Pasbana - Malaria merupakan penyakit menular yang terus menjadi perhatian global, terutama di negara-negara dengan wilayah terpencil dan sulit dijangkau. Di Indonesia, malaria masih menjadi masalah kesehatan serius, khususnya di daerah-daerah tersebut.
Penyakit ini disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi.
Plh. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan, dr. Hellen Dewi Prameswari, mengungkapkan bahwa Indonesia mencatat estimasi 811.636 kasus positif malaria pada tahun 2021, menempatkannya sebagai penyumbang kasus malaria terbesar kedua di Asia setelah India.
Pada peringatan Hari Malaria Sedunia yang dilaksanakan secara daring pada Senin (27/5), dr. Hellen menegaskan bahwa Indonesia adalah salah satu dari sembilan negara endemik malaria di Asia Tenggara, menyumbang sekitar 2% dari beban global malaria.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), sebanyak 389 kabupaten/kota di Indonesia telah mencapai eliminasi malaria pada tahun 2023. Targetnya, seluruh wilayah Indonesia bebas dari malaria pada tahun 2030.
Meskipun tren pemeriksaan kasus malaria meningkat pada 2023, dengan 3.464.862 pemeriksaan dibandingkan 3.358.447 pada 2022, angka positif malaria mengalami penurunan dari 443.530 kasus pada 2022 menjadi 418.546 pada 2023.
Namun, target nasional Positivity Rate (PR) malaria di bawah 5% masih belum tercapai, dengan capaian nasional pada 2023 sebesar 12,08%. “Perlu peningkatan penemuan kasus, baik aktif maupun pasif, di daerah endemis dan non-endemis serta peningkatan pencatatan dan pelaporan pada sistem Sismal V3,” kata dr. Hellen.
Kemenkes melalui P2PM mengimplementasikan berbagai strategi untuk mencegah dan mengendalikan malaria, termasuk upaya pengendalian vektor dan penatalaksanaan kasus. Ada tiga langkah utama dalam pengendalian vektor malaria:
1. Membersihkan Lingkungan: Menggerakkan masyarakat untuk membersihkan lingkungan, melancarkan saluran air agar tidak tergenang, dan mengeringkan air yang tergenang. Juga, membersihkan lumut pada mata air dan danau.
2. Mengurangi Populasi Nyamuk: Menebarkan ikan pemakan jentik di lagun, kali, dan kolam, menggunakan larvasida, serta menanam tanaman pengusir nyamuk seperti kecombrang dan lavender.
3. Menghindari Gigitan Nyamuk: Menggunakan kelambu anti nyamuk saat tidur, memakai obat anti nyamuk, memasang kawat kasa pada ventilasi rumah, serta mengenakan pakaian yang menutupi tubuh saat keluar rumah pada malam hari.
Penatalaksanaan kasus malaria melibatkan pemeriksaan laboratorium melalui pemeriksaan sediaan darah untuk diagnosis dan pengobatan sesuai standar program nasional.
Untuk mempercepat eliminasi malaria, Kemenkes mengembangkan empat inovasi:
1. Mass Drug Administration (MDA):
Pengobatan malaria secara massal di daerah endemis tinggi.
2. Intermittent Preventive Treatment (IPT) in Pregnancy: Pencegahan malaria pada ibu hamil di daerah endemis tinggi.
3. Pengembangan Vaksin Malaria.
4. Intervensi Pencegahan dan Repelen pada Pekerja Hutan.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Penajam Paser Utara, dr. Jansje Grace Makisurat, melaporkan bahwa Targeted Drug Administration (TDA) di daerah tersebut berhasil menurunkan kasus malaria dari 1.364 kasus pada tahun 2020 menjadi 232 kasus hingga April 2024, meskipun terjadi peningkatan jumlah penduduk.
Dinkes PPU berupaya mencapai Slide Positif Rate (SPR) di bawah 5%, dengan target saat ini masih berada di SPR 19%.
Langkah-langkah yang diambil termasuk pelatihan kader malaria dan pemberian Obat Anti Malaria (OAM) kepada kelompok target. OAM juga diberikan kepada pekerja hutan melalui Intermittent Preventive Treatment in Forest Goers (IPTF) untuk melindungi mereka yang bekerja dan menginap di hutan. (Rel/iyg)