Pasbana - Lelaki Minangkabau memiliki peran yang unik dan mendalam, mulai dari masa kanak-kanak hingga usia senja. Dalam kehidupan adat Minangkabau yang sarat dengan nilai dan filosofi, peran ini tidak hanya mencerminkan tanggung jawab pribadi, tetapi juga hubungan sosial dan adat istiadat yang diwariskan secara turun-temurun.
Berikut adalah perjalanan hidup seorang lelaki Minang melalui enam peran penting yang menjadi pedoman hidupnya.
1. Ketek Banamo: Membangun Dasar Kehidupan
Masa kecil seorang lelaki Minang dimulai dengan pembentukan karakter melalui pendidikan adab dan adat.
Orang tua dan mamak (paman dari garis ibu) menjadi figur penting dalam menanamkan nilai-nilai dasar seperti cara berbicara, makan, hingga bersikap hormat pada orang tua.
Filosofi “pandai anak dek urang tuo, cadiak anak dek mamaknya” menggambarkan sinergi peran orang tua dan mamak dalam mendidik anak.
Pendidikan ini adalah landasan untuk hidup bermartabat, sebagaimana digambarkan dalam pepatah, “Padi semakin berisi, semakin merunduk.”
2. Bujang Tabilang: Mengukir Nama Baik
Masa remaja adalah saat seorang lelaki Minang mulai dikenal sebagai individu. Ia harus menunjukkan tanggung jawab kepada orang tua, mamak, dan lingkungan.Sukses bagi seorang pemuda Minang adalah ketika ia “alah jadi urang,” atau telah menjadi pribadi yang dihormati.
Pada fase ini, seorang remaja diharapkan mandiri dan tangguh dalam mencari rezeki, seperti yang tertuang dalam pantun:
Apo gunonyo kabau batali,
Usah dipaluik di pamatang,
Pauikkan sajo di tangah padang.
Filosofi ini mendorong pemuda untuk bekerja keras demi martabat keluarga.
3. Gadang Bagala: Tanggung Jawab Baru Sebagai Suami
Ketika seorang lelaki Minang menikah, ia mendapatkan gelar penghormatan sebagai urang sumando. Gelar ini tidak hanya mencerminkan posisi baru dalam keluarga istri tetapi juga tanggung jawab besar.Di rumah istrinya, ia diperlakukan sebagai tamu terhormat, namun posisinya digambarkan seperti “abu di atas tungku” yang mudah terbang jika angin datang.
Meskipun demikian, seorang sumando harus memimpin keluarganya dengan bijak, menjaga keharmonisan, dan tidak merusak hubungan dengan keluarga istri.
4. Bapak Kayo: Pemimpin dan Pencari Nafkah
Sebagai seorang ayah, tanggung jawab seorang lelaki Minang semakin bertambah. Ia harus menjadi contoh bagi anak-anaknya dalam menghidupi nilai agama dan adat.Filosofi “itiak pulang patang” menggambarkan pentingnya kestabilan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Sebagai kepala rumah tangga, lelaki Minang juga harus menjaga keharmonisan keluarga, terutama jika ada konflik. Ia bertindak sebagai penengah yang bijak, menegakkan kebenaran tanpa memperburuk situasi.
5. Mamak Babangso: Pemimpin Kaum
Dalam sistem matrilineal Minangkabau, seorang lelaki akan menjadi mamak bagi kemenakannya (anak saudara perempuan). Ia bertanggung jawab menjaga dan mengelola harta pusaka keluarga.Filosofi “anak dipangku, kamanakan dibimbing, urang kampuang dipatenggangkan” menggambarkan peran penting mamak dalam menjaga keseimbangan antara keluarga inti dan keluarga besar.
6. Tuo Jadi Panggulu: Pemimpin Adat dan Teladan
Fase terakhir adalah menjadi seorang penghulu atau pemimpin adat dalam kaum. Seorang lelaki Minang yang dihormati karena kebijaksanaannya dapat diangkat sebagai penghulu.Jika tidak, ia tetap harus memiliki sifat penghulu, seperti mampu menjadi tempat bertanya dan membawa solusi bagi kaumnya.
Pepatah Minangkabau, “pai tampek batanyo, pulang tampek babarito” menggambarkan seorang pemimpin yang tidak hanya dihormati karena posisinya, tetapi juga karena kebijaksanaannya.
Meniti Jalan Lelaki Minangkabau
Keenam peran ini menunjukkan bagaimana lelaki Minangkabau menjalani kehidupan yang penuh tanggung jawab. Filosofi adat dan agama menjadi pedoman utama untuk menjadi pribadi yang tangguh, bijak, dan berkarakter.Dari kecil hingga dewasa, setiap fase memiliki tantangan dan pembelajaran yang tak ternilai.
Hidup sebagai lelaki Minangkabau memang penuh tuntutan, tetapi justru inilah yang menjadikan mereka sosok istimewa. Sebuah perjalanan hidup yang layak diresapi dan menjadi inspirasi, bukan hanya bagi masyarakat Minang, tetapi juga untuk siapa saja yang ingin hidup bermartabat. Makin tahu Indonesia. (Budi - dihimpun dari Berbagai Sumber)