Pasbana - Di sebuah sudut pedalaman Riau, tepatnya di Lubuk Ambacang, Kuantan Singingi, tersimpan kisah tentang upaya kolonial Belanda untuk menaklukkan alam Indonesia.
Kisah ini berawal di tahun 1868 ketika insinyur W.H. de Greve menemukan tambang batu bara besar di Ombilin Sawahlunto. Tambang yang begitu kaya hingga membuat pemerintah kolonial berambisi besar untuk mengangkutnya menuju Selat Malaka melalui Sungai Siak.
Namun, ambisi ini tak semudah yang dibayangkan. Jalur untuk mencapai Sungai Siak penuh tantangan, melewati bukit, lembah, dan sungai besar. Di sinilah “rel maut” Muaro Sijunjung-Pekanbaru mulai direncanakan.
Tepatnya pada 22 Februari 1884, Tuan JL. Cluijsenaer memaparkan konsep pembangunan jalur ini kepada para petinggi kolonial di Batavia.
Menjelang akhir abad ke-19, seorang insinyur tambang batu bara bernama Jan Willem Ijzerman dikirim ke Lubuk Ambacang untuk menemui para datuk setempat.
Tugasnya bukan hanya membangun rel, tetapi juga merayu para tokoh adat agar mendukung proyek besar ini. Bisa dibayangkan suasana tegang di pertemuan itu, di mana kebudayaan lokal dan ambisi kolonial saling bertemu.
Para datuk di Kuantan Singingi dikenal teguh memegang prinsip dan tak mudah goyah. Upaya lobi Ijzerman tak selalu berjalan mulus. Mereka harus mempertimbangkan dampak proyek ini terhadap wilayahnya, termasuk perubahan besar yang mungkin terjadi.
Namun, kekuatan Belanda saat itu tak mudah dibendung, dan rel maut ini pun mulai dikerjakan di tengah hutan Sumatera yang lebat.
Walaupun begitu, proyek ini tak pernah benar-benar selesai sesuai rencana. Banyak kendala teknis dan logistik, belum lagi sulitnya menembus alam liar yang dipenuhi rawa dan sungai berarus deras.
Hingga kini, sisa-sisa rel yang tak terselesaikan itu masih bisa ditemukan di beberapa tempat, sebagai saksi bisu dari ambisi besar yang tertunda.
Rel maut Kuantan Singingi-Pekanbaru adalah salah satu dari sekian banyak kisah tentang masa lalu Indonesia yang penuh misteri.
Jejaknya yang masih ada hingga kini menjadi saksi betapa masa lalu masih menyisakan jejak-jejak perjuangan, persinggungan budaya, dan ambisi besar yang tak selalu bisa dituntaskan. Makin tahu Indonesia. (bd)