Pariaman, pasbana – Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP) berhasil mengidentifikasi 12 jenis mamalia laut di Kawasan Konservasi Pulau Pieh dan laut sekitarnya, Kota Pariaman, Sumatera Barat. Temuan ini mencakup delapan spesies lumba-lumba dan empat jenis paus yang hidup di perairan konservasi tersebut.
Yuwanda Ilham, Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir Ahli Muda dari Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional (LKKPN) Pekanbaru, menyampaikan bahwa identifikasi ini merupakan bagian dari upaya penelitian dan konservasi yang terus dilakukan di kawasan tersebut. “Total ada 12 jenis mamalia laut, terdiri dari delapan spesies lumba-lumba dan empat jenis paus,” ungkapnya dalam pernyataan yang disampaikan pada Senin (21/10/2024).
Salah satu spesies yang ditemukan adalah paus omura atau dikenal dengan sebutan paus gembala laut (Balaenoptera omurai). Mamalia laut ini, meskipun jarang terlihat, menambah kekayaan biodiversitas perairan Sumatera Barat. Selain paus omura, spesies lain yang teridentifikasi antara lain lumba-lumba hidung botol, lumba-lumba pemintal kerdil, lumba-lumba fraser, serta paus pembunuh palsu dan paus bryde.
Kawasan Konservasi Pulau Pieh kini menjadi fokus penelitian lebih mendalam terkait keberagaman spesies yang ada. Penelitian tersebut tidak hanya bertujuan untuk mendata jenis mamalia laut, tetapi juga mendukung pengembangan ilmu pengetahuan tentang flora, fauna, serta ekosistem yang hidup di perairan tersebut.
Yuwanda Ilham menambahkan bahwa penelitian lanjutan sangat penting untuk memastikan keberlanjutan ekosistem laut dan melindungi keberadaan mamalia laut di kawasan ini. “Penelitian lanjutan akan dilakukan untuk mengidentifikasi lebih detail spesies yang ada, serta mendukung pengembangan ilmu pengetahuan tentang flora, fauna, dan ekosistem di kawasan ini,” ujarnya.
Keberlanjutan ekosistem di kawasan ini menjadi prioritas, mengingat insiden paus yang terdampar dan ditemukan mati pada September 2024 di kawasan konservasi. Meski belum bisa dipastikan apakah paus tersebut berasal dari perairan lain atau merupakan penghuni lokal, temuan ini mendorong pentingnya penelitian berkelanjutan untuk memahami dinamika ekosistem.
Kawasan Konservasi Pulau Pieh tidak hanya meliputi Pulau Pieh, tetapi juga beberapa pulau kecil lainnya, seperti Pulau Bando, Pulau Toran, Pulau Air, dan Pulau Pandan. Semua pulau ini termasuk dalam kawasan konservasi yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
Sejak tahun 2009, pengelolaan kawasan ini berada di bawah KKP melalui LKKPN Pekanbaru. Sebelumnya, kawasan konservasi ini berada di bawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pergeseran pengelolaan ini menegaskan pentingnya peran KKP dalam melindungi keanekaragaman hayati laut Indonesia, khususnya di wilayah Sumatera Barat.
Kawasan ini diharapkan menjadi contoh keberhasilan dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut serta menjadi sumber pengetahuan bagi penelitian ilmiah dan pelestarian mamalia laut. Dengan demikian, upaya konservasi di Kawasan Konservasi Pulau Pieh tidak hanya penting bagi lingkungan setempat, tetapi juga bagi masa depan keanekaragaman hayati laut Indonesia.
Identifikasi ini memberikan harapan besar bagi keberlanjutan dan perlindungan mamalia laut di Indonesia. Upaya ini tidak hanya menjadi bagian dari tanggung jawab pemerintah, tetapi juga memerlukan dukungan dari masyarakat dan berbagai pihak untuk menjaga kekayaan alam bawah laut yang dimiliki negeri ini.
“Ini adalah langkah awal dari banyak upaya lain yang harus kita lakukan untuk memastikan bahwa spesies-spesies ini tetap lestari dan ekosistem laut tetap terjaga,” tutup Ilham.Makin tahu Indonesia. (Ant/rel)