Limapuluh Kota, pasbana- Wakil Bupati Kabupaten Limapuluh Kota Rizki Kurniawan Naskari (RKN) diduga melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang jabatan, karena tidak masuk kantor selama lebih kurang 6 bulan, terhitung Juli 2023.
Hal itu diketahui insan pers Luak Limopuluah saat Pemerintah kabupaten Limapuluh Kota menggelar kegiatan jumpa pers tiga tahun kepemimpinan kepala daerah, yakni pasangan Bupati Safaruddin dan Wakil Bupati Rizki Kurniawan Nakasri, Senin (26/2/2024) di aula kantor bupati setempat.
Dalam jumpa pers itu, Bupati Limapuluh Kota Safaruddin Dt. Bandaro Rajo mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah bertemu dengan Wakil Bupati Rizki Kurniawan Nakasri sejak Juli 2023.
"Saya secara pribadi, sejak bulan Juli 2023 tidak pernah melihat batang hidungnya dan tak pernah datang ke kantor," sebut Bupati Safaruddin.
Kendati demikian, bupati bersama OPD (Organisasi Perangkat Daerah) tetap menjalankan tanggungjawab sebagai pimpinan daerah untuk mensukseskan visi misi dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (PJMD) yang telah disusun.
"Saya selaku pimpinan daerah terus melakukan tanggungjawab untuk melakukan pekerjaan pembangunan dan menyelenggarakan visi misi daerah bersama OPD. Alhamdulillah kita mampu meraih berbagai prestasi diberbagai bidang," tukas Safaruddin.
Wakil bupati Limapuluh Kota, RKN yang berhasil dimintai tanggapannya kepada wartawan, via WAnya, Selasa 19 Maret 2024 malam, menyebutkan, ajukan saja pertanyaannya ke pakar hukum. “Minta mereka memberikan penjelesan,” ujarnya singkat.
Terpisah, menanggapi hal tersebut, Direktur Law Office Jaka Marhaen, S.H, dan Asociates, yang peduli terhadap kemajuan daerah kabupaten Limapuluh Kota saat dimintakan tanggapannya kepada wartawan, Selasa (19/3) malam, seputar carut marutnya kinerja pemerintahan Kabupaten Limapuluh Kota, konon hanya dinahkodai bupati Safaruddin Dt. Bandaro Rajo. Sedangkan RKN di sebut-sebut lebih banyak berkiprah di luar tanpa izin komandannya (Bupati- red).
Jaka Marhaen, S.H, mengatakan, jika hal tersebut, terkait kondisi di pemerintahan kabupaten Limapuluh Kota diduga Wakil Bupati Abuse Of Power yakni telah melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan seorang pejabat untuk kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan diri sendiri, orang lain atau korporasi.
Lebih lanjut dijelaskan, Jaka Marhaen, asas menyalahgunakan wewenang sendiri diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 yaitu Pasal 10 ayat (1) huruf e dan penjelasannya, asas ini mewajibkan setiap badan dan atau pejabat pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan, dan atau tidak mencampur adukkan kewenangan.
"Kalau tindakan itu dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai tindakan korupsi, sesuai Undang-Undang Nomor 31Tahun l999 junto Undang-Undang Nomor20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,"ujar Jaka.
Menurut Jaka Marhaen, ketentuan Pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2014, badan dan atau pejabat pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang, larangan itu meliputi larangan melampaui wewenang, larangan mencampuradukkan wewenang, dan atau larangan bertindak sewenang-wenang.
“Badan dan atau pejabat pemerintahan dikategorikan melampaui wewenang apabila keputusan dan atau tindakan yang dilakukan melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya wewenang, melampaui batas wilayah berlakunya wewenang, dan atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan dan atau pejabat pemerintahan dikategorikan mencampuradukkan wewenang apabila keputusan dan atau tindakan yang dilakukan di luar cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan, dan atau bertentangan dengan tujuan wewenang yang diberikan,"ucapnya.
Dilain pihak, mengacu Pasal 77 ayat 3, Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang meninggalkan tugas selama 7 hari berturut-turut atau tidak berturut-turut dalam satu bulan tanpa izin, maka bisa mendapatkan teguran tertulis dari Mendagri melalui Gubernur.
Ditambahkan Jaka Marhaen, pada Pasal 78 UU 23/2014, ayat (2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah di berhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf c karena:
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan; c. dinyatakan melanggar sumpah atau janji jabatan kepala daerah atau wakil kepala daerah;
d. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalamPasal 67 huruf b;"imbuh Jaka.
Disampaikan Jaka Marhaen, penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan ini merupakan sebagai salah satu unsur penting dari tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31Tahun l999 junto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Penmberantasan Tindak Pidana Korupsi dan unsur penting yang dimaksudkan adalah “penyalahgunaan wewenang, yang dapat menyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian negara,"sebutnya.
Penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan khususnya dalam pengelolaan dan peruntukkan keuangan negara oleh aparatur negara, sesungguhnya itu merupakan tindak pidana korupsi oleh karena sifatnya merugikan perekonomian negara dan
keuangan negara,"tutup Jaka Marhaen, S.H. (BD)