Pengaturan dan pengawasan aset kripto, yang sebelumnya berada di bawah Bappebti, akan secara resmi berpindah ke OJK pada Januari 2025. Perubahan ini merupakan respons atas pertumbuhan cepat aset kripto, di mana nilai transaksinya telah mencapai Rp 33,69 triliun pada Februari 2024. Sementara itu, terdapat 35 CPFAK dengan lembaga penunjang yang terdiri dari Bursa Berjangka, Kliring Berjangka, dan Repository. Adapun jumlah jenis aset kripto yang diperdagangkan juga mengalami peningkatan menjadi 545 jenis, termasuk diantaranya 39 jenis aset kripto lokal. Seiring dengan pertumbuhan ini, tentunya akan muncul potensi risiko yang perlu diatasi oleh regulator dalam rangka menjamin integritas pasar dan pelindungan konsumen.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (ASPAKRINDO), Yudhono Rawis, yang turut hadir dalam FGD tersebut, menyampaikan bahwa pentingnya kolaborasi antara pelaku industri dan regulator untuk membangun regulasi yang lebih kuat untuk menjaga integritas pasar dan melindungi konsumen.
"Diperlukan sinergi yang kuat antara regulator dan industri untuk menciptakan ekosistem aset keuangan digital yang sehat dan inovatif mengingatkan potensi risiko yang menyertai aset kripto. Pasca terbitnya UU P2SK, aset kripto menjadi kelas aset baru yang menjadi salah satu bagian dari aset keuangan digital, di mana pendekatan pengaturan dan pengawasan yang akan diterapkan akan disesuaikan dengan best practice di sektor keuangan," kata Yudho.
Pengembangan Instrumen Aset Keuangan Digital
Salah satu topik utama yang dibahas adalah bagaimana aset keuangan digital, termasuk aset kripto, dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru. Teknologi seperti tokenisasi dan blockchain berpotensi mentransformasi ekonomi dengan memungkinkan aset tradisional diwakili secara digital dan ditransaksikan dalam ekosistem berbasis distributed ledgers.
"Selain pengawasan, pengembangan instrumen aset keuangan digital juga menjadi fokus penting. Dengan teknologi blockchain dan tokenisasi, aset keuangan tradisional dapat direpresentasikan dalam bentuk digital, membuka pintu bagi inovasi di sektor keuangan. Saat ini, beberapa regulator global telah memanfaatkan teknologi ini untuk meningkatkan efisiensi transaksi dan mempercepat operasional lembaga keuangan," jelas Yudho yang juga CEO Tokocrypto.
Selain itu, terdapat beberapa bentuk pengembangan blockchain untuk mempercepat operasional lembaga jasa keuangan seperti penerapan blockchain di perbankan dalam hal percepatan settlement. Ke depannya, inovasi yang memanfaatkan blockchain dan tokenisasi akan terus meningkat dan akan menjadi salah satu inovasi yang dapat dipergunakan secara luas di ekosistem sektor keuangan. Untuk itu, OJK perlu menggali potensi ini agar semakin banyak penyelenggara aset keuangan digital termasuk aset kripto yang berminat untuk mengembangkan use case di sektor keuangan.
"Tujuan utama dari FGD ini adalah untuk memfasilitasi pertukaran ide antara OJK dan penyelenggara aset keuangan digital dalam memperkuat dan mengembangkan ekosistem ini di Indonesia. Hasil yang diharapkan termasuk pengembangan ekosistem aset keuangan digital yang lebih luas dan efisien, serta memanfaatkan teknologi ini untuk mendorong inovasi di sektor keuangan," terang Yudho.
Peralihan pengawasan aset kripto ke OJK dan diskusi yang dihasilkan dari FGD ini menandai babak baru dalam regulasi keuangan digital di Indonesia. Dengan kolaborasi antara regulator dan pelaku industri, Indonesia berada di jalur yang benar untuk memanfaatkan potensi penuh aset keuangan digital, termasuk aset kripto, dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.(rilis)