Notification

×

Iklan

Iklan

Menggali Sejarah Kubuang Tigo Baleh: Warisan Budaya dan Legenda Nagari Solok

30 November 2024 | 19:11 WIB Last Updated 2024-11-30T12:27:33Z


Pasbana - Solok, salah satu kawasan kaya budaya di Minangkabau, menyimpan sejarah panjang yang tak lekang oleh waktu. Dalam Tambo Minangkabau, wilayah ini dikenal dengan nama Kubuang Tigo Baleh, sebuah konfederasi adat yang menjadi bagian dari Luhak Tanah Datar. 

Uniknya, Solok tidak termasuk “rantau” yang membayar upeti kepada pusat kekuasaan, melainkan memiliki daerah rantau dan pesisirnya sendiri. Daerah rantau tersebut mencakup Alam Surambi Sungai Pagu (sekarang Solok Selatan), sementara pesisirnya mencakup Padang Luar Kota dan sebagian Pesisir Selatan.

Namun, dari mana asal-usul nama Kubuang Tigo Baleh? Dan bagaimana perjalanan sejarahnya memengaruhi dinamika adat serta budaya masyarakat hingga hari ini? 

Asal-Usul Kubuang Tigo Baleh


Nama Kubuang Tigo Baleh berasal dari kisah 73 orang yang bermigrasi dari daerah Kubuang Agam. Sebanyak 13 orang di antaranya menetap di wilayah yang kini menjadi Kabupaten dan Kota Solok. 




Mereka mendirikan nagari-nagari yang menjadi cikal bakal daerah ini. Sisanya, sebanyak 60 orang, melanjutkan perjalanan ke Lembah Gumanti, Surian, dan Muara Labuh.

Ke-13 orang tersebut membangun 13 nagari inti, yang kemudian dikenal sebagai Kubuang Tigo Baleh, yakni:
  • Solok
  • Selayo
  • Gantungciri
  • Panyakalan
  • Cupak
  • Muaropaneh
  • Talang
  • Saoklaweh
  • Guguak
  • Koto Anau
  • Bukiksileh
  • Dilam
  • Taruangtaruang

Nagari-nagari ini menjadi fondasi utama dalam sistem adat dan pemerintahan lokal. Seiring waktu, wilayah ini berkembang dengan adanya nagari pemekaran seperti Tanjuangbingkuang, Kotobaru, Bukiktandang, dan lainnya.



Meskipun jumlah nagari kini telah bertambah, nama Kubuang Tigo Baleh tetap digunakan sebagai simbol identitas dan persatuan.

Balai Adat Selayo: Pusat Penyelesaian Sengketa


Nagari Selayo memiliki peran sentral dalam Kubuang Tigo Baleh. Di sinilah berdiri Balai Nan Panjang Kubuang Tigo Baleh, balai adat yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa adat antar nagari. Selayo dianggap sebagai “bapak” dari seluruh nagari di konfederasi ini, sekaligus tempat para ninik mamak mencari keadilan.

Ungkapan adat, “Manyalasaikan nan kusuik, manjanihkan nan karuah,” menggambarkan tanggung jawab besar yang diemban oleh Balai Adat Selayo. 




Ketika suatu perkara tidak dapat diselesaikan di tingkat nagari, kerapatan adat di Selayo menjadi penengah terakhir.

Legenda Datuk Parpatih Nan Sabatang


Kisah Datuk Parpatih Nan Sabatang, salah satu tokoh penting dalam sejarah Kubuang Tigo Baleh, menambah kekayaan budaya daerah ini. Makamnya yang terletak di Munggu Tanah, Jorong Batu Palano, Nagari Selayo, menjadi situs bersejarah yang sarat dengan cerita dan legenda.

Dikisahkan bahwa Datuk Parpatih Nan Sabatang membawa tongkat dari Tanah Jawa, yang kemudian ditancapkan di perbatasan Nagari Solok dan Selayo. Tongkat ini, yang konon tumbuh menjadi pohon besar, melambangkan pesan mendalam kepada masyarakat untuk membangun nagari dengan adat yang kokoh.




Namun, akhir hidupnya menyisakan drama. Ketika Datuk Parpatih wafat, terjadi perselisihan antara masyarakat Selayo dan Silungkang mengenai tempat peristirahatan terakhirnya. Untuk menghindari konflik, masyarakat Selayo membuat makam palsu, yang akhirnya membuat pihak Silungkang menyerah. 

Ungkapan “Aka Solok, Budi Selayo” pun lahir dari peristiwa ini, menggambarkan kecerdikan orang Solok dan kebijaksanaan orang Selayo.

Pesan dan Warisan


Makam Datuk Parpatih Nan Sabatang tidak hanya menjadi tempat ziarah, tetapi juga saksi bisu sejarah yang terus hidup di tengah masyarakat. Pada tahun 1993, makam ini direnovasi dengan atap bagonjong, mencerminkan arsitektur khas Minangkabau. 

Hingga kini, makam tersebut dirawat dengan baik, lengkap dengan pusara pembantunya, Tumangguang dan Pangeran Rajo Bantan.

Tradisi masyarakat sekitar, yang dahulu sering menjadikan makam ini sebagai tempat berkaul, perlahan memudar seiring masuknya ajaran Islam yang lebih puritan. Namun, nilai-nilai yang diwariskan oleh Datuk Parpatih tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Kubuang Tigo Baleh.




Sejarah Kubuang Tigo Baleh merupakan cerminan kebijaksanaan dan kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi. Mulai dari struktur nagari, balai adat, hingga legenda yang menginspirasi, semuanya menggambarkan kekayaan budaya yang dimiliki oleh masyarakat Solok.

Dalam era modern, penting untuk terus menggali dan merawat warisan ini agar tetap hidup dan relevan, tidak hanya bagi masyarakat lokal, tetapi juga sebagai bagian dari identitas nasional. 

Sebab, di balik setiap nagari, terdapat cerita yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini, membentuk fondasi bagi masa depan. Makin tahu Indonesia. (Budi) 

IKLAN

 

×
Kaba Nan Baru Update