Notification

×

Iklan

Iklan

Riwayat Suku Chaniago di Pulau Nias: Kisah Datuk Raja Ahmad dan Perjalanan Sejarahnya

28 Desember 2024 | 18:37 WIB Last Updated 2024-12-29T01:25:29Z


Pasbana - Sejarah kerap menyimpan kisah-kisah menarik tentang migrasi dan penyebaran budaya. Salah satunya adalah perjalanan seorang bangsawan Minang, Nyik Puncak Alam, yang dikenal dengan gelar Datuk Raja Ahmad, dari Pariangan, Padang Panjang, ke Pulau Nias. 

Kisah ini tak hanya berbicara tentang pelayaran dan perdagangan, tetapi juga perjuangan, kolaborasi lintas budaya, dan warisan sejarah yang masih terasa hingga kini.

Awal Perjalanan: Dari Pariangan ke Nias

Datuk Raja Ahmad bersama pengikutnya, termasuk penghulu Ahmad Sirinto dan Si Kumango, memulai pelayaran dari Pariangan menuju Aceh Barat pada abad ke-17. Pelayaran mereka tidak hanya untuk berdagang, tetapi juga untuk mencari seorang kerabat bernama Tuanku Kariem yang konon menetap di Aceh. 

Dengan kapal layar bersenjata lengkap, mereka mengarungi pantai barat Sumatra yang kala itu rawan bajak laut.
Kondisi keamanan yang memburuk pasca melemahnya Kesultanan Aceh, terutama setelah wafatnya Sultan Iskandar Muda, membuat perjalanan mereka penuh risiko. 




Dalam perjalanan tersebut, badai besar memaksa mereka berlindung di sebuah teluk yang kini dikenal sebagai Muara Indah, Desa Afia, Kecamatan Tuhemberua, Pulau Nias.

Kolaborasi dengan Raja-raja Nias

Kehadiran Datuk Raja Ahmad di Pulau Nias awalnya hanya untuk berteduh dari badai. Namun, para raja Nias, seperti Balugu Aforo Laowofa, meminta bantuannya untuk mengatasi ancaman bajak laut yang meresahkan wilayah pesisir. 

Sebuah kesepakatan adat pun terjalin. Raja-raja Nias sepakat memberikan wilayah pesisir kepada Datuk Raja Ahmad untuk dikelola, sementara mereka menguasai daerah pedalaman.

Kesepakatan ini juga diikat dengan sumpah setia untuk saling membantu. Dalam tradisi adat, perjanjian tersebut dikenal sebagai simbol kerja sama erat antara dua budaya—Minangkabau dan Nias.

Membangun Komunitas Baru

Setelah menetap, Datuk Raja Ahmad membangun sebuah permukiman yang disebut Koto, sebuah istilah Minangkabau untuk kota kecil yang sekaligus menjadi benteng pertahanan. Benteng ini dilengkapi dengan meriam, beberapa di antaranya masih dapat ditemukan di Kelurahan Ilir, Gunungsitoli.

Kampung tersebut dinamai Arö Koto, merujuk pada kampung asal Datuk Raja Ahmad di Pariangan, Sumatra Barat. Lokasinya berada di sisi Kali Nou, yang kini menjadi salah satu kawasan bersejarah di Nias.

Perpaduan Budaya Minang dan Nias

Keberadaan Datuk Raja Ahmad di Nias membawa pengaruh budaya Minangkabau ke pulau tersebut. Dalam perjalanan hidupnya, ia menikahi Siti Zohora, putri seorang bangsawan Aceh, dan memiliki tiga putra: Datuk Raja Jamat, Raja Mangkuto, dan Datuk Raja Malimpah. Keturunannya kemudian dikenal sebagai Ndrawa Sowanua, istilah yang diberikan kepada pendatang yang diterima sebagai bagian dari masyarakat Nias.




Adanya acara adat besar yang disebut Fondraö menjadi simbol pengakuan komunitas Minang dan Aceh di Nias sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat setempat. Hingga kini, jejak keturunan Minang dan Aceh masih terlihat di sepanjang pesisir Nias.

Warisan yang Terjaga

Seiring waktu, komunitas ini terus berkembang. Tradisi, nilai-nilai, dan warisan budaya mereka memperkaya kehidupan masyarakat Nias. Salah satu peninggalan yang masih ada adalah meriam tua di Kelurahan Ilir dan cerita-cerita tentang Koto Kampung Dalam.

Kisah migrasi ini tak hanya mencerminkan keberanian menghadapi tantangan, tetapi juga semangat kolaborasi dan adaptasi budaya. Hingga kini, hubungan erat antara Minangkabau, Aceh, dan Nias tetap menjadi bagian penting dari sejarah Nusantara.

Dengan cerita ini, kita belajar bahwa sejarah tak hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang bagaimana budaya dapat bertemu, berbaur, dan menciptakan harmoni baru.Makin tahu Indonesia. (Budi) 

Referensi:
  • Ibrahim, A.R. & Sutan Amin Alam. Sejarah Koto – Benteng Kuno.
  • Dokumentasi adat Pulau Nias dari pemuka adat Gunungsitoli.
  • Catatan tambo Pariangan, Padang Panjang.

IKLAN

 

×
Kaba Nan Baru Update