Tahun 2025, Ujian Nyali bagi Para Pemimpin Baru di Sumatera Barat
Pasbana - Tahun 2025 bakal jadi tahun penuh drama bagi kepala daerah di Sumatera Barat. Bukan drama sinetron yang penuh air mata, tapi drama anggaran yang bikin kepala pusing. Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dipangkas lebih dari Rp567 miliar—atau 57% dari total anggaran awal Rp1,04 triliun. Hasilnya? Hanya tersisa Rp475,89 miliar untuk melanjutkan pembangunan. Bagi kepala daerah yang baru dilantik, ini bukan sekadar ujian kepemimpinan, tapi ujian nyali.
Mentawai, Pariaman, dan Pasaman Barat: Penderita Terberat
Bayangkan, Kabupaten Kepulauan Mentawai kehilangan 96,9% anggarannya. Dari Rp77,77 miliar, kini hanya tersisa Rp2,43 miliar. Angka itu bahkan mungkin tak cukup untuk membangun satu jembatan kecil, apalagi menggerakkan program pembangunan besar. Kota Pariaman dan Kabupaten Pasaman Barat juga tak kalah terpukul, dengan pemotongan lebih dari 90%.
Tapi, di tengah badai, ada juga yang beruntung. Kota Payakumbuh hanya kehilangan 11,1% anggarannya, sementara Kota Padang Panjang dan Kota Solok sama sekali tak tersentuh pemotongan. Seolah-olah mereka dapat "bonus" di tengah krisis.
Pemangkasan DAK: Bencana atau Momentum?
Pemangkasan DAK ini ibarat tamparan keras bagi daerah yang selama ini bergantung pada dana pusat. Tapi, tamparan ini bisa jadi alarm untuk bangun dari tidur panjang ketergantungan. Jika selama ini banyak daerah terjebak dalam pola belanja yang kurang produktif—mulai dari rapat-rapat seremonial hingga perjalanan dinas yang berlebihan—kini saatnya berbenah.
Efisiensi bukan lagi sekadar pilihan, tapi keharusan. Kepala daerah yang baru dilantik harus berpikir keras: bagaimana caranya tetap membangun dengan anggaran yang menciut? Apakah mereka akan pasrah atau justru berinovasi?
Strategi atau Pasrah?
Pemangkasan DAK ini sejalan dengan Inpres No. 1 Tahun 2025 yang menekankan efisiensi belanja pemerintah. Artinya, kepala daerah tak bisa lagi mengandalkan pola lama yang boros. Mereka harus memutar otak untuk mencari solusi kreatif.
Pertama, prioritas anggaran harus dirombak. Proyek infrastruktur yang berdampak langsung pada ekonomi dan kesejahteraan masyarakat harus didahulukan. Program yang kurang mendesak bisa ditunda atau disesuaikan dengan kemampuan fiskal daerah.
Kedua, belanja barang dan jasa yang tidak esensial harus ditekan. Pengeluaran untuk perjalanan dinas, honorarium, dan pengadaan barang yang kurang penting perlu dikurangi. Ini bukan hanya soal efisiensi, tapi juga soal komitmen kepala daerah untuk bertanggung jawab mengelola uang rakyat.
Ketiga, Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus dioptimalkan. Ketergantungan pada dana pusat harus dikurangi. Kepala daerah perlu lebih kreatif menggali potensi PAD, baik melalui pajak dan retribusi daerah maupun kerja sama dengan sektor swasta.
Keempat, mencari sumber pendanaan alternatif. Hibah nasional dan internasional, serta skema Public-Private Partnership (PPP), bisa jadi solusi bagi daerah yang terdampak pemotongan anggaran besar-besaran.
Ujian Kepemimpinan di Tahun Pertama
Pemangkasan DAK ini datang di tahun transisi kepemimpinan. Bagi kepala daerah yang baru terpilih, ini adalah tantangan sekaligus peluang untuk membuktikan kapasitas mereka. Apakah mereka akan merespons dengan strategi matang dan inovatif? Atau justru menyalahkan keadaan tanpa mencari solusi nyata?
Masyarakat akan menilai kepemimpinan mereka dari bagaimana mereka menghadapi krisis ini. Sebuah kepemimpinan yang tangguh tidak lahir dari situasi nyaman, tapi dari kemampuannya menghadapi tantangan.
Tantangan atau Peluang?
Pemangkasan DAK ini mungkin terasa menyakitkan, tapi ini juga bisa jadi momentum perubahan. Jika kepala daerah mampu beradaptasi dan berinovasi, keterbatasan anggaran justru bisa menjadi titik balik menuju tata kelola keuangan yang lebih baik.
Jadi, apakah pemangkasan DAK akan menjadi pukulan telak bagi Sumatera Barat, atau justru menjadi titik awal perubahan? Jawabannya ada di tangan para kepala daerah. Mereka bisa memilih untuk pasrah, atau berstrategi.
Satu hal yang pasti: tahun 2025 akan menjadi tahun yang menentukan. Bukan hanya bagi kepala daerah, tapi juga bagi masa depan Sumatera Barat.
[IG]