(Sebuah Catatan Ringan)
Oleh : Ibnu Asis
Pasbana - The Dream Land of Sumatera. Menjadi tanah impian di Pulau Sumatera. Begitulah jargon pariwisata Bukittinggi yang akhir-akhir ini acap kali didengung-dengunkan dan bahkan kita dengar bersama-sama. Namun, yang kemudian menjadi pertanyaan mendasar adalah ; “Apakah mungkin jargon tersebut benar-benar akan bisa diwujudkan ?”.
“Dan akankah impian itu semakin mendekati kenyataan ?”. Maka diantara jawaban yang akan mendukung eksistensi Bukittinggi sebagai Kota Wisata sekaligus memantapkan posisi Kota Sanjai ini sebagai salah satu destinasi utama/unggulan pariwisata di wilayah bagian barat Indonesia yang diperhitungkan tidak saja di dalam negeri melainkan sampai ke mancanegara adalah; diperlukan terobosan dan kreasi baru terkait kepariwisataan di Kota Bukittinggi.
Diantara wacana dan upaya terobosan baru tersebut yang mungkin dapat segera diinventarisisasi untuk secepatnya dieksekusi/dicarikan solusinya oleh Pemerintah Kota Bukittinggi dan stakeholder terkait bidang pariwisata adalah sebagai berikut :
Membuat objek wisata baru
Terobosan baru ini sangat penting dipertimbangkan, mengingat seluruh objek wisata yang ada di Kota Bukittinggi saat ini relatif masih merupakan objek wisata alam atau buatan yang tergolong sudah berumur sangat tua (lebih dari setengah abad). Ibarat manusia, jika kurang pandai “berbenah dan berhias” pada usia tersebut, maka kerut-keriput pada permukaan wajah dan bagian tubuh akan semakin sangat jelas terlihat, yang mungkin saja akan mengakibatkan menurunnya “selera” berkunjung para calon wisatawan ke Bukittinggi.
Oleh karenanya, keberadaan suatu objek wisata baru, baik yang bersifat kolosal maupun non kolosal, selain diharapkan akan menambah “variasi dan alternatif baru” yang dapat menawarkan daya tarik baru kepada calon pengunjung, juga diharapkan akan menjadi “ikon” baru bagi wisata di Kota Sanjai ini.
Hal ini tentunya dapat diwujudkan sepanjang telah melewati kajian yang komprehensif integral dan lintas sektoral berdasarkan tingkat kebutuhan pariwisata di Kota Wisata ini. Dengan mempertimbangkan kemungkinan mengundang investor yang berkompeten di bidang pariwisata atau bahkan jika terobosan ini dikelola sendiri oleh pemerintah kota, maka tentunya kemampuan keuangan daerah yang terpapar dalam APBD Kota setiap tahunnya, harus menjadi bahan pertimbangan prioritas pertama dan utama.
Mempromosikan Wisata Edukatif
Alhamdulillah sampai saat ini Kota Bukittinggi telah memiliki beragam aset wisata yang berpotensi untuk dipromosikan dan dikembangkan menjadi objek wisata edukatif, disamping objek wisata yang sudah ada tentunya. Satu diantaranya yaitu museum rumah kelahiran Bung Hatta yang berlokasi di Jalan Soekarno – Hatta Pasar Bawah. Rumah lama yang sangat bersejarah itu sempat roboh pada tahun 1960 silam.
Namun atas gagasan cerdas Ketua Yayasan Pendidikan Bung Hatta, rumah kelahiran Bung Hatta tersebut dibangun kembali dengan mempedomani arsitektur aslinya pada bulan November tahun 1994 dan diresmikan pada tanggal 12 Agustus 1995 atau bertepatan dengan peringatan milad (hari lahir) Bung Hatta yang ke-93 tahun dan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-50 tahun.
Potensi wisata eduaktif berikutnya adalah adalah Gedung Perpustakaan Proklamator Bung Hatta yang berlokasi di Komplek Pemerintah Kota (Pemko) Bukittinggi di Bukit Gulai Bancah Kecamatan Mandiangin Koto Selayan. Gedung perpustakaan ini dibangun atas bantuan dana APBN dan diresmikan oleh Presiden RI Bapak Soesilo Bambang Yoedoyono pada tahun 2007 lalu.
Sebagaimana kita ketahui, di Indonesia hanya ada 2 (dua) buah Gedung Perpustakaan Proklamator, satu yang lainnya adalah Gedung Perpustakaan Proklamator Ir. Soekarno yang terletak di Kota Blitar Jawa Timur dan telah dibangun serta diresmikan lebih awal. Kedua perpustakaan proklamator ini terkoneksi langsung dengan Perpustakaan dan Arsip Nasional Republik Indonesia di Jakarta.
Selanjutnya adalah Museum Saintifik Alam Bawah Tanah (Musabata) yang terintegrasi dengan bangunan utama Gedung Perpustakaan Proklamator Bung Hatta. Museum ini terselenggara atas kerjasama Pemko Bukitttingi dengan Jurusan Geologi dan Geofisika Institut Teknologi Bandung (ITB).
Keunikan museum ini karena menawarkan berbagai khazanah keilmuan di bidang geologi, geofisika dan benda-benda purbakala. Ditambah lagi dengan adanya satu ruangan teater 3 (tiga) Dimensi, yang khusus dipergunakan untuk menayangkan film-film dokumenter tentang penciptaan alam raya dan manusia serta film-film sejarah lainnya.
Satu lagi potensi wisata edukatif bernuansa sejarah yang perlu terus dipromosikan adalah Museum Perjuangan Tri Daya Eka Dharma yang terletak di Jalan Panorama depan objek wisata Taman Panorama dan Lobang Jepang. Dan bukan hal yang mustahil jika di kemudian hari, Pemko Bukittinggi menggagas pembangunan Museum khusus sejarah, budaya dan adat Bukittinggi sebagai aset baru di bidang Permuseuman di Sumatera Barat.
Juga yang tidak boleh dilupakan adalah objek wisata eduaktif tugu Polisi Wanita (Polwan) yang terletak diantara Jalan Sudirman dan Jalan M. Syafe’I simpang stasiun. Tugu Polwan ini dibangun sebagai dedikasi tinggi atas peran-serta dan kontribusi Polwan dalam upaya perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dan peran sosial kemasyarakatannya hingga saat ini. Dan Kota Bukittinggi dahulunya dipilih sebagai tempat bermulanya pendidikan Polwan pertama di Indonesia, tepatnya pada tanggal 1 September 1948.
Pengembangan Wisata Religi
Perlu dipikirkan secara serius dan sungguh-sungguh, upaya pengembangan wisata religi (rohani) dan studi pesantren di Kota berhawa sejuk ini. Setidaknya hal ini untuk menjawab suatu realitas bahwa kota ini beserta daerah hinterland-nya sangat kaya dengan peninggalan sejarah dan jejak religi para ulama dan pesantren termasyhur serta surau/mesjid tempo dulu. Bahkan jika memungkinkan, konten wisata religi yang dimaksud juga dapat mengakomodir perpaduan antara objek keindahan alam yang ditawarkan dengan keagungan Allah Swt sebagai zat Yang Maha Pencipta.
Agar tercapai salah satu tujuan pariwisata yang didambakan yaitu rekreasi. Maknanya adalah kembali berkreasi dengan seluruh mukjizat penciptaan alam semesta oleh Sang Kreator Sejati, Allah Swt. Disamping itu, pengembangan wisata religi ini juga dapat dikolaborasikan dengan beragam paket pelatihan organisasi, pembentukan karakter, kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, sosial dan lain-lain.
Pengembangan Wisata Kuliner
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kuliner telah menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan dari entitas aktivitas pariwisata. Maka, pengelolaan dan pengembangan produk kuliner lokal yang khas dan memiliki cita-rasa unik diharapkan akan menambah daya tarik tersendiri bagi para calon “penikmat” hidangan kuliner tersebut. Di samping karena dapat memenuhi unsur kelezatan secara “organoleptik”, kuliner lokal tersebut juga diharapkan mengandung unsur gizi dan vitamin yang cukup menyehatkan dan menguatkan raga.
Selanjutnya, upaya terpadu penataan kawasan kuliner tradisional malam secara “holistik”, seperti di Jalan M. Syafe’i Kawasan Stasiun, Jalan A. Yani Kampung Cina dan Kawasan Pasar Banto menjadi suatu keniscayaan yang mesti segera diwujudkan oleh Pemko Bukittinggi. Mengapa tidak. Karena tentunya kita mengharapkan bahwa kawasan kuliner tradisonal malam itu tidak saja akan menyuguhkan beragam hidangan yang lezat dan nikmat. Di sisi lain juga akan memberikan sensasi kenyamanan dan keamanan bagi para para pengunjungnya.
Optimalisasi Wisata MICE
Agenda Meeting, Incentive, Convention dan Exhibition atau lebih populer dengan akronim MICE belakangan ini telah menjadi aktivitas kolektif pada suatu instansi atau institusi yang menyatu dengan kegiatan pariwisata. Ibarat kata pepatah ; “Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui”. Artinya, bagi setiap peserta MICE disamping melaksanakan agenda instansi atau institusinya, juga berhak menikmati agenda pariwisata sebagai suplemen tambahan.
Dengan beragam sarana akomodasi dan fasilitas pendukungnya yang berada di Kota Sanjai ini, rasanya menjadi sangat penting bagi Pemko Bukittinggi untuk segera meningkatkan performa fasilitas umum dan sarana utilitas Kota lainnya dalam rangka mendukung kesuksesan Wisata MICE tersebut.
Regulasi Kepariwisataan
Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan mengamanatkan bahwa setiap daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota) dapat menetapkan regulasi berupa peraturan daerah (perda) tentang kepariwisataan. Dimana Perda dimaksud adalah implementasi dari Rencana Induk Pembangunan Pariwisata (RIPP) yang mesti disiapkan terlebih dahulu oleh stakeholder yang memiliki tugas pokok dan fungsi pengelolaan kepariwisataan.
Alhamdulillah, atas persetujuan bersama antara Pemko Bukittinggi dan DPRD Kota Bukittinggi, pada trimester akhir tahun 2019 lalu telah ditetapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Kota Bukittinggi tahun 2019 – 2025 menjadi Perda. Dimana setelah melalui fasilitasi oleh Gubernur Sumatera Barat pada trimester pertama tahun 2020, saat ini kita masih menunggu proses pengundangannya untuk ditempatkan ke dalam lembaran daerah Kota Bukittinggi.
Dengan demikian diharapkan bahwa regulasi terkait akan menjadi landasan hukum untuk dibentuknya regulasi baru berkenaan dengan Pengelolaan Kepariwisataan. Oleh karenanya, dengan regulasi itu akan memberikan peluang kepada Pemko Bukittinggi untuk mengatur sendiri model, bentuk dan jenis pariwisata yang akan dikelola dan dikembangkan lebih lanjut. Di sisi lain, dengan regulasi dimaksud, Kota Wisata ini dapat mengadopsi dan mengembangkan kearifan lokal berupa adat-istiadat atau budaya yang telah ada dan tumbuh sebelumnya.
Maka ke depan, dengan lahirnya kumpulan regulasi tentang kepariwisataan ini, Kota Bukittinggi diharapkan akan mampu mengekspresikan jati dirinya secara proporsional dan professional sebagai destinasi wisata yang menjunjung tinggi norma-norma adat-istiadat atau budaya dan Agama. Sebagaimana falsafah luhur “rang” Minangkabau; adat basandi syara, syara basandi kitabullah. Wisata yang berbudaya, bermartabat dan bermanfaat.
Jika keenam hal di atas dapat diwujudkan secara gradual dan konsisten sesuai realitas sosio kultural dan kemampuan keuangan daerah, barangkali jargon pariwisata Bukittinggi di atas layak dipertahankan dan bahkan akan menjadi kenyataan. The Dream Land of Sumatera. Semoga. (*)