Notification

×

Iklan

Iklan

OJK Ungkap 22 Perusahaan Pinjol Alami Kredit Macet, Satu dari Lima Bermasalah

20 Februari 2025 | 10:09 WIB Last Updated 2025-02-20T03:14:44Z



Jakarta, pasbana – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa 22 perusahaan penyelenggara fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online mengalami masalah kredit macet dengan tingkat tunggakan (TWP90) di atas 5%. Jumlah ini meningkat dibandingkan periode sebelumnya, di mana pada November 2024 terdapat 21 perusahaan yang mengalami masalah serupa. 

Dari total 97 perusahaan pinjol resmi yang diizinkan OJK, kondisi ini menunjukkan bahwa satu dari lima perusahaan (22%) berada dalam situasi kredit bermasalah.

Meningkatnya Kredit Macet di Industri Pinjol


Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, menjelaskan bahwa peningkatan jumlah perusahaan dengan TWP90 di atas 5% ini menjadi perhatian serius. 

"Per Desember 2024, terdapat 22 penyelenggara yang memiliki tingkat TWP90 di atas 5%, meningkat 1 entitas penyelenggara pinjaman dibandingkan periode bulan November 2024," ujar Agusman dalam keterangan tertulis, Selasa (18/2/2025).

TWP90 merupakan indikator yang mengukur persentase pinjaman yang telah jatuh tempo lebih dari 90 hari. Tingginya angka TWP90 menunjukkan bahwa sejumlah besar pinjaman tidak dapat dikembalikan oleh peminjam, yang berpotensi mengganggu likuiditas dan stabilitas keuangan perusahaan pinjol.

Faktor Penyebab dan Upaya Mitigasi


Agusman menambahkan bahwa beberapa faktor yang memengaruhi tingginya rasio TWP90 antara lain kualitas credit scoring penerima dana (borrower) dan proses penagihan (collection) yang dilakukan oleh penyelenggara. "OJK terus melakukan monitoring kualitas pendanaan di industri P2P lending untuk memastikan stabilitas dan kesehatan sektor ini," tegasnya.

Menanggapi hal ini, Angel Brigitta, Wakil Ketua Bidang External Affairs and Advocacy Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), menyatakan bahwa pelaku industri telah mengambil berbagai langkah strategis untuk mengantisipasi dan memitigasi risiko kredit macet. "Kerja sama dengan penyedia data kredit seperti biro kredit Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) membantu platform memperoleh informasi yang lebih komprehensif mengenai profil kredit calon peminjam, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas portofolio," kata Angel kepada Bisnis, Jumat (8/11/2024).

Selain itu, Angel menjelaskan bahwa penyelenggara P2P lending juga memperketat analisis kredit dengan memanfaatkan teknologi dan machine learning. Teknologi ini dinilai mampu meningkatkan akurasi penilaian risiko peminjam, sehingga platform dapat lebih selektif dalam menyaring calon peminjam.

Edukasi dan Literasi Keuangan


Di sisi lain, Angel menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat terkait tanggung jawab dalam melunasi pinjaman. Menurutnya, maraknya kampanye negatif ajakan gagal bayar atau "galbay" di media sosial menjadi tantangan tersendiri bagi industri. "Penguatan edukasi ini diharapkan dapat mencegah ajakan-ajakan gagal bayar yang kerap muncul di media sosial dan memperbaiki kualitas kredit secara menyeluruh," ujarnya.

AFPI juga menemukan bahwa banyaknya kampanye negatif tersebut berdampak pada meningkatnya risiko kredit macet. Oleh karena itu, upaya edukasi dan literasi keuangan menjadi kunci untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya memenuhi kewajiban pembayaran pinjaman.

Optimisme Menjaga Kualitas Kredit


Meskipun tantangan kredit macet masih menghantui industri, Angel optimistis bahwa langkah-langkah yang telah diambil oleh pelaku industri dan regulator akan membawa dampak positif. "Dengan langkah-langkah ini, kami optimistis industri P2P lending akan semakin mampu menjaga kualitas kredit dan meningkatkan kepercayaan masyarakat," pungkasnya.

Sebagai informasi, industri P2P lending di Indonesia terus berkembang pesat, dengan total pinjaman yang disalurkan mencapai Rp 150 triliun per Desember 2024. Namun, pertumbuhan ini juga diiringi dengan meningkatnya risiko kredit macet, yang memerlukan pengawasan ketat dari OJK dan upaya kolaboratif dari seluruh pemangku kepentingan.

Laporan OJK ini menggarisbawahi pentingnya pengawasan dan regulasi yang ketat dalam industri P2P lending untuk memastikan stabilitas dan kepercayaan masyarakat. Dengan meningkatnya jumlah perusahaan yang mengalami kredit macet, langkah-langkah mitigasi dan edukasi menjadi kunci untuk menjaga kesehatan industri ini di masa depan.(*) 

IKLAN


×
Kaba Nan Baru Update