Puncak Pato, sebuah lokasi bersejarah di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, disebut sebagai salah satu pusat peradaban Minangkabau. Namun, meski menyimpan sejarah penting dalam falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), kawasan ini masih minim peminat wisatawan. Bagaimana rencana untuk membangkitkan potensi ekowisata Puncak Pato?
Tanah Datar, pasbana – Puncak Pato, yang menjadi saksi sejarah ditandatanganinya filosofi adat Minangkabau, Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), menyimpan kekayaan budaya yang tak ternilai. Meski demikian, Ketua Tim Penyusunan Proposal Rekacipta Ekowisata Terpadu Puncak Pato, Dr. Drs. H. Welya Roza, M.Pd, mengungkapkan bahwa kawasan ini masih jauh dari perhatian wisatawan, baik lokal maupun internasional.
“Sebagai lokalitas penting bagi Orang Minangkabau, Puncak Pato seharusnya dikembangkan dengan optimal,” ucap Welya dalam audiensi dengan Pjs. Bupati Tanah Datar, Arry Yuswandi, serta beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan tokoh adat di Gedung Indo Jolito, Batusangkar, Rabu (23/10). Ia menambahkan bahwa meskipun prasasti ABS-SBK telah dikukuhkan kembali pada 2018 oleh Pemerintah Daerah Tanah Datar bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan kaum adat, jumlah wisatawan yang datang masih sangat terbatas.
Data dari Dinas Pariwisata Sumatera Barat mencatat bahwa pada periode 2017-2018, pengunjung wisata ke Sumatera Barat mencapai 33.000 orang. Namun, jumlah ini menurun drastis di tahun 2022, hanya tercatat 10.000 pengunjung. Penurunan ini, menurut Welya, disebabkan oleh beberapa kendala yang dihadapi Puncak Pato.
“Salah satu hambatannya adalah fasilitas pendukung yang masih minim, seperti areal parkir yang terbatas, serta keberadaan rumput liar dan remaja yang sering beraktivitas tanpa pengawasan. Hal ini membuat wisatawan enggan berkunjung,” tambahnya.
Dalam upaya untuk mengatasi berbagai kendala tersebut, Welya mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengajukan proposal pengembangan destinasi Puncak Pato ke Pemerintah Pusat. Rencana yang diajukan mencakup model ekowisata terpadu berbasis konsep Serebu (Sejarah, Reliji, Ekonomi, dan Budaya), yang kini akan difokuskan pada pengembangan ekonomi hijau, ekonomi biru, pariwisata berkelanjutan, serta sektor kesehatan.
“Proposal ini akan mengusung konsep ekowisata terpadu dengan memperkuat aspek pariwisata, ekonomi, dan kesehatan, serta mengedepankan pelestarian budaya dan lingkungan,” jelas Welya. Proposal ini juga akan diajukan kembali dengan skema matching fund atau dana padanan dari Pemerintah Pusat untuk mendukung proyek strategis yang melibatkan lembaga pendidikan tinggi.
Pjs. Bupati Tanah Datar, Arry Yuswandi, menyambut baik rencana pengembangan tersebut. Ia menyatakan bahwa Tanah Datar harus menjadi pionir dalam pengembangan pariwisata berbasis agama dan budaya, terutama dengan mengangkat nilai sejarah dan religiusitas dari Puncak Pato.
“Pengembangan pariwisata Puncak Pato sangat tepat karena sejalan dengan falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, yang memadukan adat dan agama. Hal ini merupakan titik temu yang luar biasa bagi masyarakat Minangkabau,” ujarnya. Arry juga menegaskan bahwa secara nasional, falsafah ABS-SBK telah diakui secara resmi oleh negara, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2022.
Arry menambahkan bahwa selain Istano Basa Pagaruyung yang sudah menjadi ikon wisata budaya Sumatera Barat, Puncak Pato juga berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata sejarah dan budaya, mengingat relevansinya dengan nilai-nilai adat dan agama.
Puncak Pato memiliki peluang besar untuk menjadi destinasi wisata yang tidak hanya menawarkan keindahan alam, tetapi juga kekayaan sejarah dan budaya yang mendalam. Dengan adanya dukungan dari pemerintah daerah, masyarakat adat, dan pihak akademisi, diharapkan kawasan ini dapat menarik lebih banyak wisatawan dan turut mendongkrak perekonomian lokal.
Namun, upaya pengembangan ini tentu memerlukan perencanaan matang serta sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku industri pariwisata untuk mengatasi tantangan infrastruktur dan manajemen kawasan wisata yang ada. Dengan potensi besar yang dimiliki, Puncak Pato diharapkan mampu menjelma menjadi ikon wisata berbasis budaya dan religi di Tanah Datar, sekaligus menjadi saksi bisu kebesaran falsafah Minangkabau yang abadi.(bd)