Oleh: Maysa Latifa & Nunu Burhanuddin
Mahasiswi S2 dan Dosen UIN Sjech M. Djamil Djambek
pasbana - Suku Jambak adalah salah satu suku yang ada di Minangkabau. Asal usul suku jambak ini bukan berasal dari dua suku yang ada sebelumnya di Mingkabau yaitu suku Koto Piliang dan suku Bodi Caniago. Suku Jambak merupakan suku yang datang dari tanah Tiongkok dan menyebar di daratan Minangkabau yang keturunan nya masih ada sampai saat ini.
Kebiasaan orang Tiongkok yang melakukan pelayaran dengan sistem ekspansi itu terjadi di Koto Tuo, kelompok yang mengembara tersebut dikenal dengan turunan suku Campa. Mereka datang dengan seorang pimpinan raja perempuan yang bernama Hera Mong Campa Satu riwayat mengatakan Hera Mong Campa datang dari Mongolia.
Suku Campa sudah menyebar di wilayah Agam sebelum pindahnya suku Koto Piliang Ke Luhak Lima Puluh Koto. Kemudian terjadilah perubahan sebutan suku Campa menjadi suku Jambak, sama halnya dengan Kisah asah Kota Payokumbuah yang berasal dari kata Kota Payau Kumuah.
Kabiasaan suku Jambak di antaranya mereka suka hidup berkelompok sesama orang Jambak. Apabila melakukan kegiatan manaruko atau membuka lahan baru, maka wilayah tersebut diberi nama sesuai dengan nama suku mereka. Tidak heran kalau disetiap wilayah yang ada di Sumatera Barat ada kampuang dengan sebutan Kampuang Jambak. Salah satunya ada di Suliki Koto Tinggi Kabupaten Lima Puluh Kota.
Keunikan suku Jambak ketika saat melakukan pesta pernikahan terjadi hujan deras yang bahkan kejadiaannya saat cuaca panas dan tidak ada tanda hujan sebelumnya. Hujan yang terjadi di luar nalar karena pas dan selalu terjadi ketika pesta yang diadakan oleh suku Jambak. Berdasarkan beberapa sumber, hal ini disebabkan karena persumpahan Hera Mong Campa ketika kemarau panjang yang melanda daerahnya. Sehingga ia memohon pada Tuhan agar diturunkan hujan pada saat butuh air fan kebetulan waktu itu mereka sangat butuh air karena akan melaksanakan pesta.
Sumber lain mengatakan bahwa dahulu ada suku Jambak yang sedang pesta. Banyak ibu-ibu memasak lamang di samping rumah orang yang berpesta, karib-kerabat pun berdatangan untuk melihat mempelai Anak daro dan Marapulai.
Pada waktu itu, cuaca sangat panas sekali, seorang kakek-kakek tua dengan tongkat kayunya melihat ada orang yang sedang pesta tersebut. Dengan pakaian yang kumuh kakek menyapa orang-orang disana, orang-orangpun merasa jijik akan kehadirannya sehingga mereka berkata-kata kakek itu sangat kotor.
Banyak orang yang berhenti makan dan merasa terganggu dengan bau yang tidak sedap dari tubuh kakek tersebut. Salah seorang mengadu kepada Tuan Rumah. Orang-orang mulai menghina-hina kakek, sang kakek pun merasa sedih dan meninggalkan rumah itu. Kakek yang merasa terhina maka ia memberikan kutukan agar hujan deras supaya orang-orang yang menghina tersebut basah kuyub.
Seketika langit menjadi gelap dan turunlah hujan deras. Tuan Rumahpun merasa kakek tadi telah mengutuk mereka, dan mereka sibuk mencari sang kakek tetapi kakek tidak ditemukan lagi. Sejak saat itu setiap keturunan mereka yang bersuku Jambak menikah atau berpesta selalu hujan turun.
Hubungan hujan dengan suku Jambak terasa unik dan terkesan tidak masuk akal yang penyebabnya sudah dijelaskan berdasarkan legenda-legenda di atas. Hujan adalah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT. untuk menghidupkan alam semesta dan isinya.
Kedatangan hujan sangatlah ditunggu-tunggu saat musim kemarau. Dari hujan kita akan mendapatkan air, bahwasanya air merupakan sumber dari segala sesuatu yang Allah SWT. hidupkan di muka bumi sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Anbiya ayat 30 yang artinya: “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulunya menyatu, kemudia Kami pisahkan antara keduaya dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air, maka mengapa mereka beriman ?"
Hujan yang diturunkan ke bumi dalam Islam disebut dengan rahmat. Allah SWT. menegaskan hal ini dalam QS. Asy-Syuara ayat 28 yang artinya: “Dan dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan dialah yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji”.
Hujan tidak hanya dibutuhkan oleh manusia, tetapi seluruh makhluk. Selain untuk minuman, juga untuk menyuburkan tanah dan menyehatkan binatang ternak sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. An-Nahl ayat 10 yang artinya: “Dia-lah yang menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu mengembalakan ternakmu”.
Beberapa hikmah hujan sebagaimana disunnahkan oleh Nabi Muhammad SAW yaitu waktu yang terbaik untuk berdo’a adalah saat turunnya hujan, hujan adalah berkah dari langit, air hujan merupakan air yang suci dan bisa menyucikan yang digunakan untuk berwudhu dan membersihkan najis.
Ada pendapat ulama untuk berwudhu dengan air hujan yang langsung jatuh dari langit. Air hujan yang sempat tertampung di atas atap rumah dikhawatirkan kotor dan tidak bersih. Selain itu KH. Bahanuddin Nursalin atau Gus Baha dalam ceramahnya yan diunggah di media social mengatakan bahwa meminum atau berwudhu dengan air hujan yang langsung tanpa perantara mempunyai kadar halal yang tinggi.
Tetapi hubungan dengan suku Jambak hujan sering terjadi setiap kali ada acara paling tidak sekedar membasahi tanah suku Jambak. Sulit diterima dengan nalar, tetapi ungkapan ini benar adanya. Kelurga penulis yang bersuku Jambak mengalami hal ini. Memang jika bicara adat, kita akan menemukan hal-hal yang diluar logika dan tidak dapat dibuktikan secara ilmiah.
Minangkabau adalah tanah pasumpahan, tanah yang penuh dengan sumpah karena nenek moyang Minangkabau suka melontarkan sumpah apabila terjadi suatu kesalahan. Dan akibat dari sumpah yang dilontarkan tidak hanya pada masa nenek moyang saja, tetapi akan terus dirasakan oleh seluruh keturunannya.
Pada zaman yang serba modern sekarang sumpah bisa dikatakan pantangan atau larangan. Salah satu bentuknya yaitu pantangan suku Jambak ketika mengadakan sebuah pesta pasti hujan. Namun kenyataannya di lapangan menyatakan dari sepuluh pesta suku Jambak, tujuh diantaranya terjadi hujan.
Berdasarkan hal tersebut, dapat di tarik kesimpulan bahwa semua legenda atau mitos yang terjadi tidak bisa kita salahkan dan tidak bisa kita jamin kebenarannya. Kisah keunikan suku Jambak yang selalu hujan ketika pesta dikarenakan tidak ada keterkaitan antara fenomena hujan dengan orang yang tengah melakukan pesta. Hujan adalah fenomena alam yang dapat terjadi diluar kendali manusia.
Menurut ajaran Islam hujan merupakan rahmat, maka apabila Allah SWT. menurunkan hujan berarti pesta yang dilakukan oleh suku Jambak mendapat berkah dan pestanya rahmatan lil ‘alamin.