Sijunjung, pasbana - Suasana penuh semangat dan antusiasme tampak di aliran Sungai Batang Kariang, Nagari Kamang, Kecamatan Kamang Baru, ketika Bupati Sijunjung Benny Dwifa Yuswir, S.STP, M.Si, secara resmi membuka lubuk larangan pada Senin pagi ini.
Lubuk larangan adalah kawasan yang disepakati oleh masyarakat setempat untuk tidak mengambil ikan dengan cara apa pun, apalagi yang dapat merusak lingkungan sungai. Kesepakatan ini diatur dalam hukum adat dan diperkuat dengan peraturan nagari, menjadikannya contoh nyata dari kearifan lokal yang masih terjaga hingga kini.
Pada acara pembukaan, masyarakat dari berbagai penjuru berdatangan untuk berburu ikan, memanfaatkan momen yang jarang terjadi ini. Bupati Benny Dwifa Yuswir mengapresiasi usaha masyarakat dalam menjaga kearifan lokal serta pelestarian lingkungan.
"Dengan dibukanya lubuk larangan ini, diharapkan dapat memenuhi ketahanan pangan bagi masyarakat serta meningkatkan protein hewani untuk generasi penerus bangsa," ujarnya. Beliau juga mengimbau masyarakat setempat untuk terus menjaga ekosistem aliran sungai.
Selain itu, mantan Wali Nagari setempat, Syafri, menjelaskan bahwa gagasan lubuk larangan ini bertujuan untuk memberdayakan kekayaan alam yang ada di Nagari Kamang. Hingga kini, uang karcis yang terkumpul mencapai Rp 21 juta, yang akan digunakan untuk melanjutkan pembangunan masjid yang terbengkalai.
Penutupan lubuk larangan dijadwalkan pada Rabu, 24 Juli 2024. Momen ini tidak hanya menjadi ajang berburu ikan bagi masyarakat, tetapi juga sebagai wujud nyata dari upaya pelestarian lingkungan dan pemberdayaan ekonomi lokal.
Lubuk larangan merupakan salah satu tradisi yang masih dipertahankan di berbagai daerah di Indonesia. Tradisi ini tidak hanya berfungsi sebagai upaya pelestarian lingkungan, tetapi juga sebagai bentuk pengaturan sosial dan ekonomi masyarakat. Melalui kesepakatan bersama, masyarakat dapat menjaga kelestarian ekosistem sungai dan memanfaatkannya secara berkelanjutan.
Pembukaan lubuk larangan memberikan dampak positif bagi ketahanan pangan masyarakat setempat. Dengan tersedianya sumber protein hewani yang melimpah, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Selain itu, pendapatan dari karcis masuk juga dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur desa, seperti masjid, yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Dengan semakin banyaknya masyarakat yang sadar akan pentingnya menjaga lingkungan, diharapkan tradisi lubuk larangan ini terus terjaga dan diterapkan di berbagai daerah lain. Pelestarian lingkungan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat. Semoga langkah ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain untuk menggabungkan kearifan lokal dengan pelestarian lingkungan demi kesejahteraan bersama.(rel/bd)