Notification

×

Iklan

Iklan

Ombusdman Sumbar: Pemkab dan ICBS Silahkan Duduk Bersama

05 Februari 2025 | 19:37 WIB Last Updated 2025-02-05T12:37:21Z



Limapuluh Kota, pasbana - Keberadaan Pesantren Insan Cendekia Boarding School (ICBS) di Lembah Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, telah memberikan kontribusi positif untuk daerah. Dalam dunia pendidikan, santri ICBS telah mengharumkan nama daerah dengan menghantarkan Kabupaten Lima Puluh Kota sebagai juara umum MTQ Tingkat Sumbar 2023 dimana kafilah dari Lima Puluh Kota mayoritas adalah santri ICBS. Belum lagi prestasi-prestasi lainnya yang mengharumkan nama Lima Puluh Kota baik di skala daerah maupun skala nasional.

Hal tersebut disampaikan Mustafa pengurus yayasan ICBS kepada wartawan, Rabu (5/2) di Payakumbuh. Menurutnya selain kontribusi dalam dunia pendidikan, ICBS juga gencar melakukan aksi sosial kepada warga Lima Puluh Kota. Baik secara mandiri maupun bersinergi dengan  pemerintahan nagari. ICBS Harau telah memberikan bantuan berupa ratusan beasiswa untuk anak yatim dan kurang mampu, bantuan untuk masjid sekitar, tanggap bencana, sembako, THR, sapi kurban, bahkan turut berkontribusi untuk memperbaiki jalan di Harau.

Secara ekonomi, keberadaan ICBS Harau juga mampu menghadirkan multiplier effect untuk kawasan tersebut. Banyaknya wali santri yang berkunjung ke ICBS, membuat ekonomi bergeliat. Bisnis homestay atau penginapan menjamur. Kuliner dan bisnis lainnya juga mendapatkan berkahnya. Objek wisata di Lembah Harau yang dulu dikenal sepi, semakin ramai sejak adanya ICBS. 

"Namun di balik kontribusi positif ICBS Harau terhadap daerah, sangat disayangkan sikap Pemkab khususnya oknum Kepala Dinas Pariwisata dan Olahraga (Kadisparpora) Limapuluh Kota seakan tidak bersyukur dan tidak tahu berterima kasih. Bahkan terkesan ICBS "dizalimi" dalam persoalan ini. Tudingan itu muncul setelah merebaknya pemberitaan bahwa Kadisparpora Lima Puluh Kota memberikan surat teguran kepada ICBS terkait tunggakan retribusi bahkan mengancam akan menggugat ICBS melalui jaksa pengacara negara," urai Mustafa.

Sementara itu pemberitaan yang viral di media sosial tersebut khususnya di Instagram, justru membuat simpati publik kepada ICBS. Malah Pemkab Lima Puluh Kota menuai kecaman dari warganet. 

"Terus terang saya melihat malah perekonomian daerah Harau semakin baik sejak adanya ICBS. Dulu jarang sekali Harau dilirik orang untuk berwisata. Harusnya Pemda bersyukur dengan geliat ekonomi yang timbul akibat keberadaan ICBS ini, " ujar akun Alfazz, Sabtu (1/2). 

Hal senada disampaikan akun Macmekra yang menyatakan keheranannya terhadap sikap Pemkab Lima Puluh Kota. “Masa iya wali murid mau lihat anaknya bersekolah harus bayar. Mana yang lebih dahulu, sekolahnya di sana dari pada viralnya wisata lembah Harau. Sampai segitunya pihak sekolah membayar?,” ucapnya.

Dari kronologis yang didapatkan media ini, beberapa waktu yang lalu sebenarnya pihak ICBS sudah duduk bersama dengan pihak Disparpora agar didapatkan landasan atau dasar hukumnya agar setoran yang dilakukan ICBS adalah legal dan tidak diduga pungli di kemudian hari. 

Namun secara sepihak, dengan dalih uji petik, semua pengunjung atau mobil berstiker ICBS, dihitung sebagai wisatawan Harau padahal mayoritas urusan mereka hanya mengunjungi pesantren untuk menjenguk anak atau urusan administrasi.

Pengurus Yayasan ICBS, Mustafa menjelaskan, sesuai Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, orang tua atau wali santri ICBS tidak termasuk dalam definisi wisatawan. Kunjungan orang tua ke pesantren ICBS Harau mesti dilihat sebagai satu kesatuan utuh dari kegiatan di sekolah untuk mendidik dan mengayomi para santri. 

“Mayoritas orang tua santri kunjungi ICBS Harau untuk melihat, menjemput dan mengantarkan anak mereka, serta keperluan administrasi lainnya yang berkaitan dengan aktivitas pendidikan di ICBS Harau,” ucapnya. 

Lagipula menurut Mustafa, ICBS Harau tidak termasuk ke dalam kategori objek wisata. Berdasarkan Perda Kabupaten Lima Puluh Kota No. 7 Tahun 2016 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2016-2032, yang masuk ke dalam Daftar Daya Tarik Wisata Kabupaten Lima Puluh Kota antara lain Sarasah Bunta, Aka Barayun, Ngalau Seribu, dan seterusnya. 

“Sehingga penerapan Perda Kabupaten Lima Puluh Kota No. 2 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah tidak dapat diberlakukan terhadap ICBS Harau karena kegiatan yang diselenggarakan adalah pendidikan dan keagamaan, bukan kepariwisataan,” tuturnya.

Polemik ini juga mengundang komentar dari pakar hukum yang juga Wakil Rektor Universitas Islam Sumatra Barat, Miko Kamal. Menurutnya, secara hukum, retribusi merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah atas pelayanan yang diberikan. 

“Jadi, yang harus dipastikan adalah apakah Pemerintah memberikan pelayanan kepada setiap mobil yang masuk dengan tujuan ICBS. Dalam konteks ini, karena area itu merupakan kawasan pariwisata, pertanyaannya apakah Pemerintah memberikan layanan (pariwisata) kepada setiap mobil yang lewat gerbang pemungutan karcis masuk,” ujar Miko kepada wartawan, Senin (3/2).

Terkait langkah Pemkab menagih semua pengunjung ICBS, walau hanya untuk menjenguk santri dan tidak pergi ke tempat wisata, Miko Kamal memberikan perspektifnya. 

“Kalau dilihat secara umum, penagihan itu kurang tepat. Sebab, orang tua yang masuk ke lokasi melalui gerbang bukan dengan maksud berwisata, tapi menjenguk, mengantar dan menjemput anak-anak mereka,” tuturnya.

Kepala Ombudsman Sumbar yang baru saja dilantik, Adel Wahidi turut angkat bicara. Menurutnya, Pemkab Lima Puluh Kota mesti lebih cermat dalam melakukan tagihan retribusi terutama terkait dengan aturan penetapan area wisata yang diatur oleh Pemda setempat.

“Perlu dicek dulu, peraturan tentang retribusinya, atau tentang pengelolaan wisatanya, apakah ICBS Harau termasuk tempat wisata atau tidak. Apakah yang dimaksud kawasan atau tempat wisatanya itu adalah Sarasah Bunta, Aka Barayun, dan seterusnya. Kalau itu yang dimaksud, maka sekolah tidak masuk kategori tempat wisata,” ujar Kepala Ombudsman Sumbar Adel Wahidi kepada wartawan, Senin (3/2)

ICBS Harau disebut bukan merupakan lokasi wisata dengan adanya legalitas dan perizinan ICBS sebagai lembaga pendidikan di lokasi tersebut. 

"Pemkab Lima Puluh Kota sudah berikan izin pendirian sekolah di sana kan. Itu artinya ICBS bukan tempat wisata. Perlu dikaji lebih cermat oleh Pemkab Lima Puluh Kota, sehingga juga tepat untuk melakukan pemungutan tarif. Juga perlu ditimbang, apakah sudah tepat menerapkan tarif wisata kepada orang yang urusannya pendidikan atau sekolah, bukan untuk urusan wisata,” tutur Adel.

Oleh sebab itu, Adel menyarankan agar persoalan ini dikaji secara bersama dimana pertanyaan mendasarnya, apakah yang disebut kawasan wisata Harau itu seluruh kawasan itu, atau ada beberapa objek wisata tertentu, sehingga tepat Pemkab Lima Puluh Kota dalam menetapkan adanya pungutan retribusi. 

"Dari Ombudsman itu saja, untuk menyelesaikan polemik ini, Pemkab dan ICBS silahkan duduk bersama, kaji peraturan yang telah diterbitkan sehingga tidak ada pihak yang dirugikan," pungkasnya. (BD)

IKLAN


×
Kaba Nan Baru Update