Pasbana - Ketika berbicara tentang dataran tinggi Sumatra, sulit untuk tidak terpesona oleh lanskap yang memukau dan tradisi masyarakatnya yang kaya.
Sebuah perjalanan yang dilakukan pada akhir abad ke-19 mencatat berbagai kisah menarik dari Padangsche Bovenlanden (Dataran Tinggi Padang) — kawasan yang dikenal akan keindahan alam, budaya yang unik, dan sejarah yang membekas hingga kini. Yuk, kita selami lebih dalam!
Pasar, Hiburan, dan Tradisi Taruhan
Di sepanjang pesisir barat Sumatra, salah satu hiburan rakyat yang paling digemari adalah sabung ayam. Namun, tradisi ini bukan hanya soal adu kekuatan, melainkan sebuah ritual.Ayam-ayam yang dilatih untuk bertarung diperlakukan bak atlet. Mereka diberi makanan khusus, dilatih dengan hati-hati, dan dipersiapkan untuk menghadapi duel sengit. Bahkan, pisau kecil dengan bilah melengkung dipasang di kakinya untuk menambah daya serang.
Sebelum pertandingan dimulai, pemilik ayam sering memancing emosi ayam piaraannya dengan membelai lawannya, membuat sang ayam "cemburu" dan siap bertarung habis-habisan.
Pertarungan ini menjadi ajang taruhan besar-besaran yang menguras uang masyarakat. Meski tampak kontroversial, permainan semacam ini ternyata juga ditemukan di Inggris pada masa itu, meskipun sudah dilarang oleh hukum.
Keunikan Busana dan Gaya Hidup
Masyarakat Padang pada masa itu memiliki ciri khas dalam berbusana. Para pria mengenakan celana panjang dan baju berbahan kain kasar dengan ikat kepala sederhana. Sedangkan para wanita tampil dengan balutan sarung panjang yang terbuka di sisi kanan.Cara mereka mengenakan selempang menyerupai turban di kepala membuat penampilan mereka semakin anggun.
Yang unik adalah tradisi perhiasan anting pada gadis kecil. Sejak kecil, daun telinga mereka disayat kecil untuk memasang anting emas berbentuk kancing yang ringan. Hal ini menciptakan tampilan yang khas dan cantik.
Rumah Gadang dan Kearifan Lokal
Rumah-rumah tradisional di Padangsche Bovenlanden memiliki keunikan tersendiri. Rumah besar seperti rumah gadang berdiri megah, dihiasi ukiran tumbuhan yang halus dan detail.Atapnya yang melengkung menyerupai tanduk kerbau menjadi ciri khas arsitektur Minangkabau yang mendunia. Rumah-rumah ini biasanya dihuni oleh lebih dari satu keluarga, mencerminkan kearifan lokal dalam menjaga kebersamaan.
Danau Singkarak: Lukisan Alam yang Hidup
Dalam perjalanan ke Danau Singkarak, para pelancong dihadapkan pada pemandangan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Air danau yang jernih memantulkan kilauan sinar matahari, dikelilingi perbukitan hijau yang seakan menjadi bingkai alami.Tanaman yang rimbun di tepiannya menambah nuansa damai, sementara Gunung Marapi berdiri gagah di kejauhan.
Desa-desa kecil di sekitar danau menjadi saksi aktivitas masyarakat, mulai dari bertani, memanen kopi, hingga beternak. Di sinilah kita bisa melihat bagaimana masyarakat lokal hidup harmonis dengan alam.
Jejak Sejarah di Guguk Malintang
Dataran tinggi ini juga menyimpan jejak sejarah kelam. Pada 24 Februari 1841, benteng di Guguk Malintang diserang oleh rakyat Batipuh yang dipimpin oleh Datuk Pamuncak. Serangan itu meninggalkan kisah heroik dan tragis, termasuk tiga prajurit yang terluka parah memilih meledakkan diri bersama gudang mesiu untuk mencegah benteng jatuh ke tangan musuh. Kini, lokasi tersebut dikenang melalui monumen yang dibangun pemerintah kolonial pada awal abad ke-20.
Bukittinggi dan Danau Maninjau
Dari Padang Panjang, perjalanan menuju Fort de Kock (sekarang Bukittinggi) membawa kita ke ketinggian hampir 1.000 meter di atas permukaan laut. Bukittinggi kala itu dikenal sebagai kota yang sejuk dengan jalan-jalan lebar dan rumah-rumah bergaya kolonial.
Di sebelah barat kota, terletak Danau Maninjau, sebuah keajaiban alam yang sulit ditandingi. Airnya yang tenang dikelilingi perbukitan hijau menciptakan suasana yang menenangkan, membuatnya menjadi tempat favorit bagi pelancong masa itu — bahkan hingga kini.
Harta Karun Hitam di Sawahlunto
Perjalanan ini juga menyingkap potensi besar di wilayah Sawahlunto, yang kemudian dikenal sebagai pusat tambang batubara. Penemuan "berlian hitam" oleh Willem de Greve pada 1868 menjadi awal mula eksplorasi besar-besaran yang mengubah kawasan ini menjadi salah satu sumber daya ekonomi utama Hindia Belanda. Jalur kereta api hingga pelabuhan Teluk Bayur dibangun untuk mendukung pengangkutan batubara.
Pesan Abadi dari Dataran Tinggi
Dataran tinggi Padangsche Bovenlanden bukan hanya memanjakan mata, tetapi juga menggambarkan kehidupan masyarakat yang kaya akan tradisi dan semangat juang. Dari sabung ayam hingga rumah gadang, dari Danau Singkarak hingga sejarah heroik Guguk Malintang, setiap sudut menyimpan cerita yang menanti untuk digali.
Bagi para pelancong modern, kawasan ini tetap menjadi magnet yang sulit diabaikan, menawarkan kombinasi sempurna antara keindahan alam, sejarah, dan budaya yang tak lekang oleh waktu.(JD)