Notification

×

Iklan

Iklan

“Bekas Luka” Garapan Solehah Hasanah Mencabik-cabik Batin Penonton Teater di Gedung Hoerijah Adam ISI Padang Panjang

16 Juli 2024 | 08:45 WIB Last Updated 2024-07-16T01:45:13Z


Padang Panjang, pasbana -- Pertunjukan Teater “Bekas Luka” garapan Sutradara Solehah Hasanah Nst. yang juga mahasiswi Jurusan Penciptaan Teater Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang berhasil mengaduk dan mencabik-cabik perasan penonton saat pementasan teater itu di Gedung Hoerijah Adam ISI Padang Panjang, Senin (15/7/2024), malam.

Pertunjukan hampir dua jam dalam rangka perampungan tugas akhir Strata 2 (S-2) itu membawa Solehah Hasanah meraih gelar Master Seni (M.Sn.) dengan Dosen Penguji Dr. Yusril, S.S., M.Sn., Dr. Sahrul N, S.S., M.Si., dan Dosen Pembimbing Dr. Sulaiman, S.S., S.Sn., M.Sn.

Lebih seratus penonton hadir di Gedung Hoerijah Adam ISI Padang Panjang yang terdiri dari dosen, mahasiswa, pelajar, peminat seni, dan kalangan umum lainnya.




Dalam garapan teaternya itu, Solehah Hasanah mengangkat realitas kekinian yang banyak terjadi di tengah masyarakat terutama anak-anak dan remaja korban depresi akibat kehancuran rumah tangga.

Sebuah keluarga yang semula utuh lalu tiba-tiba bercerai atau salah satunya meninggal dunia menjadi awal malapetaka bagi anak-anak. Anak-anak yang mendapatkan ibu tiri dari ayah yang menikah lagi atau sebaliknya menciptakan keruwetan demi keruwetan ketidaksiapan mental dan kedewasaan ketika sebuah keluarga baru kembali dibentuk.

Sang ayah dan ibu yang setiap saat bertengkar dan menganggap anak adalah pemantiknya sebab dituduh malas, sering mengurung diri di kamar, tidak akur dengan keluarga ibu/ayah baru, menimbulkan ketakutan-ketakutan akut.

Fenomena depresi remaja itu dibawa Solehah Hasanah melalui pendekatan teater ekspresionisme yang langsung menyentuh pikiran dan perasaan penonton, terutama mereka yang mengalami kasus kehidupan yang sama.

Beberapa perempuan di tengah kursi penonton terdengar terisak menahan tangis ketika adegan demi adegan dimainkan dua aktor utama di tengah panggung. Aktor remaja perempuan (Siti Nuratikah) dan aktor remaja laki-laki (Pajar Muliah Jambak) sahut-bersahut memekikkan perasaan keduanya sebagai anak korban depresi.




Aktor laki-laki terlibat perdagangan narkoba sekaligus menjadi pemakainya. Ia dikejar-kejar polisi dan selalu mendapatkan ancaman pembunuhan dari para bandar narkoba jika ia tak berhasil menjual barang haram itu.

Sementara aktor perempuan menjadi gadis nakal demi bertahan hidup. Ia menjadi pelakor dan merusak rumah tangga laki-laki hidung belang yang memakai jasanya, juga menjadi pekerja seks komersial (PSK) dengan upah jutaan. Namun, di sudut hatinya ia berontak atas pekerjaannya itu. Ia iba terhadap istri-istri yang ia rebut suaminya, juga iba kepada anak-anak mereka.

Kemudian, ia memilih bekerja menjadi buruh cuci di sebuah laundry tapi gajinya tak lebih dari Rp900 ribu. Sementara, kebutuhan hariannya melebihi upah itu.

Kedua aktor memainkan perannya dengan cukup baik meski deru napas yang keluar dari mikrofon telinga cukup mengganggu sepanjang pertunjukan.

Sisi yang membawa sentuhan mendalam adalah ketika kedua aktor meneriakkan dan memanggil-manggil ibu mereka yang telah tiada. Sebagai anak tertua, keduanya sangat bertanggung jawab kepada adik-adik mereka dan tak ingin penderitaan yang sama terulang lagi. Tapi di satu adegan aktor perempuan menyebutkan adik-adiknya akan lebih hancur hidupnya dari dirinya jika tak dapat terselamatkan.

Tentu saja, banyak pesan moral yang dibawa sutradara dalam teaternya itu, terutama upaya memberi pemahaman dan penyadaran kepada penonton tentang bahaya depresi dan pentingnya peran orang tua saat membangun sebuah mahligai rumah tangga serta mendidik anak-anaknya.

Tidak saja monolog demi monolog, pertunjukan itu menambah menarik ketika produksi dan artistiknya dikombinasikan dengan empat jenis seni, yaitu video, musik, tari, dan drama.




Pertunjukan dibuka dengan penampilan tari ekspresif yang indah dibawakan tiga penari, dua perempuan satu laki-laki. Gerakan-gerakan tari itu menyimbolkan makna pergaulan remaja laki-laki dan perempuan, baik normal, dan perilaku menyimpang, meski diperankan dengan samar.

Tentu saja, garapan teater "Bekas Luka" menjadi sempurna karena keterlibatan banyak pihak, terutama tim produksi dan artistik yang berjumlah 45 orang.

“Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dan menyukseskan tugas akhir saya ini,” kata Solehah Hasanah, haru.

Dosen Pembimbing Sulaiman Juned menyampaikan ucapan selamat kepada Solehah Hasanah dan tim karena telah bersungguh-sungguh menggarap pertunjukan itu.

“Alhamdulillah, dua orang Magister Seni dari Kuflet hari ini telah meraih gelar Magister Seni Penciptaan Teater, yaitu Solehah Hasanah Nasution, M.Sn. dan Penciptaan Seni Fotografi Ichsan Saputra, M.Sn. Selamat. Semoga ilmunya berguna bagi pencerdasan anak bangsa,” kata Sulaiman Juned.

Seiring dengan pertunjukan teater “Bekas Luka”, di ruang pintu masuk Gedung Pertunjukan Hoerijah Adam digelar Pameran Fotografi Ekspresi dengan objek permainan anak-anak memanfaatkan medium katembat.

Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Fotografi Ichsan Saputra yang menghelat pameran juga berhasil meraih gelar Master Seni (M.Sn.) atas garapan tugas akhirnya itu. (*)
×
Kaba Nan Baru Update