Notification

×

Iklan

Iklan

IHSG Tertekan, Fear Kembali Melanda: Apa yang Harus Dilakukan Investor?

04 Februari 2025 | 10:01 WIB Last Updated 2025-02-04T03:01:21Z



Pasbana - Pasar saham Indonesia (IHSG) kembali diguncang ketidakpastian. Pada pagi ini, IHSG tercatat turun tajam sebesar -2,3%, menyusul kekhawatiran global atas kebijakan tarif impor yang diumumkan oleh mantan Presiden AS Donald Trump. Rupiah pun ikut melemah, menyentuh level 16.450 per dolar AS, menandakan sentimen negatif yang melanda pasar.  

Lalu, apa sebenarnya yang terjadi? Apakah ini saatnya panik, atau justru peluang untuk berburu saham murah? Artikel ini akan membedah situasi terkini, menganalisis dampaknya, dan memberikan tips praktis bagi investor untuk menghadapi volatilitas pasar.  

Kronologi Perang Tarif Trump 2.0

Pada 2 Februari 2025, Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor baru terhadap Kanada, Meksiko, dan Tiongkok. Tarif tambahan sebesar 25% akan dikenakan pada impor dari Kanada dan Meksiko, sementara impor dari Tiongkok dikenakan tarif 10%. Sumber daya energi dari Kanada mendapat tarif lebih rendah, yaitu 10%.  

Kebijakan ini memicu reaksi keras dari Kanada dan Meksiko, yang langsung membalas dengan mengenakan tarif pada barang-barang impor dari AS. Sementara itu, Tiongkok masih menahan diri untuk tidak mengambil tindakan balasan.  

Ketegangan ini menciptakan ketidakpastian di pasar global. Investor khawatir kebijakan tarif akan memicu inflasi tinggi, terutama karena ketiga negara tersebut adalah mitra dagang utama AS. Barang-barang impor dari Kanada dan Meksiko, seperti mesin, otomotif, energi, dan makanan, diperkirakan akan mengalami kenaikan harga.  

Dampak pada Pasar Global dan IHSG

Kekhawatiran akan inflasi tinggi di AS mendorong spekulasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan mengambil langkah hawkish, yaitu menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi. Hal ini membuat dolar AS (DXY) melonjak ke level 109, menekan mata uang negara lain, termasuk rupiah.  

Bagi Indonesia, pelemahan rupiah dan sentimen negatif global berdampak langsung pada IHSG. Saham-saham blue chip seperti sektor perbankan, energi, dan konsumer mengalami tekanan penjualan. Namun, apakah situasi ini benar-benar seburuk yang terlihat?  


Belajar dari Sejarah: Trump 1.0

Ini bukan pertama kalinya Trump memicu perang tarif. Pada masa kepresidenan pertamanya (Trump 1.0), kebijakan serupa pernah diterapkan. Pada Januari 2018, Trump mengenakan tarif pada panel surya dan mesin cuci dari Tiongkok sebesar 30-50%. Kemudian, pada Maret 2018, tarif 25% untuk baja dan 10% untuk aluminium diterapkan pada beberapa negara, termasuk Kanada, Meksiko, dan Uni Eropa.  

Awalnya, pasar bereaksi negatif. Namun, setelah negosiasi, tarif tersebut berhasil dicabut atau dikurangi. Misalnya, pada Mei 2019, AS mencabut tarif baja dan aluminium untuk Kanada dan Meksiko setelah mencapai kesepakatan.  

Dari sini, kita bisa belajar bahwa kebijakan Trump seringkali lebih bersifat taktis. Tujuannya bukan sekadar mengenakan tarif, tetapi untuk memaksa negara lain memenuhi tuntutannya, seperti menghentikan imigrasi ilegal dan perdagangan obat-obatan terlarang.  

Analisis: Apakah Situasi Ini Menakutkan?

Meski terlihat menakutkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:  
1. Trump adalah Negosiator Ulung: Sebagai pengusaha, Trump cenderung menggunakan tarif sebagai alat tawar-menawar. Setelah mencapai kesepakatan, tarif seringkali dicabut atau dikurangi.  
2. Dampak Inflasi Tidak Separah yang Dikhawatirkan: Jika imigrasi ilegal dan perdagangan obat-obatan terlarang berhasil dikendalikan, inflasi di AS justru bisa turun.  
3. Pasar Cenderung Pulih: Seperti yang terjadi pada 2018, pasar saham global dan IHSG biasanya mengalami koreksi tajam di awal, tetapi pulih setelah ketidakpastian mereda.  

Tips Praktis untuk Investor

Berikut langkah-langkah yang bisa diambil investor untuk menghadapi volatilitas pasar:  
1. Siapkan Dana Cadangan (Cash Position): Jangan menginvestasikan semua dana. Sisihkan sebagian untuk berburu saham murah saat koreksi terjadi.  
2. Jangan Panik: Koreksi adalah hal wajar dalam investasi saham. Fokus pada fundamental perusahaan, bukan fluktuasi harga jangka pendek.  
3. Diversifikasi Portofolio: Sebarkan investasi ke berbagai sektor yang tahan terhadap gejolak, seperti konsumer dan kesehatan.  
4. Manfaatkan Dollar-Cost Averaging (DCA): Investasi secara bertahap untuk mengurangi risiko timing yang salah.  
5. Pantau Perkembangan Berita: Perhatikan perkembangan negosiasi tarif dan kebijakan The Fed.  


Ketidakpastian akibat kebijakan tarif Trump memang menciptakan volatilitas di pasar saham. Namun, sejarah membuktikan bahwa pasar cenderung pulih setelah ketegangan mereda. Sebagai investor, yang terpenting adalah tetap tenang, disiplin, dan memanfaatkan peluang yang muncul.  

Jangan lupa untuk terus meningkatkan literasi finansial Anda dengan membaca artikel terkait dan mengikuti perkembangan pasar. Semakin Anda paham, semakin siap Anda menghadapi tantangan investasi.  

(*)

IKLAN

 

×
Kaba Nan Baru Update