Lintau Buo Utara, pasbana – Upaya untuk melestarikan seni tradisi Minangkabau terus mendapat dorongan di Nagari Tapi Selo, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar. Tim Pengabdian dari Program Studi Seni Karawitan, Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, melatih masyarakat setempat dalam kesenian Dikia Rabano, sebuah tradisi yang mulai pudar di tengah-tengah masyarakat.
Kegiatan pengabdian yang berlangsung sejak Juli hingga Oktober 2024 ini dipimpin oleh Drs. Desmawardi, M.Hum., dengan didampingi oleh Prof. Dr. Andar Indra Sastra, M.Hum., Syafniati, M.Sn., dan Dr. Rafiloza, M.Sn. Tak hanya para dosen, dua mahasiswa, Azahara Putri dan Az Zahra Putri, turut berpartisipasi dalam pelatihan ini. Tujuannya adalah membangkitkan kembali minat masyarakat terhadap seni tradisional, terutama di kalangan anak muda.
“Melalui kegiatan ini, kami berharap seni tradisional dapat tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat, sekaligus memperkuat jaringan berkesenian di sekolah-sekolah dan di berbagai komunitas," jelas Desmawardi.
Program pengabdian ini tidak sekadar mengajarkan teknik-teknik Dikia Rabano, tetapi juga mengedukasi masyarakat tentang manfaat seni sebagai sarana pendidikan lingkungan dan kepedulian sosial. Dr. Rafiloza menambahkan bahwa melalui kesenian, mereka juga berupaya menyampaikan pesan untuk menjaga lingkungan, mendukung anak-anak kurang mampu, dan mengadakan kegiatan amal bagi masyarakat.
“Kesenian tidak hanya soal hiburan, tetapi juga bentuk pengabdian yang menyentuh berbagai aspek kehidupan, dari edukasi hingga kepedulian sosial,” ujarnya.
Kesenian Dikia Rabano sebelumnya selalu hadir di setiap acara penting di Nagari Tapi Selo. Jamalis, seorang seniman tradisi Dikia Rabano yang telah lama berkecimpung di bidang ini, mengungkapkan bahwa dulu seni ini begitu populer dan selalu menjadi daya tarik utama dalam setiap acara nagari.
“Lima tahun terakhir, minat masyarakat terhadap Dikia Rabano kian menurun. Saat ini hanya tersisa dua orang pemain yang masih aktif, dan mereka pun sudah berusia lanjut,” kata Jamalis dengan nada prihatin.
Prof. Dr. Andar Indra Sastra, anggota tim pengabdian, menjelaskan bahwa timnya menyadari pentingnya inovasi untuk membuat Dikia Rabano kembali diminati. Dalam pelatihan, tim memilih lagu “Alaihi” untuk diajarkan baik kepada masyarakat umum maupun siswa sekolah.
“Tujuan kami adalah membuat Dikia Rabano relevan dengan selera generasi muda tanpa kehilangan identitas aslinya. Kami berharap pelatihan ini dapat menjadi langkah awal untuk menghidupkan kembali kesenian ini di tengah masyarakat,” ungkapnya.
Dengan sentuhan baru dan dukungan komunitas, Dikia Rabano diharapkan dapat bangkit kembali dan menjadi bagian dari kebanggaan seni budaya Minangkabau. Makin tahu Indonesia.(*/Sai)