Padang, pasbana - Pada pagi yang cerah di kawasan Pasar Gadang, Padang, halaman Mesjid Muhammadan yang sudah berusia ratusan tahun, tiba-tiba dipenuhi oleh ratusan warga yang datang dari berbagai penjuru.
Mereka berkumpul untuk mengikuti salah satu tradisi tahunan yang sangat dinantikan, yaitu Serak Gulo.
Tradisi yang sarat dengan makna ini bukan hanya menyatukan masyarakat dari berbagai latar belakang, tapi juga membawa semangat berbagi yang begitu kuat.
Di tengah keramaian, tak hanya warga keturunan India yang terlihat. Etnis lain juga turut meramaikan suasana, bahkan tak sedikit jurnalis, YouTuber, blogger, dan fotografer yang hadir untuk mengabadikan momen tersebut.
Serak Gulo adalah tradisi membagikan gula pasir putih yang dibungkus dalam kain perca berwarna-warni kepada setiap orang yang hadir. Uniknya, gula-gula tersebut tidak hanya sekadar dibagikan, tetapi juga menjadi simbol manisnya ilmu yang dibagikan secara ikhlas kepada semua.
Tradisi ini berasal dari komunitas Muslim India Tamil di Padang, dan dilaksanakan setiap tanggal 1 Jumadil Akhir dalam kalender Islam. Tahun ini, tradisi tersebut jatuh pada 2 Desember 2024.
Pasar Gadang, yang dikenal sejak berabad-abad lalu sebagai pusat perdagangan rempah-rempah, menjadi saksi bisu bagaimana tradisi ini berlangsung. Dahulu, kawasan ini juga merupakan tempat bermukimnya masyarakat keturunan India, yang kini menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah Kota Padang.
Menggali Sejarah dan Makna di Balik Serak Gulo
Menurut seorang tetua masyarakat Tamil yang hadir, tradisi Serak Gulo telah ada lebih dari 200 tahun. Menariknya, tradisi ini hanya dapat ditemukan di Padang dan Tamil Nadu, India.
Ini membuktikan betapa kuatnya hubungan budaya antara kedua wilayah tersebut. Dulu, gula yang digunakan dalam acara ini bisa mencapai hampir 5 ton, hasil sumbangan dari para donatur yang berempati terhadap nilai tradisi ini.
Setiap bungkus gula dibalut kain perca berwarna-warni dengan berat hampir 200 gram, yang jumlahnya mencapai sekitar 25000 bungkus!
Acara dimulai dengan beberapa sambutan dari pejabat setempat, yang kemudian dilanjutkan dengan pemasangan bendera hijau berbentuk segitiga di sekitar lokasi.
Setelah itu, doa bersama dilakukan untuk memohon berkah bagi gula yang akan dibagikan. Ada pula proses unik bernama “di-asami”, di mana karung-karung gula disiram dengan air asam sundi sambil merapal doa. Proses ini bukan sekadar seremoni, tetapi bagian dari upaya untuk memohon agar pemberian tersebut membawa kebaikan bagi semua yang menerimanya.
Puncaknya adalah saat gula-gula tersebut dibagikan kepada seluruh orang yang hadir. Untuk memastikan acara berlangsung tertib, panitia membagi area pembagian gula menjadi tiga titik berbeda. Hal ini agar kerumunan tidak terlalu padat di satu tempat.
Kepercayaan dan Harapan di Balik Gula yang Dibagikan
Bagi banyak orang, Serak Gulo bukan sekadar acara pembagian gula. Bagi mereka yang berhasil mendapatkan bungkusan gula, ini diyakini membawa berkah tersendiri.Konon, bagi mereka yang belum menemukan pasangan hidup, atau yang tengah mencari pekerjaan, keberkahan dari gula ini akan membawa perubahan positif dalam hidup mereka. Ini adalah harapan yang turun temurun, yang terus dilestarikan oleh masyarakat setempat.
Dengan semua keberagaman yang ada, Serak Gulo bukan hanya soal gula yang dibagikan, tetapi juga tentang bagaimana sebuah komunitas merayakan kebersamaan dan berbagi harapan untuk masa depan yang lebih baik. Sebuah tradisi manis yang tak hanya memikat perut, tetapi juga hati. Makin tahu Indonesia.(bd/*)