Jakarta, pasbana – Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) di level 5,75% dalam rapat dewan gubernur hari ini, Rabu (19/2). Keputusan ini juga diikuti dengan menjaga deposit facility di level 5% dan lending facility di 6,5%. Kebijakan ini sejalan dengan ekspektasi pasar dan bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, mengendalikan inflasi, serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam konferensi persnya menjelaskan bahwa keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk inflasi yang tetap rendah dan dinamika ekonomi global. "Kami melihat masih ada ruang untuk penurunan BI Rate lebih lanjut, terutama untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun, timing-nya akan sangat bergantung pada perkembangan global," ujar Perry.
Menurut konsensus Bloomberg, BI Rate diproyeksikan akan turun sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 5,25% hingga akhir 2025. Sementara itu, BI juga mempertahankan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 25 bps selama 2025, sesuai dengan analisis CME FedWatch Tool per hari ini.
Stabilitas Rupiah dan Instrumen Moneter Pro-Market
Perry menekankan pentingnya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui optimalisasi instrumen moneter pro-market, seperti Surat Berharga Bank Indonesia (SRBI), Surat Berharga Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Surat Utang Valas Bank Indonesia (SUVBI). Selain itu, revisi aturan implementasi devisa hasil ekspor sumber daya alam yang akan berlaku mulai 1 Maret 2025 diperkirakan akan memberikan dampak positif terhadap stabilitas rupiah.
"Kami terus memantau perkembangan pasar dan siap mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah," tambah Perry.
Peningkatan Insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial
Bank Indonesia juga mengumumkan peningkatan insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) dari sebelumnya maksimum 4% dari Dana Pihak Ketiga (DPK) menjadi 5% dari DPK.
Selain itu, insentif KLM untuk sektor perumahan, termasuk perumahan rakyat, akan dinaikkan secara bertahap mulai 1 April 2025 dari 23 triliun rupiah menjadi sekitar 80 triliun rupiah. Langkah ini diharapkan dapat mendukung program pemerintah di bidang perumahan dan meningkatkan likuiditas di sektor perbankan.
Reaksi Pasar dan Dampak terhadap Sektor Keuangan
Keputusan BI untuk mempertahankan BI Rate disambut negatif oleh pasar. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 1,14% pada penutupan perdagangan hari ini, dengan net foreign outflow di pasar reguler mencapai 964 miliar rupiah. Sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga, seperti perbankan dan keuangan (-1,78%) serta properti (-0,80%), mengalami penurunan signifikan.
Di sisi lain, peningkatan insentif KLM dinilai sebagai angin segar bagi sektor perbankan, terutama dalam menghadapi kondisi likuiditas yang cenderung ketat.
"Peningkatan insentif ini dapat membantu bank dalam meningkatkan penyaluran kredit, khususnya ke sektor-sektor prioritas seperti perumahan," kata seorang analis pasar keuangan yang enggan disebutkan namanya.
Kurs Rupiah dan Yield Obligasi
Pada hari yang sama, kurs rupiah terhadap dolar AS melemah 0,42% ke level 16.339, sementara yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun naik 14 bps ke level 6,901%. Pelemahan rupiah ini dipengaruhi oleh sentimen global yang masih belum pasti, terutama terkait dengan kebijakan moneter The Fed.
Keputusan Bank Indonesia untuk mempertahankan BI Rate di level 5,75% mencerminkan upaya untuk menyeimbangkan antara menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, mengendalikan inflasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Meskipun disambut negatif oleh pasar, langkah-langkah seperti peningkatan insentif KLM dan optimalisasi instrumen moneter pro-market diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam jangka panjang. Pasar akan terus memantau perkembangan kebijakan moneter BI dan dinamika global dalam beberapa bulan ke depan.(*)