Ahli hukum Universitas Andalas, Hengki Andora |
Padang, pasbana - Ahli hukum Universitas Andalas, Hengki Andora menilai dugaan politik uang yang viral di kota Payakumbuh bisa berujung panjang. Dia menilai bisa saja jika ini terbukti terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) akan membatalkan pencalonan pelaku politik uang sesuai dengan UU No. 10 Tahun 2016.
Menurutnya, politik uang merusak proses demokrasi elektoral, dan jika terus dibiarkan akan mengancam demokrasi secara keseluruhan.
"Politik uang ini seakan sudah dianggap kelaziman, tetapi sesungguhnya ini adalah merusak masa depan. Dalam UU No. 10 Tahun 2016, dijelaskan secara eksplisit larangan tentang menerima imbalan bagi penyelenggara dan pemilih, dan jika terbukti maka ada sanksi penjara dan denda," kata Hengki Andora kepada wartawan, Kamis (28/11) via android.
UU No. 10 Tahun 2016 Pasal 73 ayat (1) menjelaskan bahwa Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih.
Sedangkan pada Pasal 73 ayat (2) disebutkan calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Selain sanksi administrasi pembatalan paslon juga bisa dijatuhkan sanksi pidana.
Pada Pasal 187 A dijelaskan Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
"Sanksi yang diberikan sangat berat, hal ini membuktikan bahwa politik uang adalah perbuatan melawan hukum yang luar biasa bagi calon bisa dijatuhkan sanksi administrasi berupa pembatalan sekaligus sanksi pidana," jelas wakil dekan fakultas Hukum Unand ini.
Hengki meminta Bawaslu melalui Gakkumdu Payakumbuh bisa melihat persoalan ini secara objektif, sehingga demokrasi tidak dicederai dengan politik uang ini.
Buya Risman Muchtar |
Terpisah, buya Risman Muchtar kepada media ini via WAnya, Kamis 28 November 2024 mengaku terkejut tentang hasil sementara pemilihan calon walikota Payakumbuh. Menurutnya pasangan calon yang tidak diunggulkan dalam survei ternyata hanya berada pada urutan nomor 2 di bawah dari 5 pasang calon. Tapi ternyata menang telak dengan angka yang luar biasa. Ini suatu fenomena yang cukup aneh, perlu dikaji dan dibahas.
Saya termasuk salah seorang yang mengikuti debat pada putaran pertama dan melihat kemampuan pasangan tersebut menyampaikan dan menarasikan gagasannya. Terkesan paslon 03 tidak profesional dan anehnya menjadi pemenang hingga melampaui beberapa survei yang ada dan jauh lebih tinggi dari survei sebelumnya.
Nah ternyata dari video-video yang saya terima pun paslon itu diduga melakukan money politik dan diakui oleh beberapa ibuk-ibuk. Jika Bawaslu betul-betul melakukan tugasnya saya pikir ini akan terbongkar.
"Tentu sebagai masyarakat Payakumbuh yang sangat religi, kita tidak ingin negeri kita ini menjadi negeri yang mendapat musibah ulah pilkada dugaan main uang kali ini,"tegasnya. (BD)