Makam Syech Burhanuddin -Ulak Karang |
PASBANA - Secara historis, sebagai pusat pengembangan ajaran Islam yang tertua di pantai Sumbar, masyarakat Pariaman sangat agamis, yang tercermin dalam sikap dan perilaku yang memegang teguh ajaran Islam dan rasa tanggung jawab untuk mensyiarkan Ajaran Agama Islam.
Sebagai pusat penyebaran Islam di Minangkabau, Pariaman memilih ulama terkenal seperti syekh Burhanuddin, yang salah seorang gurunya bernama Khatib Sangko bermakam di Pulau Anso duo, yang saat ini dikenal dengan kuburan panjang.Kota Pariaman merupakan pemekaran dari Kabupaten Padang Pariaman.
Kota Pariaman dimasa lampau merupakan pintu gerbang masuknya Islam di Sumatera Barat. Pada abad ke 13 islam yang ada di Sumbar berkembang melalui seni dan budaya, sehingga mudah diterima oleh masyarakat kala itu. Kemudian di abad ke 15 dan 16, bangsa-bangsa di eropa mulai mendarat di Pariaman, ini menunjukan bagaimana Pariaman sangat penting di kala itu sebagai pelabuhan tertua yang ada di pesisir barat Sumatera.
Dan di abad ke 19 dimasa perebutan dan mempertahankan kemerdekaan, Pariaman adalah Pangkalan Angkatan Laut pertama di Sumatera, sesuai dengan kesaksian sejarah personil angkatan laut yang selamat dalam perang mempertahankan Pariaman di waktu dulu.
Padang Pariaman sebagai daerah awal muasal peradapan Islam di Ranah
Minang. Dari sinilah, Islam berkembang dan diterima baik masyarakat Minangkabau
dahulunya. Ajaran Islam yang dibawa dan disebarkan oleh tokoh ulama terbaik
yang bernama Syekh Burhanuddin. Menurut peneliti Azyumardi Azra, ulama ini
diperkirakan hidup pada 1056-1104 Hijriah atau 1646 Masehi.
Sebagian besar akademisi sepakat, beliau orang tersukses yang
mengislamkan orang Minang secara menyeluruh di Ranah Minang.
Pendekatannya melalui permainan anak-anak dan penciptaan teknologi baru
(Struktur Bangunan), memudahkan syariat Islam diterima dan disambut masyarakat.
Meski sudah banyak ulama terdahulunya menyiarkan islam pada saat itu (seperti
Syekh Madinah atau Syekh Abdullah Arief salah satunya) namun masih belum
berkembang dengan baik.
Dimasa Syekh Burhanuddin beserta para sahabat (diperkirakan 1069
Hijriah/1649 Masehi) inilah syiar Islam mulai berkembang, bahkan memantapkan
diri seluruh masyarakat Minang adalah penganut penuh Agama Islam.
Setelah perjuangan keras dan
kembali pulang menuntut ilmu dari Syekh Abdurrauf Ar-Singkel dari Aceh (murid
Syekh Ahmad Qusyaisi di Madinah), Ia bersama sahabatnya Idris Khatib Malelo
membangun pemondokan atau Surau di Tanjung Medan, Ulakan Tapakis.
Di sinilah surau pertama yang
menjadi cikal bakal lembaga pendidikan agama di Minangkabau. Sejenis Pesantren
di Jawa yang pada masa belakangan berkembang luas dan disebarluaskan oleh
pengikut dan murid Syekh Burhanuddin. Surau Tanjung Medan juga menjadi
kampus universitas yang disekitarnya didirikan surau-surau kecil, dihuni
pelajar dari berbagai daerah di Minangkabau, Riau, dan Jambi. Surau tempat
pendidikan dalam pengajaran agama Islam.
Sedangkan ilmu yang dipelajarinya boleh
dikatakan semua ilmu yang ada pada gurunya, yaitu Fiqh, Tauhid, Hadîts, Tasawuf
dengan jalan Tarekat Syathariyah, ilmu Taqwîm dan ilmu Firasat (Makalah Prof.
Dr. Duski Samad dalam Seminar Sehari/17 Juli 2012).
Melalui pola pemondokan atau
pesantren, memusatkan surau tidak hanya pusat pendidikan Islam, juga
pengembangan permainan anak nagari. Seperti lahirnya Ulu Ambek sebagai
pertunjukan Silat yang satu-satunya ada di Ranah Minang. Pembangunan masjid
kuno beratap gonjong menjulang tinggi, salah satu karya teknologi arsistek
ulama keturunan aceh dan arab tersebut.
Kemampuan tersebut jelas
menambah wawasan dan kemampuan masyarakat, sehingga memudahkan ketertarikan
masyarakat yang masih menganut animisme beralih ke Islam.
Di Surau Tanjung Medan Ulakan
ini ia dibantu 4 orang sahabat sepeguruannya di Aceh. Seperti Datuk Maruhum
Panjang dari Padang Gunung, Si Tarapang dari Kubung XII Solok, Muhammad Nasir
dari Koto Tangah Surau Batu, dan Syekh Buyung Mudo dari Bayang Pulut-pulut
Pesisir Selatan. Sehingga perkembangan peradapan Islam bangkit dan melahirkan generasi
ulama terbaik yang menyebar ke seluruh pelosok negeri di Ranah Minang (Amran:
2011).
Menurut Buya Hamka dalam
bukunya “Ayahku”, Islam kembali tersohor di Agam berkat Syekh Abdullah Arif
atau lebih dikenal Syekh Tuanku Pariaman atau Tuanku Nan Tuo. Ulama Syatariah
keturunan Arab yang berasal dari Ulakan Pariaman. Ulama ini berhasil menyiarkan
Islam dan ribuan murid terbaik diberbagai daerah. Termasuk lahirnya Syekh
Muhammad Amrullah (Kakek Hamka) dan Syekh Abdul Karim Ambrullah atau Haji Rasul
(Ayah Kandung Hamka) keturunan beliau.
Pengembangan pesantren berbasis
surau cukup berkembang pesat pada masa itu. Seperti di Sungai Batang, Maninjau,
Banuhampu, Koto Gadang, Koto Tuo, Malalak, Lawang, Matua, Ampek Angkek dan
sekitarnya. Namun Tuanku Pariaman lebih sering menetap di Surau Koto Tuo, Ampek
Angkek.
Dan sejarah lahirnya kaum Padri
sebagai pejuang pemberontakan melawan penjajahan Kolonial Belanda, tidak lepas
dari didikan Tuanku Pariaman sendiri, seperti Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Rao
dan Tuanku Lintau.
Sesuai pepatah minang “Syarak
Mandaki, Adaik Manurun”, secara harfiah bermakna merujuk ajaran Islam Habluminallah
wa Habluminannas. Agama Islam datang dari dataran rendah pantai barat
Sumatra menyebar ke pelosok negeri ranah minang sebagai tuntunan berketuhanan (Habluminallah).
Sedangkan adat menjadi tatanan
sosial (Habluminnanas) sesuai asal usul orang Minangkabau di daerah
Darek atau Luhak Nan Tuo. Pituah minang menyebutkan:
Si Amaik
mandi ka luak,
luak parigi paga bilah,
bilah bapilah kasadonyo.
Adaik Basandi syarakak,
Syarak basandi Kitabullah,
Sanda manyanda kaduonyo.
Pinang masak bungo bakarang,
Timpo batimpo kaduonyo,
Jatuah baserak daun sungkai,
Tiang batagak sandi dalang,
Kokoh mangokoh kaduonyo,
bilah bapilah kasadonyo.
Adaik Basandi syarakak,
Syarak basandi Kitabullah,
Sanda manyanda kaduonyo.
Pinang masak bungo bakarang,
Timpo batimpo kaduonyo,
Jatuah baserak daun sungkai,
Tiang batagak sandi dalang,
Kokoh mangokoh kaduonyo,
Adaik jo
syarak takkan bacarai.
Artinya, antara adat istiadat
dengan ajaran Islam (Syarak) sudah menjadi jati diri masyarakat Minangkabau
sebagai insan manusia (secara individu). Sebagai umat sesama manusia, ia sudah
terlahir sebagai suku bangsa dari nenek moyangnya. Dan sebagai ciptaan Rabb, ia
diatur dalam syariat Islam. Sehingga Islam adalah akidah dan agama yang wajib
diamalkan dalam berkehidupan dunia dan akhirat. Dan jadi makin tahu Indonesia (**)