Pasbana - Minangkabau, sebuah daerah yang identik dengan adat dan budaya, menyimpan sejarah panjang tentang ketangguhan militernya. Dalam prasasti Kedukan Bukit tahun 683 Masehi, terukir kisah ekspedisi militer Dapunta Hyang dari Minanga Tamwan yang membawa dua puluh ribu prajurit ke Palembang, menciptakan fondasi awal Kerajaan Sriwijaya.
Menurut sejarawan Jawa Purbacaraka dan arkeolog Belanda Westenenk, Minanga Tamwan diyakini terletak di pertemuan sungai Kampar Kiri dan Kanan, wilayah perbatasan Sumatra Barat, Riau, dan Sumatra Utara.
Berbeda dengan klaim sebagian sejarawan Palembang yang menyatakan ekspedisi ini dilakukan oleh orang Palembang, bukti kuat menunjukkan bahwa tentara Minangkabau dan Melayu Riau-lah yang menaklukkan Palembang dan mendirikan Sriwijaya. Ini menjadi salah satu tonggak kontribusi militer Minangkabau terhadap Nusantara.
Jalinan Sejarah dengan Majapahit
Kontribusi militer Minangkabau kembali tampak dalam sejarah Majapahit. Pada tahun 1275, Ekspedisi Pamalayu mengikat persekutuan antara Singosari dengan Melayu. Dari sini, dua putri Minangkabau, Dara Petak dan Dara Jingga, dikirim ke Jawa. Dara Jingga kemudian menjadi permaisuri Raden Wijaya, melahirkan Jayanegara, Raja Majapahit kedua.
Selain hubungan diplomatik, kontribusi militer Minangkabau dalam ekspansi Majapahit juga signifikan. Adityawarman, seorang Manggalayudha Jawa-Minangkabau, memainkan peran penting dalam menaklukkan wilayah Nusantara.
Namun, hubungan ini merenggang ketika Majapahit mencoba menguasai Pagaruyung, memicu perang besar di daerah Sawahlunto-Sijunjung pada 1300-an. Hasilnya? Pasukan Majapahit hancur, dan wilayah itu kini dikenal sebagai Padang Sibusuk, menggambarkan betapa hebatnya perlawanan prajurit Minangkabau.
Perlawanan Melawan VOC dan Hindia Belanda
Saat VOC mencoba menguasai Padang pada 1665, mereka menghadapi perlawanan sengit dari para pendekar Minang selama lebih dari satu abad. Perang skala menengah terjadi setidaknya 25 kali antara 1665 hingga 1789, menunjukkan semangat juang tinggi masyarakat Minangkabau.
Kemudian pada era Hindia Belanda, perang paling monumental terjadi melalui Perang Paderi (1803-1845). Selama 24 tahun, pasukan Paderi di bawah Imam Bonjol bertahan melawan kekuatan gabungan Belanda, tentara Eropa, Afrika, dan pribumi Nusantara. Belanda harus menurunkan lima jenderal, termasuk Van den Bosch, untuk menaklukkan Minangkabau.
Namun, perjuangan yang panjang ini membuktikan kemampuan luar biasa prajurit Minangkabau dalam menghadapi kekuatan besar.
Ketangguhan di Semenanjung Malaya
Bukan hanya di Nusantara, pengaruh prajurit Minangkabau juga terasa di Semenanjung Malaya. Di sana, terjadi perseteruan sengit dengan pelaut Bugis yang dikenal garang. Pertempuran berlangsung di Johor, Selangor, dan Negeri Sembilan, memperlihatkan bahwa prajurit Minangkabau tidak hanya tangguh di daratan, tetapi juga di perairan.
Mengapa Strategi Politik Mengaburkan Sejarah Militer Minang?
Pasca kemerdekaan Indonesia, kontribusi militer Minangkabau seolah tenggelam oleh narasi perjuangan diplomatik. Tokoh seperti Mohammad Hatta dan Agus Salim lebih dikenal sebagai pejuang politik, sementara peran prajurit Minangkabau diabaikan.
Strategi politik pemerintah pusat mungkin menjadi salah satu penyebabnya, memusatkan perhatian pada perjuangan diplomasi daripada perlawanan bersenjata di wilayah Sumatra Barat.
Refleksi
Sejarah panjang ini menunjukkan bahwa prajurit Minangkabau memiliki peran besar dalam membentuk Nusantara, dari era Sriwijaya hingga Perang Paderi. Kisah ini penting untuk diangkat kembali, mengingatkan kita bahwa ketangguhan prajurit Minangkabau adalah bagian integral dari sejarah bangsa.
Tidak hanya tentang perang, tetapi juga tentang semangat perjuangan dan identitas yang kuat. Makin tahu Indonesia.
(Budi)