Medan, pasbana – Presiden Republik Indonesia (Presiden RI) Joko Widodo mengungkapkan ada tiga tantangan yang dihadapi pers Indonesia di era disrupsi digital saat ini, yakni banjirnya berita di media sosial (medsos) yang dikendalikan oleh teknologi kecerdasan buatan artificial intelligent (AI), porsi belanja iklan media yang diambil alih oleh platform-platform asing, serta kedaulatan dan keamanan data dalam negeri.
“Sekarang ini masalah utama (pers) menurut saya adalah membuat berita bertanggung jawab, karena masyarakat kebanjiran berita dari medsos dan media digital lainnya termasuk platform-platform asing yang umumnya tidak beredaksi atau dikendalikan oleh AI,” jelas Presiden dalam Acara Puncak Hari Pers Nasional (HPN) 2023 bertajuk Pers Bebas, Demokrasi Bermartabat di Kota Medan, Sumatera Utara, pada Kamis (9/2/2023).
Menurut Presiden, tantangan pers pertama adalah dunia pers yang tidak sedang baik-baik saja karena semua orang bebas membuat berita sebebas-bebasnya, dalam bentuk digital di media sosial atau platform digital lainnya.
Kebebasan itu, kemudian dimanfaatkan algoritma raksasa yang cenderung mementingkan sisi komersial saja sehingga mengorbankan konten berita dan jurnalisme otentik.
“Itu yang kita semakin kehilangan. Hal semacam itu tak boleh mendominasi kehidupan masyarakat kita. Media konvensional yang beredaksi semakin terdesak dalam peta pemberitaan,” tegas Joko Widodo.
Tantangan kedua meliputi keberlanjutan industri media konvensional yang menghadapi tantangan 60 persen porsi belanja iklannya digerogoti oleh media digital, terutama platform-platform asing.
Berkurangnya porsi belanja iklan artinya sumber daya keuangan media konvensiobal akan semakin berkurang terus sehingga menyulitkan keberadaan media konvensional dalam negeri.
“Sebagian (media konvensional) sudah mengembangkan diri ke media digital. Tetapi dominasi platform asing dalam mengambil belanja iklan ini telah menyulitkan media dalam negeri kita,” tutur dia.
Sedangkan tantangan ketiga muncul karena data telah menjadi sumber minyak baru (new oil) yang berharga sangat mahal yang dikuasai oleh segelintir penguasa data.
Dengan memanfaatkan alogaritma, kata Joko Widodo, penguasa data bukan hanya bisa memahami kebiasaan dan perilaku masyarakat, melainkan juga dapat mengendalikan preferensinya.
“ini yang kita semua harus kita hati-hati dan hal ini harus menjadi kewaspadaan kita bersama. Hati-hati dan waspada mengenai ini,” kata Presiden.
Ditengah suasana seperti ini, insan media arus utama atau media mainstream dinilai sangat dibutuhkan untuk menjadi rumah penjernih informasi.
“Penting sekali menjadi clearing hose information, menjadi rumah penjernih informasi dan menjalankan peran sebagai communication of hope yang menjadi harapan pada kita semua,” kata Joko Widodo menandaskan.(rel/bd)