Notification

×

Iklan

Iklan

Ekosistem Desa Memaknai Nilai Warisan Dunia

29 Juli 2024 | 22:44 WIB Last Updated 2024-07-29T16:04:07Z


Pasbana - Indonesia adalah negara di Asia Tenggara dengan jumlah situs warisan dunia terbanyak yang diakui oleh UNESCO, yaitu Candi Borobudur, Taman Nasional Komodo, Candi Prambanan, Taman Nasional Ujung Kulon, Situs Manusia Purba Sangiran, Taman Nasional Lorentz, Hutan Hujan Tropis Sumatera, Sistem Subak Bali, Sumbu Filosofi Yogyakarta, dan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS).

Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan (PPK) Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek pada tahun 2024 mengadakan program kegiatan Penguatan Ekosistem Kebudayaan di Desa-desa Kawasan Warisan Dunia. 

Kegiatan ini merupakan respons riil tindak lanjut penetapan Situs-situs Warisan Budaya Dunia. Dengan desa sebagai elemen penting penyusun ensiklopedi sosial, lumbung keanekaragaman budaya, ilmu pengetahuan, dan kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun, bentuk dan wujud aktivasi serta pemaknaan warisan dunia dimaksudkan sebagai kontekstualisasi nilai yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan masyarakat.




Sebagai tahapan awal, kegiatan berupa Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) tematik dalam Penguatan Ekosistem Kebudayaan di Desa-desa Kawasan Warisan Dunia berlangsung di Nagari Sumpur, Tanah Datar, Sumatera Barat, dari tanggal 29 hingga 31 Juli 2024. 

Kegiatan ini diikuti oleh daya desa dan daya warga dari 11 desa (nagari) di Kabupaten Padang Pariaman dan Tanah Datar yang terletak di jalur WTBOS.

Sebelumnya, kegiatan serupa telah dilaksanakan di Kota Solok dari tanggal 1 hingga 3 Juli 2024, diikuti oleh daya desa dan daya warga dari 11 desa (nagari) di Kabupaten Solok dan Kota Sawahlunto. Secara keseluruhan, ada 22 desa (nagari) di Kawasan WTBOS yang menjadi lokus dari program ini di provinsi Sumatera Barat.

Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) tematik merupakan komponen esensial dalam upaya penguatan ekosistem kebudayaan di desa atau nagari di kawasan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS), khususnya di Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok, dan Kota Sawahlunto. 

Program ini diharapkan menjadi bekal bagi daya desa dan daya warga untuk menggali dan memperkuat narasi lokal serta memberdayakan masyarakat di desa atau nagari masing-masing melalui pemahaman yang lebih mendalam tentang WTBOS. Selain itu, DKT memberikan ruang bagi daya desa dan daya warga untuk melakukan refleksi kritis terhadap sejarah dan nilai penting WTBOS. 

Melalui kegiatan ini, daya desa dan daya warga diharapkan mampu menggerakkan komunitas lokal untuk memahami dan mengapresiasi nilai-nilai Outstanding Universal Values (OUV) dan memori kolektif yang melekat pada jalur WTBOS. Dalam konteks ini, potensi Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) yang terdapat di desa-desa kawasan warisan dunia tersebut menjadi penentu identitas yang harus diangkat, dipertahankan, dan dikembangkan.




Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan ini adalah Rahmat Gino Sea Games (Tim Penyusun Dossier WTBOS), Sudarmoko (Ruang Kerja Budaya), Akhmad Khairudin (Kolektif Hysteria), Randi Raimena (Garak.id), Roni Keron (Legusa Festival), dan Kusen Alipah Hadi dari Koalisi Seni Indonesia, bersama fasilitator Mahatma Muhammad dan Albert Rahman Putra. 

Materi diskusi dalam DKT mencakup objek pemajuan kebudayaan, nilai-nilai OUV, dan memori kolektif di jalur WTBOS, serta invensi warisan budaya dan upaya membangun narasi serta festival berbasis warga.

Pembahasan ini penting karena menggali berbagai aspek yang menjadi landasan identitas budaya lokal. Nilai-nilai OUV dan memori kolektif di jalur WTBOS memiliki makna yang sangat dalam bagi komunitas masyarakat setempat. Menggali lebih dalam tentang nilai-nilai ini membantu memperkuat masyarakat untuk melihat betapa pentingnya warisan budaya mereka di mata dunia. Namun, refleksi kritis harus dilakukan terhadap bagaimana memori kolektif ini dikonstruksi dan disampaikan.

Direktur PPK, Irini Dewi Wanti, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan menjadikan pemaknaan atas WTBOS berbasis pada kesadaran identitas dan eksistensi komunal masyarakat. Pada saat yang sama, tambah Irini, kegiatan ini membuka kemungkinan optimalisasi potensi wilayah secara riil, kontekstual, dan visioner, dengan tetap berdasar pada logika kesadaran masyarakat mengenai nilai warisan budaya dunia yang ada di sekitar mereka. 

Semua itu diharapkan bisa membuka perspektif dan kesadaran akan sebuah gerakan bersama dalam usaha pelindungan sekaligus pewarisan kebudayaan berbasis nilai warisan budaya dunia yang menyatukan, menguatkan, dan bisa menyejahterakan semua kepentingan sebagai sebuah ekosistem.(*) 

PILKADA 50 KOTA




×
Kaba Nan Baru Update