Pasbana - Sirukam nama kampungnya. Pada jaman dahulu, kampung ini dijadikan tempat persembunyian saat perang melawan Belanda dan Jepang.
Saat kita sedang berada di Solok, cobalah untuk melihat jauh ke arah Gunung Talang. Sebelah kiri pandangan mata kita, disitulah Kampung Sirukam berada.
Dari Tabek ke Kubang Duo, terus menurun ke Lubuak Pulai, Koto Tingga sebelah kiri pasar terletak di Jorong Gantiang.
Airnya jernih, namun ikannya liar. Terpampang sawah berjenjang seperti anak tangga. Seperti anak tangga di pagar bukit yang sekelilingnya kebun coklat dan kebun pisang.
Karena posisi nagari di atas lembah, sebagiannya lagi perbukitan, berpikirlah para pendahulu di masa lalu bagaimana caranya agar air bisa masuk nagari.
Maka dibuatlah kata mufakat dan kata sepakat, dibelahlah bukit menjadi dua bagian.
Namun malang, di bukit sebelah kiri bertemulah saat menggali dengan batu besar. Batu tersebut tidak bisa dibelah, tukang belah dan pahat batu pun menyerah.
Maka dipanggillah orang keramat yang dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan tongkatnya, batu pecah, batu berlubang sebesar bandar. Batu itu diberi nama si Batu Giriak.
Bandar sungai yang dimaksud terwujud sudah. Air bisa mengalir ke nagari. Padi masak dan jagung menguning. Mentimun dan sayuran pun tumbuh lebat dan menghijau.
Teringat lah nazar dimasa sulit, sekiranya nanti bandar sungai telah jadi, seekor kerbau akan disembelih di Kapalo Banda. Sebagai wujud syukur kepada Illahi. Sebagai janji yang harus ditunaikan.
Maka disembelihlah kerbau saat itu. Kerbau rebah, air santan dimasak. Berkumpullah masyarakat nagari, dari yang muda hingga yang tua.
Dalam sekali lima tahun, tradisi yang telah diturunkan oleh pendahulu ini dilaksanakan. Agar jejak pendahulu tidak hilang.
Sekaligus, menjalin silaturahmi dengan urang di rantau. Dihimbau pulang makan basamo. Makan bersama. .
Yang paling berkesan, saat nasi sudah dihidangkan diatas daun pisang, sebelah kaki masuk ke air... tak terasa perut pun kenyang terasa.
Marawa berdiri sepanjang jalan, dijamu tamu yang diundang. Ado silek dan tari piriang, sembah daun sirih minta disobek, sembah pinang minta ditukuk, dalam cirano yang tertutup tungkuih. Dibawa anak gadih siganjua lalai.
Hari petang terus beranjak, senjo pun perlahan melangkah balik pulang. (dialih bahasakan dari : Zulfamiadi)
#makintahuindonesia