Jakarta, pasbana – Aliansi Dosen ASN Kemendikti Saintek (ADAKSI) menggelar aksi demonstrasi di depan Patung Kuda, dekat Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, pada Senin (3/2/2025). Aksi ini diikuti oleh dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) dari berbagai daerah yang menuntut pencairan Tunjangan Kinerja (Tukin) yang tertunggak sejak tahun 2020 hingga 2024, serta jaminan pencairan Tukin tahun 2025 secara adil dan merata.
Sekretaris ADAKSI KORWIL SUMBAR, Demas Bayu Handika, menjelaskan bahwa perwakilan dosen dari berbagai daerah turut serta dalam aksi ini. Salah satunya adalah delegasi dari Sumatera Barat yang berangkat dari Padangpanjang pada Sabtu (1/2/2025). Rombongan ini terdiri dari empat dosen Politeknik Pertanian Payakumbuh dan sepuluh dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang. Mereka menempuh perjalanan darat selama 40 jam dan tiba di Jakarta pada Minggu malam (2/2/2025), kemudian menginap di daerah Stasiun Gambir.
“Perwakilan Sumatera Barat juga berkontribusi dengan menampilkan pertunjukan seni dan musik *talempong* sebagai bentuk dukungan terhadap tuntutan ADAKSI,” ujar Demas. Demonstrasi ini dimulai dengan long march dari Patung Kuda menuju titik utama aksi di kawasan Monas.
Koordinator Tim Dosen ISI Padangpanjang, Aryoni Ananta, menyampaikan bahwa ADAKSI memiliki dua tuntutan utama kepada pemerintah. Pertama, pembayaran Tunjangan Kinerja (Tukin) yang tertunggak sejak tahun 2020 hingga 2024. Kedua, jaminan pencairan Tukin tahun 2025 secara adil dan merata tanpa diskriminasi bagi seluruh dosen ASN Kemendikti Saintek, termasuk dosen di PTN Satuan Kerja (Satker), PTN Badan Layanan Umum (BLU), PTN Badan Hukum (BH), serta dosen ASN yang diperbantukan di Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
“Kami mendesak pemerintah untuk segera mencairkan tunjangan kinerja yang telah tertunggak selama ini. Ini bukan hanya tentang kesejahteraan dosen, tetapi juga tentang keberlangsungan pendidikan tinggi di Indonesia,” tegas Aryoni.
Demas menegaskan bahwa jika tuntutan ini tidak segera dipenuhi, ADAKSI tidak menutup kemungkinan untuk menggelar aksi mogok mengajar nasional. “Aksi mogok mengajar nasional dapat berdampak luas pada proses pembelajaran di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta yang bergantung pada tenaga dosen ASN,” ujarnya.
Aksi mogok mengajar ini dinilai dapat mengganggu aktivitas akademik di berbagai institusi pendidikan tinggi, mengingat peran dosen ASN yang sangat vital dalam proses pembelajaran dan penelitian.
Melalui aksi ini, ADAKSI berharap pemerintah segera memberikan kepastian terhadap hak finansial dosen ASN di lingkungan Kemendikti Saintek. “Kami berharap pemerintah dapat segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan masalah ini, demi kesejahteraan tenaga pendidik dan keberlangsungan pendidikan tinggi di Indonesia,” tambah Aryoni.
Aksi demonstrasi ini telah menarik perhatian publik dan media. Banyak kalangan akademisi dan masyarakat umum yang mendukung tuntutan ADAKSI, mengingat pentingnya peran dosen dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Beberapa organisasi mahasiswa juga menyatakan solidaritas mereka dengan para dosen yang menuntut haknya.
Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa anggaran untuk Tunjangan Kinerja dosen ASN Kemendikti Saintek memang mengalami keterlambatan pencairan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perubahan kebijakan anggaran dan proses administrasi yang rumit.
ADAKSI menegaskan bahwa tuntutan mereka bukan hanya tentang kesejahteraan dosen, tetapi juga tentang masa depan pendidikan tinggi di Indonesia. “Jika dosen tidak sejahtera, bagaimana mereka dapat fokus pada tugas utama mereka, yaitu mendidik generasi penerus bangsa?” tanya Demas.
Aksi ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan yang telah berlarut-larut ini. ADAKSI berkomitmen untuk terus memperjuangkan hak-hak dosen ASN hingga tuntutan mereka dipenuhi.
Demonstrasi yang digelar oleh ADAKSI ini menjadi bukti nyata bahwa masalah kesejahteraan dosen ASN Kemendikti Saintek masih menjadi pekerjaan rumah yang serius bagi pemerintah. Dengan tuntutan yang jelas dan dukungan dari berbagai pihak, ADAKSI berharap agar pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan masalah ini, demi kesejahteraan tenaga pendidik dan keberlangsungan pendidikan tinggi di Indonesia. (*)