Padang, pasbana - Di balik gemerlapnya Kota Padang, terselip sebuah kisah inspiratif tentang kemanusiaan dan harapan. Berada di Jalan Lolo, Gunung Sarik, Yayasan Pelita Jiwa Insani berdiri kokoh sebagai tempat perlindungan bagi mereka yang sering kali terabaikan oleh masyarakat.
Berdiri sejak 16 Oktober 2014, yayasan ini telah menjadi rumah dan ruang pemulihan bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), gelandangan dan pengemis (gepeng), serta pengguna NAPZA yang ingin merangkai kembali hidupnya.
Awalnya, Yayasan Pelita Jiwa Insani hanya beroperasi di tempat sederhana di Kalumbuk, Kecamatan Kuranji.
Awalnya, Yayasan Pelita Jiwa Insani hanya beroperasi di tempat sederhana di Kalumbuk, Kecamatan Kuranji.
Dengan fasilitas yang minim, mereka menghadapi berbagai kendala, seperti stigma masyarakat dan pasien yang kerap melarikan diri karena tidak adanya pagar. Namun, semua itu berubah ketika yayasan ini menerima bantuan dari APBD Pemprov Sumbar untuk pindah ke gedung baru yang jauh lebih memadai. Kini, yayasan tersebut mampu menampung hingga 150 pasien.
“Kami ingin memastikan bahwa saudara-saudara kita yang terlantar tetap mendapatkan perhatian, bahkan jika mereka berasal dari luar Sumatera Barat,” ujar Syafrizal, Ketua Yayasan Pelita Jiwa Insani.
Kota Padang kini juga menjadi satu-satunya daerah di Sumatera Barat yang berhasil menuntaskan kasus ODGJ pasung, sebuah pencapaian besar yang tak lepas dari kolaborasi antara yayasan, Dinas Sosial, dan Dinas Kesehatan.
Di yayasan ini, setiap pasien diperlakukan dengan pendekatan holistik. Setelah mendapatkan terapi medis di rumah sakit, mereka melanjutkan rehabilitasi yang mencakup aspek spiritual, fisik, dan keterampilan. Para pasien diajarkan beribadah, mendapatkan makanan bergizi sesuai panduan ahli gizi, serta menjalani aktivitas harian seperti membersihkan lingkungan.
Tak berhenti di situ, yayasan ini juga menyediakan pelatihan keterampilan seperti membuat kue, otomotif, dan barber shop. Beberapa pasien bahkan telah berhasil membuka usaha sendiri setelah menyelesaikan program rehabilitasi.
“Pasien dilibatkan dalam aktivitas sehari-hari, seperti membantu memasak. Ini cara kami memberdayakan mereka,” jelas Syafrizal.
Dewi (55), seorang wanita asal Payakumbuh, adalah salah satu dari banyak pasien yang menemukan harapan baru di yayasan ini. Selama sepuluh bulan di sana, ia menjalani pembinaan spiritual seperti mengaji dan berzikir, serta aktivitas harian seperti mencuci piring dan mengepel.
“Awalnya saya dijemput pihak yayasan. Di sini saya merasa lebih nyaman, bisa bertemu banyak teman, dan mendekatkan diri kepada Allah. Hidup saya jauh lebih tenang sekarang,” kata Dewi dengan senyum hangat.
Kisah serupa juga dialami Ramadani (28), pria asal Kota Padang. Setelah setahun menjalani rehabilitasi, ia merasa hidupnya lebih teratur dan bermakna.
“Saya diajarkan banyak hal, seperti menyapu dan membantu kegiatan. Di sini, saya merasa dihargai karena banyak yang peduli dengan saya,” ujar pria yang akrab disapa Boncel.
Keberhasilan yayasan ini tak lepas dari dukungan berbagai pihak, termasuk Pemerintah Provinsi, Pemko Padang, Kementerian Sosial, dan Badan Amil Zakat Nasional. Salah satu inovasi penting adalah program “jemput bola” dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Padang, yang mempermudah pasien mendapatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
“Kami percaya bahwa setiap orang layak mendapatkan kesempatan kedua. Dengan pendekatan yang tepat, mereka dapat kembali hidup bermartabat,” tutur Syafrizal penuh harapan.
Yayasan Pelita Jiwa Insani bukan hanya tempat rehabilitasi, tetapi juga ruang harapan. Program pemberdayaan keluarga yang mereka jalankan bertujuan untuk memastikan bahwa pasien tidak kembali terlantar. Selain itu, yayasan ini terus berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penanganan dini bagi mereka yang membutuhkan bantuan.
Di tengah kompleksitas masalah sosial, yayasan ini hadir sebagai simbol perjuangan kemanusiaan. Dengan cinta kasih, pembinaan, dan perhatian, mereka membuktikan bahwa setiap orang berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Makin tahu Indonesia.(bd)