pesta perkawinan masyarakat Pariaman. Kondisi ini berbeda dengan masyarakat Pariaman yang merantau ke Jakarta atau ke kota lainnya, tradisi barantam sudah tidak lagi dilaksanakannya.

Karena barantam diadakan pada malam hari, biasanya tamu yang masih tersisa adalah kerabat dekat dan masyarakat setempat. 





Mereka inilah yang akan ikut berpartisipasi langsung sebagai peserta barantam. Jumlah donasi tergantung pada status sosial keluarga pengantin wanita biasanya semakin tinggi status sosialnya, semakin banyak uang yang akan terkumpul. 

Kata-kata pembukaan dari canang yaitu:

“Dek ninik mamak alah duduak kami Meminta kapado urang pangka, kamudian jo urang sumando yang dak kami sabuikkan gala satu persatu kami Berharap dapek duduak kalapiak. Nah kalolai kami sampaikan kapado sidang bapangka, dek karano niniak mamak alah duduak di lapiak kami mintak dapek yang mewakili atau jo urang sumando yang dak kami sabuikkan gala satu persatu yo kami harapkan dapek duduak kalapiak ”.

Artinya: 

Karena ninik mamak sudah duduk kami bertanya kepada tuan rumah, kemudian ke mertua bahwa kami tidak memanggil judul satu per satu, kami berharap untuk duduk di atas tikar. Nah kemudian kita serahkan ke sidang berpangkal, karena ninik mamak sudah duduk di atas matras, kami minta perwakilan atau dengan mertua bahwa kami tidak menyebut judul satu per satu, ya kami berharap bisa duduk di atas tikar.

Tahap berikutnya, canang mulai menerima uang dari peserta, ia menyebutkan nama, judul, tempat tinggal dan jumlah uang yang diberikan.

Canang:

kemudian dari si upiak di sungai sariak, limo puluah ribu rupiah
 dari Sutan Malim, urang Sumando tujuah puluahlimo ribu rupiah
 dari uncu Malim Jakarta saratuih ribu rupiah
aa…. iko ate namo ipa bisan yang berasal dari kurai taji,
kamudian yo tamasuak urang sumando baiak sumando padusi atau sumando laki-laki sabanyak tujuah ratuih ribu rupiah, ateh namo ipa bisan ko ah, 
nan dagang dari simpang jaguang, tujuah ratuih ribu rupiah, ditambah kemudian ditambah eh dek aga, anak minantu ko ah, 
yo tu datuak leman, dari Ni epi anak minantu tigo ratuih ribu rupiah, jadi jumlah satu juta rupiah. 

 

Artinya:

kemudian dari si upiak di sungai sariak (nama tempat), lima puluah ribu rupiah,  dari Sutan Malim, orang sumanda (mertua) lima puluh ribu rupiah dari makcik Malim Jakarta seratus ribu rupiah ini atas nama orang tua mertua yang berasal dari Nareh, lalu termasuk orang sumando, keduanya sumando dari wanita dan pria sumando seharga tujuh ratus ribu rupiah, atas nama kakak ipar dan mertua yang datang dari Nareh, tujuh ratus ribu rupiah kemudian ditambahkan oleh Sariani, menantu laki-laki ini, yaitu datuk leman, dari anak perempuan Uni epi dalam hukum tiga ratus ribu rupiah, jadi jumlah satu juta rupiah.


Sumbangan bisa diberikan dalam bentuk uang atau barang. Jika penyumbang tidak hadir, hanya menitipkan amplop kepada seseorang, disebut masuk angin, yang artinya dia tidak ikut menikmati hidangan pesta pada saat itu. 

Tradisi barantam menjadi daya tarik bagi masyarakat disana, hal ini disebabkan pelaksanaan barantam penuh dengan keceriaan, semua orang menikmati dan bergembira menikmati si canang yang sedang bereaksi, karena suasananya penuh dengan kesenangan, Tradisi ini sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Pariaman saat melaksanakan perkawinan.(bd)

IKLAN

 

×
Kaba Nan Baru Update