Pasbana - Permainan tradisional di Indonesia kian hari kian jarang terlihat, seiring pesatnya perkembangan teknologi dan modernisasi. Salah satu permainan yang mulai ditinggalkan adalah sepak raga atau dalam bahasa Minang disebut sipak rago. Permainan ini dulunya sangat populer di kalangan masyarakat Minangkabau, namun kini mulai terlupakan, terutama di daerah perkotaan.
Sepak raga merupakan permainan yang dimainkan oleh 4 hingga 10 orang dalam formasi lingkaran di lapangan terbuka. Bola yang digunakan terbuat dari anyaman daun kelapa muda atau kulit rotan. Pemain mengoper bola dengan kaki tanpa membiarkannya jatuh ke tanah. Jika dibandingkan dengan sepak takraw, yang menggunakan jaring atau net seperti dalam bulu tangkis, sepak raga tidak memerlukan net. Para pemain hanya berdiri melingkar, dan ukuran lingkaran disesuaikan dengan jumlah pemain—semakin banyak pemain, semakin besar lingkaran yang dibentuk.
Tidak ada sistem penilaian resmi dalam sepak raga karena permainan ini tidak dirancang sebagai kompetisi. Fokusnya adalah pada keahlian pemain dalam menjaga bola tetap mengudara, mencerminkan teknik dan kelincahan mereka. Meskipun terlihat sederhana, permainan ini menuntut keseimbangan, ketangkasan, dan koordinasi yang baik.
Salah satu alasan menurunnya minat terhadap sepak raga adalah semakin kuatnya pengaruh teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak dan remaja saat ini lebih tertarik pada permainan modern yang ditawarkan melalui gawai dan konsol. Ragam pilihan yang luas dan grafis yang memukau dari permainan digital perlahan-lahan menggeser perhatian mereka dari permainan tradisional.
Menurut Sujarno (2011), pemanfaatan permainan tradisional sebagai media pembelajaran pada anak usia dini masih sangat terbatas. Kurangnya pemahaman akan dampak positif dari permainan tradisional terhadap perkembangan motorik, sosial, dan kognitif anak menjadi salah satu penyebabnya. Padahal, permainan seperti sepak raga dapat melatih kerjasama, disiplin, serta kemampuan fisik yang tidak kalah pentingnya dengan permainan modern.
Meskipun permainan ini semakin jarang ditemui, sepak raga masih dapat dijumpai di daerah pinggiran Kota Padang dan beberapa daerah lainnya di Sumatera Barat. Salah satu wilayah yang masih melestarikan permainan ini adalah Pauh IX, Kecamatan Kuranji, Kota Padang. Di sana, permainan ini masih dimainkan oleh kalangan dewasa, meskipun minat dari generasi muda terlihat sangat minim.
Dalam observasi yang dilakukan di Pauh IX, permainan sepak raga didominasi oleh pemain dewasa. Dari 7 orang yang terlihat bermain, 2 di antaranya sudah lanjut usia, sementara 5 lainnya berusia dewasa. Sayangnya, remaja yang ikut serta dalam permainan ini hampir tidak terlihat.
Zulkarnaini Rajo Basa, seorang tetua nagari sekaligus ahli dalam permainan sepak raga, mengungkapkan bahwa permainan ini sudah tergolong langka di banyak daerah. "Untuk wilayah Pauh IX, sepak raga masih digemari, terutama oleh kalangan orang dewasa. Tapi, minat dari remaja sangat rendah," ungkap Zulkarnaini.
Pendapat senada disampaikan oleh Nasrul Mansur Rajo Sampono, salah satu pemain sepak raga di daerah tersebut. Ia menyebut bahwa sepak raga masih sering dijadikan pertunjukan dalam acara-acara tertentu, seperti pembukaan pertandingan olahraga atau festival. "Permainan ini masih hidup, tapi hanya sebagai bagian dari acara-acara. Minat bermainnya sendiri, terutama di kalangan muda, sudah mulai menurun," ujarnya.
Meskipun tantangan zaman semakin besar, beberapa komunitas lokal mulai berupaya melestarikan sepak raga. Bahkan, permainan ini kini mulai diperlombakan di beberapa daerah. Grup-grup sepak raga yang muncul di Sumatera Barat menjadi harapan baru agar tradisi ini tetap hidup dan bisa dikenalkan kembali kepada generasi muda.
Sepak raga bukan sekadar permainan, tetapi bagian dari warisan budaya yang kaya akan nilai. Melalui permainan ini, generasi muda bisa belajar tentang kebersamaan, kerja sama, dan kebugaran fisik yang tidak kalah penting dibandingkan aktivitas modern.
Namun, jika upaya pelestarian tidak dilakukan secara serius, dikhawatirkan permainan ini akan hilang seiring waktu, hanya menyisakan cerita sejarah tanpa jejak di masa depan.(*)