Pasbana - Di tengah perbukitan hijau Pagaruyung, Sumatera Barat, berdiri megah Istana Silinduang Bulan. Bagi masyarakat Minangkabau, istana ini bukan sekadar bangunan bersejarah, tetapi simbol dari perjalanan panjang yang menghubungkan adat, budaya, dan darah antara Minangkabau dan Negeri Sembilan, Malaysia.
Dari sinilah Raja Malewar, seorang putra Minangkabau yang gagah bernama lengkap Sri Paduka Tuanku Raja Mahmud Syah Ibni Al-Marhum Sultan Abdul Djalil, memulai perjalanannya.
Pada tahun 1773, ia diutus untuk menjadi “Yang Dipertuan Besar” Negeri Sembilan, dan menjadi penguasa di sana hingga tahun 1795.
Sebuah perjalanan lintas laut yang pada zamannya adalah peristiwa luar biasa—mengukuhkan hubungan kekerabatan dan adat antara dua negeri.
Hubungan yang Terjalin Erat: Filosofi ‘Beraja ke Johor, Bertali ke Siak, dan Bertuan ke Minangkabau’
Bukan tanpa alasan Raja Malewar diutus ke semenanjung Malaysia. Falsafah hidup Minangkabau "Beraja ke Johor, Bertali ke Siak, dan Bertuan ke Minangkabau" memperkuat ikatan kekeluargaan antara Minangkabau dengan wilayah sekitar.
Dengan memiliki pemimpin yang berdarah Minangkabau, adat dan budaya Minangkabau tetap hidup dan berkembang di Negeri Sembilan hingga kini.
Bahkan, filosofi dan pepatah Minangkabau seperti "Biarlah mati anak daripada mati adat" menjadi pedoman hidup yang begitu dihargai.
Dengan semangat yang sama, masyarakat Negeri Sembilan tetap mempertahankan adat istiadat dan nilai-nilai Minangkabau. Sebuah adat yang kokoh dan tak tergerus waktu, “Tidak lapuk karena hujan, tidak lekang karena panas.”
Adat Minangkabau yang Bertahan di Negeri Sembilan: Dari Adat Berpatih hingga Adat Tumenggung
Keistimewaan lain yang masih bisa kita lihat di Negeri Sembilan adalah pengamalan Adat Berpatih dan Adat Tumenggung, dua bentuk adat yang berbeda namun saling melengkapi dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.
Adat Berpatih, yang diwariskan dari Minangkabau, mengutamakan keseimbangan dan pengaturan dalam tata cara hidup bermasyarakat. Sementara itu, Adat Tumenggung mengatur kehidupan yang lebih dekat dengan daratan semenanjung Malaysia.
Dengan sistem adat ini, masyarakat Negeri Sembilan masih mempertahankan nilai gotong royong, keseimbangan, dan prinsip musyawarah dalam memecahkan masalah.
Warisan yang Terus Hidup
Tak heran, hingga saat ini masyarakat Negeri Sembilan dengan bangga mengenalkan jati diri Minangkabau mereka—dari segi bahasa, makanan, hingga cara berpakaian.
Wisatawan yang datang ke Negeri Sembilan mungkin akan merasa seperti pulang ke kampung halaman di Sumatera Barat, karena ada kehangatan yang khas dan akrab dari adat Minangkabau di sana. Inilah bukti nyata bahwa adat dan budaya Minangkabau tidak pernah pudar meski zaman terus berubah.
Istana Silinduang Bulan menjadi saksi bisu dari hubungan erat ini. Bagi para pelancong yang ingin memahami lebih dalam tentang sejarah dan budaya Minangkabau, tak ada salahnya menjadikan Istana Silinduang Bulan sebagai destinasi. Di sinilah benang merah antara dua negeri dipintal, dan kisah persaudaraan abadi ini dimulai.(bd)