Bukittinggi, pasbana - Pilkada Bukittinggi 2024 bukan sekadar pesta demokrasi, tapi juga sebuah kisah perjuangan yang menegangkan dan penuh kejutan. Dari baku-pukul politik antara calon-calon kuat, hingga strategi yang tak terduga, Pilkada kali ini mengajarkan banyak hal tentang bagaimana sebuah kota bisa berubah melalui pilihan-pilihan strategis dan kerja keras. Mari kita telusuri lebih dalam perjalanan kampanye yang penuh warna ini.
Duel Sengit: Bang Wako vs Inyiak Ramlan
Dua kali survei menunjukkan bahwa belum ada kader PKS yang memiliki elektabilitas tinggi untuk menembus 20%. Akhirnya, PKS harus memilih satu dari dua pilihan besar tersebut, layaknya memilih matahari dalam langit politik yang penuh pilihan.
Kekalahan yang Dapat Diprediksi?
Bang Wako, dengan segala infrastruktur pemenangan yang sudah terbangun, mulai tampak kehabisan daya tarik. Meskipun menjanjikan akses mudah ke pusat kekuasaan, ternyata banyak kader dan warga kota yang sudah "luka" dan "trauma" dengan hubungan rumit antara koalisi dan kinerja pemerintahannya yang dinilai kurang memuaskan.
Hubungan antara penguasa dan masyarakat yang terasa hambar dan penuh rasa "benci tapi rindu", semakin menambah hambatan bagi Wako.
Sementara itu, Inyiak Ramlan menawarkan harapan baru dengan rekam jejak pembangunan yang lebih baik. Meskipun sebelumnya tidak terlalu dekat dengan PKS, Ramlan menawarkan hubungan yang lebih setara dan partisipatif, baik dalam pemenangan maupun dalam pengelolaan pemerintahan kota ke depan.
Pada awalnya, posisi PKS, sebagai partai pemenang di pemilu legislatif 2024, terhadapkan dengan dua nama besar: Bang Wako Erman Syafar, sang petahana yang sudah dikenal luas, dan Inyiak Ramlan Nurmatias, mantan Wali Kota yang punya rekam jejak cukup solid. Namun, teka-teki besar muncul: apakah PKS berani mengusung calon alternatif selain kedua nama besar ini?
Pilihan Tak Terduga: Ustadz Ibnu Asis di Samping Ramlan
Di luar dugaan, Syura PKS justru memilih Ustadz Ibnu Asis untuk mendampingi Ramlan sebagai wakil, sementara Buya Marfendi diuji dengan pilihan berat antara "ketaatan" pada partai dan prioritas dakwah yang telah lama ia ajarkan pada kader-kadernya. Keputusan ini tentu saja mengejutkan banyak pihak, terutama karena Ramlan-Ibnu berusaha menghadirkan perubahan yang lebih fresh di Pilkada kali ini.Pasangan terakhir yang muncul di hari terakhir pendaftaran adalah Buya Marfendi dan Bang Fauzan, yang berhasil menarik perhatian publik meski berada di luar arus utama. Namun, meski mereka memiliki kekuatan di narasi, ternyata mereka kesulitan mencari ceruk pasar yang sudah terlanjur terkonsolidasi antara dua kutub besar: Bang Wako dan Ramlan.
Panasnya Kampanye: "Head to Head"
Kampanye kali ini berjalan dengan sengit. Setiap tim semakin tersegmen dan panas, survei yang dirilis empat lembaga menunjukkan hasil yang kacau, tapi satu hal yang pasti—pertarungan kali ini adalah "head to head". Semua kandidat berjuang habis-habisan, menyadari bahwa kemenangan bisa diraih oleh siapa saja.Bang Wako yang dikenal dengan senyum ramahnya, sumber daya pemenangan yang sudah terbentuk lebih dari tiga tahun, serta tim media yang solid, tampak siap untuk bertarung. Di sisi lain, Ramlan-Ibnu berusaha lebih dekat dengan warga, memanfaatkan momentum dengan tim muda yang penuh semangat.
Namun, meskipun strategi blusukan dengan pendekatan personal sangat efektif dalam menarik perhatian publik, pasangan Ramlan-Ibnu masih mengalami kendala dalam menjangkau ceruk pemilih muda yang jauh terasa lebih dekat dengan pasangan Bang Wako.
Momen Menegangkan: Blunder dan Kemenangan yang Mengguncang
Di puncak kampanye, kejutan besar datang. Isu penggerbekan markas saksi dan aksi sweeping yang terjadi di posko kampanye, sempat mengecewakan banyak pendukung Ramlan. Namun, tim media Ramlan-Ibnu mampu mengubah narasi dengan sangat cerdas, memanfaatkan isu tersebut sebagai "pembelaan" yang justru memperkuat citra mereka.Pada hari pemilihan, jarak yang sebelumnya hanya 4,7% antara Ramlan-Ibnu dan Bang Wako, membengkak menjadi hampir 12%. Ramlan-Ibnu akhirnya meraih hampir 52% suara, sebuah kemenangan yang cukup mengejutkan.
Epilog: Bukittinggi di Tangan Ramlan-Ibnu
Meski Bang Wako memiliki semua infrastruktur dan sumber daya yang memadai untuk menang, pendekatan kampanye yang meniru gaya kampanye presiden ternyata tidak cukup untuk menghantarkannya ke kemenangan. Ramlan-Ibnu, dengan strategi yang lebih dekat dengan warga, lebih banyak mendengarkan, dan lebih serius dengan perubahan, berhasil memanfaatkan kesempatan dengan lebih baik.Dalam waktu 5 tahun ke depan, pasangan Ramlan-Ibnu kini memiliki tugas berat: untuk memenuhi harapan warga yang telah bekerja keras tanpa pamrih. Seperti yang sering didengar dalam kampanye mereka, “Apa yang bisa saya bantu untuk pemenangan Bapang?”—itu adalah pertanyaan yang kini menjadi tantangan besar bagi pemerintahan yang baru terpilih.
Pilkada Bukittinggi 2024 telah menorehkan cerita politik yang mendalam dan menarik, membuktikan bahwa demokrasi bukan hanya soal kemenangan, tetapi juga tentang bagaimana mendengarkan, beradaptasi, dan menghadirkan perubahan yang nyata. Kemenangan Ramlan-Ibnu adalah kemenangan rakyat Bukittinggi yang telah siap menyongsong masa depan yang lebih baik. (ARA/bd)