Foto: Surau An-Nur setelah Banjir Bandang, Tanggal/lokasi. 15/5/2024. Bukit Batabuah, Agam, Sumatera Barat. ( Doc. Suci Arma Wn.) |
Oleh; Suci Arma Wahyu Nasution
NIM: 12408322
Pasbana - Rintihan hujan dikala senja hingga petang yang tak kunjung henti, menjeru semakin deras diatap rumah. Tetesan hujan yang tak lazim didengar dari biasanya menggerutu ditelinga. Riakair yang terus menerus berkepanjangan dari dasar gunung mengeluarkan lahar dingin, amukan angin yang ikut serta menemaninya.
Jamal seorang guru olahraga, 50 tahun, berdiri diteras Surau An-Nur Bukit Batabuah, dengan baju kaos dan sepatu boost kerja yang telah berhias lumpur sambil mamandangi setiap sudut yang telah luluh lantak akibat tragedi banjir lahar dingin yang terjadi pada 11 Mei 2024 di Bukit Batabuah, Kecamatan Candung, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
“Saya tidak mengira dampaknya akan separah ini, hujan deras pada jam 10 malam. Tak lama setelah itu, terdengar suara yang berhamburan dari atas Gunung Merapi, suara yang sangat berat seperti ada suatu barang yang menggelinding ke arah desa” (Wawancara, Jamal 15 Mei 2024, pukul 15.30 WIB, Bukit Batabuah, Kabupaten Agam, Sumatera Barat).
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, ketika sebagian besar orang-orang sudah terlelap pada tidurnya. Tidak ada firasat buruk dan mengerikan terpikirkan, hanya saja hujan yang semakin deras kian bercucuran tiada bersauh, lama kelamaan akibatnya sungai yang tidak kuat menampung besarnya arus, memuntahkannya ke segala penjuru negeri.
Air semakin naik ke pemukiman, batu-batu besar turun secara serentak. Tiada lagi tidur yang lelap, semuanya terbangun dan melihat air sudah masuk dari gorong-gorong menuju dalam rumah. Barang-barang dengan posisi indah yang ditata, secepat mungkin dikemas menuju tempat yang aman. Sementara intuisi lainnya, tidak memikirkan harta dunia lagi melainkan keselamatan diri yang paling utama.
“Banjir lahar dingin dengan ketinggian hampir 12 meter dari permukaan sungai bukit batabuah, menjadi banjir yang paling dasyat selama saya tinggal disini. Bukan hanya air deras yang membanjiri rumah warga saja, batu besar yang beratnya mencapai satu t on, kayu-kayu raksasa dari atas Gunung Merapi menjadi penyebab keretakan dan hancurnya rumah-rumah warga. Tapi ada yang diluar nalar, dibalik hancurnya rumah-rumah warga karena hantaman banjir disertai batu-batu besar dan pohon raksasa, surau yang letaknya tepat disamping sungai bukit batabuh tetap berdiri dengan kukuh, tegak, dan kuat” (Wawancara, Jamal, 15 Mei 2024, Pukul 15.50 WIB, Bukit Batabuah, Kabupaten Agam, Sumatera Barat).
Foto; Kondisi rumah dan pekarangan warga setelah banjir bandang Tanggal/lokasi. 15/5/2024. Bukit Batabuah, Agam, Sumatera Barat. (Doc. Suci Arma Wn.) |
Surau An-Nur Bukit Batabuah menjadi bagunan paling depan dimuka Gunung Merapi, disamping kiri surau terdapat rumah-rumah warga, disebelah kananya merupakan aliran Sungai Bukit Batabuah yang alirannya langsung dari Gunung Merapi, sedangkan dibelakangnya terdapat kolam ikan, dan juga hamparan sawah luas.
“ Pada malam kejadian, ada sebelas pemuda yang sedang melakukan musyawarah didalam surau. Sampai pada detik-detik terjadinya banjir bandang tersebut satu diantara sebelas pemuda menyelamatkan kendaraannya berupa mobil yang terparkir di halaman surau, dan sepuluh pemuda lainnya tetap berada dengan rasa cemas di dalam surau. Malang tak dapat dihindari, pemuda yang berusaha menyelamatkan diri dan kendaraannya malah terbawa oleh arus banjir, sedangkan sepuluh pemuda tersebut berhasil selamat karna bertahan di dalam surau” (Wawancara, Jamal, 15 Mei 2024, Pukul 16.00 WIB, Bukit Batabuah, Kabupaten Agam, Sumatera Barat).
Hingar bingar suara pemuda yang diseret oleh arus dapat didengar, karena pemuda tersebut melakukan sebuah siaran langsung pada ponselnya, sementara kawan-kawannya hanya dapat terdiam dan tidak bisa bertindak apa-pun.
Bangunan-bangunan dengan beton yang dianggap kokoh tepat berada di samping surau, telah musnah oleh tusukan pohon-pohon yang menikam dari belakang, dan bebatuan raksasa yang tiada ampun menyerang tanpa bisa dihentikan. tiada dinding yang tersisa, yang ada hanya lantai berupa keramik yang masih melekat sebagai pijakan dengan serpihan-serpihannya.
Diluar nalar manusia, tempat yang dipenuhi dengan kemulian untuk beribadah kepadanya berdiri dengan gagah, tanpa ada bagian yang roboh. Sungguh kuasa Allah, rumahnya ia jaga. Surau An-Nur seperti namanya yang berarti cahaya, kilauannya terasa sejuk dipandang dari suasana kelam setelah puing-puing retakan bangunan yang mendominasi daerah sekitar.
Foto: Kondisi pemukiman di depan Surau An-Nur pasca banjir bandang, Tanggal/lokasi. 15/5/2024. Bukit Batabuah, Agam, Sumatera Barat, (Doc. Suci Arma Wn.) |
Kayu dan batu raksasa tiada yang berani menyinggung tubuhnya, seperti ada jalur tersendiri sehingga arus air yang menghayutkan kayu dan batu itu malah menjadi pagar pelindung pada seluruh bagian surau agar air tidak masuk ke dalamnya. Atap, dinding, teras, lantai, dan bagian surau lainnya masih dengan kondisi yang elok. Sedangkan tempat lainnya, porak poranda oleh hantaman banjir lahar dingin yang terjadi tanpa memberi isyarat apapun.
Surau kukuh, Negeri Ripuh itulah ungkapan yang tergambar disaat melihat kondisi pemukiman karena bencana ini, rumah dan fasilitas di desa bukit batipuh telah lenyap, atap rumah telah roboh, kayu-kayu dan bebatuan raksasa berserakan dihalaman pemukiman warga, lumpur yang pekat menghiasi tapak kaki. Tetapi surau tetap kukuh, kayu yang terjun dari atas Gunung Marapi, berhenti tepat di posisi tempat imam memimipin sholat berjamaah.
Foto: Bagian dalam Surau An-Nur setelah banjir bandang, Tanggal/lokasi. 15/5/2024. Bukit Batabuah, Agam, Sumatera Barat, (Doc. Suci Arma Wn.) |
Tidak ada satu puing kayu atau batu yang masuk ke dalam surau, hanya rembesan air yang masuk dari sela-sela pintu. Kuasa Allah terasa nyata, takdir itu keinginan allah, segala musibah dan bencana yang terjadi adalah sebagai pengingat untuk memperbaiki tingkah laku setiap insan. [SC-27]