pasbana - Rokok elektronik yang juga dikenal sebagai alat vaping makin digemari dan digunakan oleh banyak anak muda saat ini. Hal ini ancaman serius bagi kesehatan masyarakat.
Adanya survei yang menunjukkan bahwa, dalam 30 tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah perokok muda, diduga keberadaan rokok elektronik menjadi penyebabnya.
Data terbaru dari Centers for Disease Control Amerika Serikat juga menemukan bahwa terdapat 1,5 juta lebih banyak remaja yang menggunakan rokok elektronik pada 2018 dibandingkan 2017.
Di Indonesia, satu riset menunjukkan prevalensi remaja menggunakan rokok elektronik mencapai 11,9% (1 dari 8 remaja). Menurut Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), ada 1,2 juta pengguna rokok elektronik. Organisasi importir dan penjual vaping ini berharap ada tambahan sejuta pengguna baru tahun ini.
Jika tidak diatur secara ketat, ada kemungkinan generasi selanjutnya akan ketergantungan nikotin dan menjadi perokok terberat dalam sejarah baru-baru ini. Ini menghancurkan upaya yang telah puluhan tahun dilakukan untuk melindungi mereka.
Perlindungan paling efektif untuk anak-anak yaitu dengan kebijakan berbasis bukti yang membahas alasan mereka mulai vaping.
Iklan rokok elekronik telah terbukti mempromosikan citra merek yang positif untuk perangkat vaping serta mendorong anak muda untuk mencobanya, sementara pemasaran media sosial juga cukup massif dilakukan.
E-rokok adalah Cara Pengalihan merokok
Awalnya banyak kalangan berharap bahwa rokok elektronik dapat menjadi cara yang efektif untuk berhenti merokok tembakau.
Produk yang dioperasikan dengan baterai ini menghasilkan nikotin dengan 7.000 bahan kimia beracun yang lebih sedikit dibandingkan yang terkandung pada rokok biasa.
Namun, rokok elektronik masih mengandung zat berbahaya, yaitu logam berat seperti timbal, senyawa organik yang mudah menguap dan agen penyebab kanker.
Selain itu, hingga kini bukti bahwa vaping menjadi metode efektif untuk berhenti merokok masih terbatas dan, dalam banyak kasus, ambigu.
Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar orang (80%) yang berupaya berhenti merokok menggunakan rokok elektronik gagal. Sedangkan dari 20% yang berhasil berhenti merokok, sebagian besar (80%) tetap menjadi pengguna aktif rokok elektronik.
Bukti juga menunjukkan bahwa alih-alih menjadi alat untuk berhenti merokok bagi orang dewasa, rokok elektronik justru bertindak sebagai alat bagi remaja untuk mulai merokok.
Tinjauan sistematis National Academy of Sciences yang diterbitkan pada awal 2018 menemukan bukti substansial bahwa penggunaan rokok elektronik meningkatkan risiko remaja dan dewasa muda untuk mulai merokok.
Tinjauan tersebut juga menemukan bukti moderat bahwa vaping “meningkatkan frekuensi dan intensitas” untuk menghisap rokok tembakau selanjutnya.
Temuan ini telah dikonfirmasi dalam satu penelitian dan penelitian lainnya yang diterbitkan setelah ulasan 2018 ini. Peningkatan risiko merokok sangat kuat (dengan peningkatan risiko 8,5 kali lipat) ditemukan pada mereka yang jika tidak menggunakan rokok elektronik berisiko rendah untuk mulai merokok.
Ancaman yang mendesak ini tidak ditanggapi secara signifikan. Kami tidak mendengar adanya keresahan atas ancaman vaping. Ini mungkin karena strategi pemasaran media sosial yang dipelopori oleh produsen rokok elektronik telah menciptakan lanskap media sosial dimana pesan pro-vaping yang disebarluaskan oleh industri vaping dan pendukungnya menjadi dominan.“
Menggunakan sekumpulan misinformasi, perusahaan vaping telah merevolusi pemasaran rokok elektronik dan secara signifikan meningkatkan perilaku vaping di anak muda.
Terlebih lagi, proses penelitian ilmiah terkait rokok elekronik dapat disuap. Studi yang diterbitkan oleh industri rokok elektronik dan tembakau kira-kira 90 kali lebih mungkin menemukan bahwa rokok elektronik tidak menimbulkan bahaya dibandingkan studi yang diterbitkan tanpa adanya konflik kepentingan.
Masyarakat membutuhkan informasi yang jelas dan berbasis bukti untuk mengatasi krisis kesehatan masyarakat yang muncul ini.
[Sumber: The Conversation]