PASBANA - Saat Anda menghadiri acara perkawinan atau hajatan di
Padang Pariaman atau Kota Pariaman, Anda akan menyaksikan jumlah uang sumbangan
Anda akan dibacakan keras-keras kepada seluruh hadirin yang hadir di hajatan
tersebut.
Bagi sebagian orang, tradisi ini terkesan vulgar. Namun jika dipandang dari segi keterbukaan informasi, inilah bentuk implementasi nyata dari semangat keterbukaan informasi.
Jangan terkejut ya ! Ini adalah bentuk tradisi barantam
yang biasa dilaksanakan di daerah Piaman. Yang akan membuat kita jadi makin tahu Indonesia.
Barantam atau badoncek merupakan
tradisi turun temurun yang ada di Pariaman, tujuannya yaitu untuk mengumpulkan
dana atau memberikan sesuatu kepada pihak yang mengadakan acara atau hajatan. Tradisi
ini sebagai wujud kebersamaan dan gotong royong yang berlandaskan ajaran adat "Barek samo dipikua ringan samo
dijinjiang".
Makna fiolosofisnya, yang berarti hidup itu harus saling membantu, penderitaan
dan kebahagiaan akan dibagi bersama. Tradisi barantam meskipun dilakukan secara
terbuka dan cenderung bersaing keluarga satu dengan keluarga yang lain, tetapi
barantam bukanlah tindakan sombong atau riya, melainkan hanya sekedar ikut
meramaikan serta berpartisipasi sehingga bisa meringankan beban.
Pada saat barantam sanak saudara nya berlomba untuk
memberikan sumbangan sebanyak-banyaknya, bukan hanya sanak saudara nya saja
yang ikut memberikan sumbangan melainkan masyarakat yang berada disekitar sana
juga ikut memeriahkan tradisi barantam.
Tradisi barantam umumnya banyak kita
jumpai di kalangan masyarakat Pariaman. Barantam
atau badoncek merupakan tradisi turun temurun yang ada di Pariaman, tujuannya
yaitu untuk mengumpulkan dana atau memberikan sesuatu kepada pihak yang
mengadakan acara yaitu mempelai wanita saat mengadakan pesta perkawinan.
Dalam Adat Piaman, beban
tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pihak mempelai wanita, tradisi ini sering
ditemukan di masyarakat Pariaman saja, namun bukan hanya di pariaman saja kita
juga dapat menekukannya di Agam dan diwilayah lainnya tapi itu sangat langka
kita temukan diwilayah lain.
Biasanya tradisi barantam dilakukan setelah malam acara
baralek atau biasanya setelah sholat isya, pada malam itu semua masyarakat
hadir guna ikut berpartisipasi dalam memberikan bantuan berupa sumbangan
terhadap pihak laki-laki(marapulai) atau perempuan(anak daro) tujuannya untuk
menempuh hidup baru.
Masyarakat yang hadir tersebut memberikan bantuan satu
persatu dan bantuan tersebut dibunyikan kesemua yang hadir sehingga yang hadir
dapat mengetahui berapa besar sumbangan yang diberikan, orang yang menyebutkan
berapa besar uang yang diberikan orang lain disebut dengan canang.
Istilah
canang menjadi pusat perhatian dalam kegiatan barantam. Ia harus mampu menarik
hati, perasaan dan emosi penontonagar sumbangan yang diberikan bisa lebih
banyak lagi.
Apabila jumlah dana yang terkumpul lebih sedikit dari jumlah dana pesta yang telah dihabiskan, biasanya canang akan kembali melanjutkan barantam, tetapi pengulangan barantam untuk kedua kali sudah jarang dilakukan, karena biasanya tuan rumah sudah cukup puas dengan perolehan yang ada.
Sumbangan bisa diberikan dalam bentuk uang atau barang. Jika penyumbang
tidak hadir, hanya menitipkan amplop kepada seseorang, disebut masuk angin,
yang artinya dia tidak ikut menikmati hidangan pesta pada saat itu.
Barantam tidak dapat
dipisahkan dari serangkaian upacara yang terdapat di pesta perkawinan
masyarakat Pariaman. Kondisi ini berbeda dengan masyarakat Pariaman yang
merantau ke Jakarta atau ke kota lainnya, tradisi barantam sudah tidak lagi
dilaksanakannya.
Karena barantam diadakan
pada malam hari, biasanya tamu yang masih tersisa adalah kerabat dekat dan
masyarakat setempat.
Mereka inilah yang akan ikut berpartisipasi langsung
sebagai peserta barantam. Jumlah donasi tergantung pada status sosial keluarga
pengantin wanita biasanya semakin tinggi status sosialnya, semakin banyak uang
yang akan terkumpul.
Kata-kata
pembukaan dari canang yaitu:
“Dek ninik mamak alah duduak kami Meminta
kapado urang pangka, kamudian jo urang sumando yang dak kami sabuikkan gala
satu persatu kami Berharap dapek duduak kalapiak. Nah kalolai kami sampaikan
kapado sidang bapangka, dek karano niniak mamak alah duduak di lapiak kami
mintak dapek yang mewakili atau jo urang sumando yang dak kami sabuikkan gala
satu persatu yo kami harapkan dapek duduak kalapiak ”.
Artinya:
Karena ninik mamak sudah duduk kami bertanya kepada tuan rumah, kemudian ke
mertua bahwa kami tidak memanggil judul satu per satu, kami berharap untuk
duduk di atas tikar. Nah kemudian kita serahkan ke sidang berpangkal, karena
ninik mamak sudah duduk di atas matras, kami minta perwakilan atau dengan
mertua bahwa kami tidak menyebut judul satu per satu, ya kami berharap bisa
duduk di atas tikar.
Tahap
berikutnya, canang mulai menerima uang dari peserta, ia menyebutkan nama,
judul, tempat tinggal dan jumlah uang yang diberikan.
Canang:
kemudian
dari si upiak di sungai sariak, limo puluah ribu rupiah
dari Sutan Malim, urang Sumando tujuah puluahlimo ribu rupiah
dari uncu Malim Jakarta saratuih ribu rupiah
aa…. iko ate namo ipa bisan yang berasal dari kurai taji,
kamudian yo tamasuak urang sumando baiak sumando padusi atau sumando laki-laki sabanyak tujuah ratuih ribu rupiah, ateh namo ipa bisan ko ah,
nan dagang dari simpang jaguang, tujuah ratuih ribu rupiah, ditambah kemudian ditambah eh dek aga, anak minantu ko ah,
yo tu datuak leman, dari Ni epi anak minantu tigo ratuih ribu rupiah, jadi jumlah satu juta rupiah.
dari Sutan Malim, urang Sumando tujuah puluahlimo ribu rupiah
dari uncu Malim Jakarta saratuih ribu rupiah
aa…. iko ate namo ipa bisan yang berasal dari kurai taji,
kamudian yo tamasuak urang sumando baiak sumando padusi atau sumando laki-laki sabanyak tujuah ratuih ribu rupiah, ateh namo ipa bisan ko ah,
nan dagang dari simpang jaguang, tujuah ratuih ribu rupiah, ditambah kemudian ditambah eh dek aga, anak minantu ko ah,
yo tu datuak leman, dari Ni epi anak minantu tigo ratuih ribu rupiah, jadi jumlah satu juta rupiah.
Artinya:
kemudian
dari si upiak di sungai sariak (nama tempat), lima puluah ribu rupiah,
dari Sutan Malim, orang sumanda (mertua) lima puluh ribu rupiah dari makcik
Malim Jakarta seratus ribu rupiah ini atas nama orang tua mertua yang berasal
dari Nareh, lalu termasuk orang sumando, keduanya sumando dari wanita dan pria
sumando seharga tujuh ratus ribu rupiah, atas nama kakak ipar dan mertua yang datang
dari Nareh, tujuh ratus ribu rupiah kemudian ditambahkan oleh Sariani, menantu
laki-laki ini, yaitu datuk leman, dari anak perempuan Uni epi dalam hukum tiga
ratus ribu rupiah, jadi jumlah satu juta rupiah.
Sumbangan
bisa diberikan dalam bentuk uang atau barang. Jika penyumbang tidak hadir,
hanya menitipkan amplop kepada seseorang, disebut masuk angin, yang artinya dia
tidak ikut menikmati hidangan pesta pada saat itu.
Tradisi barantam menjadi
daya tarik bagi masyarakat disana, hal ini disebabkan pelaksanaan barantam
penuh dengan keceriaan, semua orang menikmati dan bergembira menikmati si
canang yang sedang bereaksi, karena suasananya penuh dengan kesenangan, Tradisi
ini sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Pariaman saat melaksanakan
perkawinan.(bd)