Notification

×

Iklan

Iklan

Ke Rantau Berlebaran

14 April 2024 | 19:58 WIB Last Updated 2024-04-14T12:58:32Z
Penulis di Dataran Merdeka (Sumber: dokumentasi Ferdinal)


Oleh Ferdinal Ferdinal
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas




Pasbana - Mudik adalah salah satu tradisi masyarakat Minang yang sudah dijalankan selama puluhan tahun. Masyarakat Minang yang tinggal di rantau pergi mudik kekampung pada waktu-waktu tertentu, khususnya sebelum Lebaran untuk merayakan hari Raya Idul Fitri bersama keluarga besar di kampung halaman. 

Tradisi ini berhubungan dengan agama Islam yang merupakan agama yang dianut oleh suku ini secara turun temurun.
Setiap tahun,  jauh jauh hari mereka merencanakan waktu libur yang  dipergunakan untuk mengunjungi keluarga di kampung. 

Kesempatan ini kadangkala juga dibicarakan dengan rekan-rekan masing-masing untuk pulang bersama yang terasa lebih nikmat dan berkesan.  Bagi mereka yang masih sekolah atau kuliah, Lebaran juga momen yang sangat ditinggu untuk bisa berkumpul dengan orang-orang terdekat di kampung halaman. 

Sementara para pekerja menunggu libur atau cuti, pelajar dan mahasiswa sengaja meliburkan diri sebelum waktunya untuk bisa berkumpul dengan keluarga lebih awal dan merayakan Lebaran di kampung halaman dan bertemu dengan anggota keluarga, handai tolan dan masyarakat. 

Cindy Mutia Annur mengutip Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), menuliskan 10 negara tujuan utama pekerja migran Indonesia pada tahun 2023:
  1. Taiwan: 83.216 orang
  2. Malaysia: 72.260 orang
  3. Hong Kong: 65.916 orang
  4. Korea Selatan: 12.580 orang
  5. Jepang: 9.673 orang
  6. Singapura: 7.898 orang
  7. Arab Saudi: 6.310 orang
  8. Italia: 3.519 orang
  9. Brunei Darussalam: 2.872 orang
  10. Turki: 2.289 orang
(Databoks 05/02/2024)


Kebahagian akan datangnya hari Lebaran dinikmati oleh semua umat Islam, termasuk warga Minang dimanapun mereka berada.  Meskipun ada pekerja migran Minang bisa pulang Lebaran, tapi lebih banyak  yang tidak bisa mudik ke kampung halaman. Mereka harus merayakan hari Raya Lebaran di rantau tempat mereka bekerja.

Malaysia adalah salah satu negeri yang banyak menampung pekerja migran dari Minangkabau.  Tidak terhitung jumlah pekerja asal Minang yang menetap dan bekerja di negeri ini. Pekerja migran ini baik laki-laki maupun perempuan,  mencari rezeki di negeri ini. 

Di beberapa tempat di negeri ini, tumbuh dan berkembang kongsi orang Minang, yang salah satunya ada di Negeri Sembilan dengan nama Pertubuhan Kebajikan Masyarakat Minang Negeri Sembilan (PKMMNs) yang dimotori diantaranya oleh Tan Sri Rais Yatim.

Dikutip dari Langgam.id, Tan Sri Rais Yatim, beberapa tahun silam mengatakan bahwa "Populasi Minang di Malaysia kita perkirakan ada 500 ribu jiwa, dengan konsentrasi utama di Negeri Sembilan. Negeri Sembilan, aplikasi adat masih jalan. Minang saya misalnya, masih menjurus ke alam 1940-an. Asli. Tidak campur." Tan Sri 
Sebagai pekerja migran, sebagian besar dari mereka tidak mendapatkan libur atau cuti Lebaran. Sebagian masih bekerja sehari sebelum Lebaran dan libur pada Lebaran hari pertama dan kedua sehingga mereka tidak bisa pulang mudik.

Bagaimana mereka berlebaran di negeri orang? Sejumlah keluarga memilih untuk berlebaran di dinegri dimana anak mereka bekerja.  Mereka menikmati Lebaran di negeri orang bersama dengan anggota keluarga mereka.  Begitu pentingnya kebersamaan dengan keluarga, orang tua mereka yang datang untuk berlebaran bersama.

Bagi mereka mudik bukan pilihan  tapi suatu keharusan untuk bisa berkumpul sekeluarga. Saza (24), gadis asal Padang misalnya, menyampaikan kepada orang tuanya bahwa dia belum bisa pulang berlebaran tahun ini. Gadis yang baru bekerja di sebuah perusahaan multinasional di Kuala Lumpur Malaysia ini belum diperkenankan untuk cuti sebelum bekerja lebih dari 6 bulan. 

Karena anak belum bisa pulang, orang tuanya memutuskan untuk mengunjungi dia ketika Lebaran. Nasib membawa dia ke Malaysia untuk bekerja. “Senang bisa bekerja di Malaysia karena duitnya lebih banyak,” katanya.  

Bisa bekerja di kota besar seperti Kuala Lumpur dengan semua fasilitasnya adalah suatu pengalaman yang luar bisas buat saya lanjut dia. 

Ada lagi Cahaya (17, bukan nama sebenarnya), sekarang sedang menempuh kuliah semester dua di sebuah universitas di Kuala Lumpur.  Kedua orang tua dan 2 saudaranya datang berlebaran bersama di kota ini. Menurut CEO Education Malaysia Global Service (EMGS), Novie Bin Tajudin, jumlah mahasiswa Indonesia yang ada di Malaysia cukup banyak dan menempati peringkat kedua setelah China dan diatas peringkat tiga Bangladesh, dengan 11.000 orang berdasarkan data yang dirilis tahun 2022 lalu (Kantor Berita Politik RMOL).

Senada dengan Saza dan Cahaya, banyak lagi migran yang menghadapi hal yang sama, sebut saja Dhani, Zura, dan banyak lagi lainnya yang jumlahnya mencapai ribuan. Kenapa mereka bisa menikmati kehidupan Kuala Lumpur? Ada beberapa hal yang perlu jadi catatan.

Pertama, bagi pekerja migran Minang yang sudah berumur, bekerja di Kuala Lumpur adalah sumber rezeki bagi keluarga mereka. Kota ini sudah menafkahi keluarga mereka yang tidak mereka dapatkan ditempat lain. Tingkat kehidupan yang lebih baik berefek kepada tingkat penghasilan mereka yang bekerja diisini termasuk pekerja migran. “Penghasilannya bagus walaupun akomodasi disin mahal,” ungkap Saza. 

Kedua, Kuala Lumpur menawarkan lingkungan masyarakat dan suasana kerja yang  yang baik. Kota ini menawarkan kehidupan kota metropolitan yang nyaman bagi penghuninya. Fasilitas, transportasi, dan lingkungan nyaman membuat pekerja nyman hidup di kota ini. 


Kuala Lumpur di malam hari (Sumber: Dokumentasi Ferdinal)



Ketiga, kota ini ditata secara modern yang membuat orang yang tinggal disini nyaman hidup, sekolah, kuliah, dan bekerja. Penataan kota dengan perumahan, operkantoran, pasar, kampus, transportasi dan pariwisatanya memenuhi semua kebutuhan penghuni dan pengunjung kota ini. 

Kehidupan selama hari-hari kerja berjalan dengan sangat baik dan pada akhir pekan, penghuninya bisa memenuhi kebutuhan personal dan keluarga. Mereka bisa berlibur atau tamasya ke tempat wisata yang ada di kota ini atau yang ada diluar kota dengan lancar dan nyaman. Atau mereka hanya menghabiskan akhir pekan ke mall atau tempat khusus lainnya.

“Karantau madang dihulu, babuah babungo balun, marantau bujang dahulu, dirumah paguno balun,“ adalah salah satu pepatah Minang yang terus bergaung bagi masyarakat Minang. Mereka yang melihat potensi di tempat dan negeri lain akan meninggalkan kampung halaman demi masa depan yang lebih baik. 

Namun begitu, rindu kampung tidak pernah pupus dalam ingatan mereka. Salah satunya adalah keinginan untuk mudik pasa waktu Lebaran bagi mereka yang bisa mewujudkannya. Bagi yang belum bisa akan mengikuti alternatif lain seperti mendatangkan keluarga untuk berkunjung ke tempat mereka bekerja khususnya ketika berlebaran. (*) 

Kuala Lumpur, 10 April 2024

IKLAN

 

×
Kaba Nan Baru Update