Padang, pasbana – Kinerja perbankan syariah di Sumatra Barat (Sumbar) sepanjang tahun 2024 menunjukkan tren positif, dengan pertumbuhan aset yang mencapai 24,8 persen pada Desember 2024. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumbar mencatat, aset perbankan syariah naik menjadi Rp12,98 triliun, meningkat dari Rp10,40 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
"Perbankan syariah menunjukkan kinerja positif dengan pertumbuhan double digit, jauh di atas kinerja perbankan konvensional," ujar Kepala OJK Sumbar, Roni Nazra, dalam konferensi pers beberapa waktu lalu (10/2/2025). Pertumbuhan ini tidak hanya terjadi pada aset, tetapi juga pada pembiayaan dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK).
Pembiayaan perbankan syariah Sumbar tumbuh signifikan sebesar 20,2 persen, dari Rp8,81 triliun pada 2023 menjadi Rp10,59 triliun di akhir 2024. Sementara itu, penghimpunan DPK juga mengalami kenaikan sebesar 11,9 persen, dari Rp9,73 triliun menjadi Rp10,90 triliun.
Rasio pembiayaan bermasalah atau non-performing financing (NPF) perbankan syariah Sumbar terjaga di level 1,32 persen, jauh lebih baik dibandingkan angka nasional yang mencapai 2,27 persen. Selain itu, loan to deposit ratio (LDR) perbankan syariah berada di angka 97,13 persen, menunjukkan kemampuan intermediasi yang baik.
Secara keseluruhan, kinerja perbankan di Sumatra Barat pada tahun 2024 tetap menunjukkan performa yang positif. Aset perbankan secara umum tumbuh 3,50 persen, dari Rp81,15 triliun pada 2023 menjadi Rp83,99 triliun di akhir 2024. Penyaluran kredit juga meningkat 5,27 persen secara year on year (yoy), dari Rp69,68 triliun menjadi Rp73,36 triliun.
Penghimpunan DPK perbankan konvensional dan syariah secara gabungan mencapai Rp56,12 triliun, tumbuh 4,18 persen dari Rp53,87 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) perbankan Sumbar juga terjaga di angka 2,23 persen, masih di bawah ambang batas regulator sebesar 5 persen.
Meskipun kinerja perbankan Sumbar masih tumbuh positif, Roni mengingatkan bahwa tahun 2025 akan dihadapkan pada tantangan likuiditas yang ketat dan ketidakpastian ekonomi global. "Manajemen perbankan harus lebih kreatif dalam mencari sumber dana untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan," ujarnya.
Rasio intermediasi atau LDR perbankan Sumbar mencapai 138,82 persen, menunjukkan bahwa banyak dana dari luar provinsi yang diserap untuk membiayai kredit di wilayah ini. "LDR yang tinggi menunjukkan kepercayaan investor dan nasabah terhadap perbankan di Sumbar," tambah Roni.
Pertumbuhan perbankan syariah di Sumbar yang melampaui perbankan konvensional menunjukkan semakin tingginya minat masyarakat terhadap produk-produk keuangan syariah. Hal ini sejalan dengan tren nasional yang mencatat peningkatan signifikan dalam industri keuangan syariah.
Menurut data OJK pusat, industri perbankan syariah nasional tumbuh rata-rata 15 persen per tahun dalam lima tahun terakhir. Pertumbuhan ini didorong oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan prinsip-prinsip syariah yang transparan dan berkeadilan.
Kinerja perbankan syariah Sumatra Barat pada tahun 2024 patut diapresiasi, dengan pertumbuhan aset, pembiayaan, dan DPK yang signifikan. Meskipun tantangan likuiditas dan ketidakpastian ekonomi global masih membayangi, optimisme terhadap pertumbuhan industri perbankan syariah di Sumbar tetap tinggi. Dengan manajemen yang baik dan strategi yang tepat, perbankan syariah diharapkan dapat terus berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi daerah.(*/rel)