Notification

×

Iklan

Iklan

Mengenal Tradisi Bakayu dan Mangampiang: Kearifan Lokal yang Menghangatkan Duka di Batipuah Ateh

30 Oktober 2024 | 11:24 WIB Last Updated 2024-10-30T04:24:31Z


Tanah Datar, pasbana - Di tengah kehangatan persaudaraan Nagari Batipuah Ateh, Kecamatan Batipuah, Kabupaten Tanah Datar, terdapat tradisi unik yang menjadi simbol empati dan gotong royong saat ada keluarga yang berduka. Tradisi ini dikenal sebagai bakayu dan mangampiang, kegiatan turun-temurun yang tak hanya menunjukkan belasungkawa, tetapi juga menjaga rasa persatuan di tengah masyarakat.

Apa Itu Tradisi Bakayu?


Bakayu memiliki makna tersendiri, baik secara harfiah maupun simbolis. Dalam tradisi ini, para laki-laki dari pihak keluarga besar dan masyarakat setempat datang untuk bertakziah dengan membawa kapak atau mesin pemotong. 

Mereka menuju ladang keluarga yang sedang berduka, menebang pohon, lalu membawa kayu tersebut ke halaman belakang rumah keluarga yang ditinggalkan. Kayu tersebut kemudian dipotong-potong menjadi kayu bakar yang akan membantu kebutuhan dapur keluarga, meringankan beban mereka di masa duka.

Lebih dari sekadar menyiapkan kayu bakar, bakayu menyiratkan makna gotong royong yang dalam. Masyarakat berusaha membantu meringankan beban keluarga yang kehilangan anggota tercinta, menghibur mereka lewat perhatian dan tindakan nyata. Ada juga mitos yang mengatakan bahwa dahulu, ketika masyarakat masih menganut agama Hindu,  bakayu dilakukan sebagai persiapan membakar jenazah. 

Namun, seiring berkembangnya agama Islam, tradisi ini berubah menjadi dukungan untuk kebutuhan dapur keluarga. Kini, walaupun jarang dilakukan, , bakayu tetap menjadi simbol kebersamaan yang menghangatkan hati.


Tradisi Manyiriah Rokok: Tanda Silaturahmi di Tengah Duka


Selain , bakayu, ada pula tradisi manyiriah rokok—tradisi di mana para laki-laki bergantian menyalami keluarga yang berduka sambil memberikan sebatang rokok. Tindakan sederhana ini bukan hanya simbol belasungkawa, tetapi juga bentuk penghormatan dan permintaan maaf kepada keluarga yang ditinggalkan. Kebiasaan ini muncul dari kedekatan budaya masyarakat dengan rokok, yang bagi sebagian orang menjadi sarana mempererat persahabatan. 

Meski terkesan sederhana, manyiriah rokok memiliki makna yang mendalam sebagai simbol solidaritas di tengah kehilangan. Tradisi ini menunjukkan bahwa persahabatan dan rasa kekeluargaan tak pernah terputus meski salah satu dari mereka telah tiada.


Mangampiang: Kekuatan Perempuan dalam Kebersamaan


Di sisi lain, kaum perempuan berperan dalam tradisi mangampiang. Mereka datang beramai-ramai untuk menyangrai dan menumbuk beras ketan, lalu mencampurnya dengan kelapa parut dan gula aren, menjadi kudapan yang dikenal sebagai ampiang. Selain sebagai bentuk penghormatan dan rasa belasungkawa, mangampiang juga menjadi sarana bagi para perempuan untuk membantu keluarga yang ditinggalkan dengan menyediakan makanan sederhana namun berarti.

Ampiang dipilih karena bahannya mudah didapat, sederhana, dan tidak memberatkan keluarga. Kehadiran mereka menjadi dukungan emosional yang kuat, serta menunjukkan bahwa duka tak harus dipikul sendirian.

Menjaga Tradisi di Tengah Modernitas


Meski zaman telah berubah, masyarakat Batipuah Ateh tetap berusaha menjaga tradisi bakayu dan mangampiang. Peran Kerapatan Adat Nagari (KAN) bersama tim safari ramadhan aktif dalam mensosialisasikan nilai-nilai adat kepada generasi muda, menjelaskan betapa pentingnya nilai gotong royong ini di tengah arus modernitas. Pemerintah kecamatan pun tak ketinggalan, menyelenggarakan pameran budaya yang menampilkan tradisi ini di tingkat kabupaten.

Tradisi bakayu dan mangampiang bukan hanya rangkaian kegiatan, tetapi simbol bahwa duka yang dirasakan satu keluarga adalah duka bersama. Di sinilah kearifan lokal berbicara, mengingatkan kita bahwa kebersamaan dan tolong-menolong adalah fondasi yang memperkuat masyarakat.Makin tahu Indonesia.
(budi)

PILKADA 50 KOTA




×
Kaba Nan Baru Update