Oleh: Masayu Siti Raudhatul Jannah
Mahasiswa Magister Susastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
2010731008
Kodikologi dan Filologi
pasbana - Dalam dinamika kehidupan saat ini, keilmuan humaniora seperti filologi dan kodikologi mungkin terlihat seperti relic, artefak dari masa lalu yang ketinggalan zaman. Namun, pandangan seperti itu justru terlalu dangkal dan tidak tepat. Sebaliknya, dalam dinamika kehidupan saat ini, filologi memungkinkan manusia untuk mendapatkan wawasan tentang evolusi bahasa dan sastra.
Selain itu, kodikologi tetap memiliki relevansi dalam memahami perkembangan peradaban manusia melalui penelitian manuskrip kuno. Dengan demikian, kedua bidang ini juga dapat dipandang sebagai disiplin ilmu yang penting dalam memelihara identitas budaya suatu kelompok masyarakat. Oleh karena itu, anggapan mengenai filologi dan kodikologi sebagai disiplin ilmu yang kuno dan ketinggalan zaman adalah asumsi yang salah.
Filologi, yang memiliki akar kata dari bahasa Yunani, "philologia" (cinta pada kata), melibatkan studi mendalam tentang teks masa lampau untuk memahami kebudayaan pada masa itu. Keterkaitan filologi dengan berbagai aspek humaniora lainnya menjadi jelas ketika kita menyadari bahwa studi tentang bahasa dan sastra merupakan fondasi bagi pemahaman budaya, sejarah, dan identitas suatu masyarakat.
Hal yang dibahas dalam teks masa lampau berisi kejadian sejarah yang mana sebagai kita ketahui sejarah akan terus terulang. Jadi, fenomena yang telah terjadi di masa lampau akan terjadi lagi di masa sekarang. Untuk mengantisipasi kesalahan yang dilakukan di masa lampau, hendaknya dipelajari terlebih dahulu sejarah tersebut yakni melalui adanya disiplin ilmu itu sendiri.
Salah seorang akademisi di bidang ilmu ini, Prof. Oman Fathurrahman, menjelaskan bahwa hal ini ia temui saat menjabat sebagai Plt. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Pandemi COVID-19 yang menyebabkan gagalnya keberangkatan calon jamaah pada tahun 2020 sempat menyebabkan kepanikan.
Namun, Prof. Oman selaku pihak yang berwenang mampu mengatasi kegaduhan tersebut sebab hal tersebut sebelumnya telah terekam melalui manuskrip kuno yang pernah beliau baca. Pandemi yang menyebabkan kegagalan keberangkatan haji rupanya pernah terjadi berabad-abad sebelumnya.
Jamaah yang memaksakan untuk tetap berangkat kemudian harus meregang nyawa sehingga kemudian munculnya pemakaman massal di Mekkah. Kepanikan tersebut mampu diatasi oleh Prof. Oman dengan menjelaskan hal tersebut kepada calon jamaah sehingga suasana kemudian dapat menjadi lebih kondusif.
Melalui tulisan ini, saya berpendapat bahwa filologi dan kodikologi memiliki peluang yang besar melalui keuntungan dengan perkembangan teknologi digital. Hal ini termanifestasi melalui proyek digitalisasi naskah dalam jumlah yang besar yang berasal dari berbagai koleksi di seluruh dunia.
Hal ini memungkinkan pengaksesan oleh berbagai peneliti di seluruh dunia tanpa adanya kekhawatiran naskah asli akan mengalami kerusakan atau cacat. Selain itu, juga dapar memungkinkan para filolog untuk melampaui batasan-batasan penelitian konvensional dan mengembangkan pengetahuan mereka dengan lebih efektif.
Dalam konteks kebermanfaatan, disiplin ilmu ini mampu memungkinkan kita untuk mengetahui memori kolektif bangsa dari masa lalu. Memori kolektif inilah yang kemudian menjadi suatu kebudayaan dari bangsa tersebut dan membentuk jati dirinya.
Melihat dari negara-negara maju, seperti Korea Selatan dan Jepang, budaya sebagai jati diri bangsa sangat dihargai di negara-negara tersebut. Dalam membentuk negara yang maju, bukan hanya pembangunan yang teknokrat dibutuhkan, melainkan juga dibutuhkan pemeliharaan terhadap budaya sebagai jati diri bangsa. Hal ini bisa diibaratkan dengan mengendarai mobil. Dalam upaya untuk melajukan mobil tersebut, memang pandangan harus tertuju ke depan.
Namun, kaca spion di kiri dan kanan mobil tetap dibutuhkan untuk melihat ke belakang, yakni yang dapat kita pahami sebagai sejarah itu sendiri. Korea Selatan meskipun terkenal dengan kemodernan bidang industrinya, budaya mereka tetap dilestarikan melalui industry tersebut. Seperti dapat kita temui drama kolosal yang tentunya bersumber dari teks-teks kuno yang setelahnya direproduksi menjadi luaran yang berbeda.
Hal ini menjadi contoh bagaimana warisan budaya diolah dan dijadikan bagian penting dalam industri hiburan modern. Inilah bukti bahwa memahami warisan budaya melalui studi filologi dan kodikologi bukanlah sekadar memandang ke belakang, tetapi juga melihat ke depan dalam menjaga identitas dan kekayaan budaya bangsa.
Tidak hanya dalam bidang hiburan, tetapi juga dalam bidang pengobatan, filologi dan kodikologi memiliki peran penting. Pengobatan tradisional Cina, yang menjadi semakin diakui secara global, merupakan contoh bagaimana pemahaman akan teks-teks klasik menjadi dasar dari praktik medis yang efektif. Melalui studi manuskrip kuno, praktisi pengobatan tradisional dapat menggali pengetahuan tentang penggunaan ramuan herbal dan teknik pengobatan lainnya yang telah terbukti efektif selama berabad-abad.
Dengan demikian, anggapan bahwa filologi dan kodikologi adalah disiplin ilmu yang kuno dan ketinggalan zaman adalah salah kaprah. Kedua bidang ini tetap relevan dalam memahami perjalanan manusia, budaya, dan bahasa, serta memberikan kontribusi yang tak ternilai dalam memelihara identitas budaya suatu masyarakat.
Dalam era digital yang semakin mengglobal, peranan filologi dan kodikologi bahkan semakin diperkuat dengan adanya teknologi yang memudahkan akses dan pengolahan informasi, membuka jalan bagi pemahaman yang lebih dalam tentang kompleksitas manusia dan peradaban manusia secara keseluruhan.
Namun, di samping peran penting yang dimiliki, tantangan yang mungkin dihadapi dalam perkembangan ilmu tidak boleh diabaikan. Dalam masyarakat yang semakin fokus terhadap STEM (Sains, Teknologi, Rekayasan dan Matematika), humaniora sering dianggap sebagai bidang yang kurang penting dan tidak relevan.
Hal ini kemudian berimbas terhadap kurangnya peminat dan pengetahuan masyarakat mengenai disiplin ilmu ini. Stereotip filologi dan kodikologi sebagai sesuatu yang bersifat kuno dan tidak menarik membuat peneliti di bidang ini sepi peminat. Hal ini tentu sangat disayangkan mengingat tingginya peluang berperannya bidang ini di dalam masyarakat.
Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya filologi dan kodikologi sebagai disiplin ilmu yang relevan dan berharga. Langkah-langkah pendidikan dan promosi perlu ditingkatkan untuk menarik minat para mahasiswa dan peneliti potensial dalam mempelajari dan mengembangkan bidang ini. Selain itu, kolaborasi antara institusi pendidikan, lembaga penelitian, dan pemerintah juga diperlukan untuk memperkuat infrastruktur dan dukungan bagi penelitian dan pengembangan dalam bidang filologi dan kodikologi.
Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa warisan budaya dan pengetahuan yang terkandung dalam teks-teks kuno tetap terjaga dan diteruskan ke generasi mendatang, bahkan dalam era digital yang semakin maju ini.
Kesimpulannya bahwa dalam konteks kehidupan saat ini, filologi dan kodikologi tetap memiliki relevansi yang kuat dalam memahami manusia, bahasa, dan budaya. Disiplin ilmu ini tidak hanya memberikan wawasan tentang sejarah dan warisan budaya kita, tetapi juga membantu kita memahami dinamika kompleks masyarakat multikultural dan global.
Dengan memelihara dan memahami teks-teks kuno, kita dapat terhubung dengan masa lalu dan memahami bagaimana peradaban manusia telah berkembang dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, penting untuk terus mendukung dan mempromosikan keilmuan humaniora sebagai bagian integral dari pendidikan dan penelitian. (*)