Notification

×

Iklan

Iklan

Djamilah Djambek: Pelopor Kemajuan Perempuan Minangkabau dan Pewaris Tradisi Surau Tangah Sawah

18 Maret 2025 | 09:33 WIB Last Updated 2025-03-18T03:40:38Z




Pasbana - Djamilah Djambek, nama yang mungkin kurang familiar di telinga generasi masa kini, namun memiliki peran penting dalam sejarah kemajuan perempuan di Sumatera, khususnya Minangkabau. Sebagai putri dari Syekh Djamil Djambek, ulama terkemuka Minangkabau, Djamilah tidak hanya melanjutkan tradisi keagamaan yang ditinggalkan ayahnya, tetapi juga menjadi pionir dalam memperjuangkan hak-hak perempuan di ranah sosial dan politik. 

Djamilah Djambek adalah anak dari Syekh Djamil Djambek, ulama besar Minangkabau yang dikenal sebagai pembaharu Islam di awal abad ke-20. Syekh Djamil Djambek wafat pada tahun 1947, meninggalkan warisan spiritual dan intelektual yang besar, termasuk Surau Tangah Sawah di Bukittinggi. 

Sebagai pewaris tradisi, Djamilah mengambil alih pengelolaan surau tersebut dan melanjutkan pengajian yang telah dirintis ayahnya. Namun, Djamilah bukanlah sosok yang hanya berkutat di balik dinding surau. Ia adalah perempuan progresif yang memiliki visi untuk memajukan kaum perempuan di Sumatera.

Setelah ayahnya wafat, Djamilah Djambek tidak hanya fokus pada kegiatan keagamaan di Surau Tangah Sawah. Ia juga aktif dalam organisasi perempuan, khususnya Aisyiyah, sayap perempuan Muhammadiyah. 

Djamilah pernah menjabat sebagai Konsul Aisyiah di Lampung dan Palembang, serta menjadi guru di Moderne Islamitische Kweekschool (Sekolah Guru Islam Modern) bagian putri di Bukittinggi. Melalui peran-peran ini, ia berupaya meningkatkan pendidikan dan kesadaran sosial perempuan.

Pada akhir tahun 1948, Djamilah mencapai tonggak sejarah baru ketika terpilih sebagai anggota Dewan Pemerintahan Kota Bukittinggi. Ini adalah pencapaian yang luar biasa, mengingat pada masa itu, perempuan masih jarang terlibat dalam politik praktis. Sebagai anggota dewan, Djamilah aktif memperjuangkan hak-hak perempuan dan pembangunan masyarakat.

Perjuangan Djamilah Djambek berlangsung pada masa pasca-kemerdekaan Indonesia, tepatnya antara akhir 1940-an hingga awal 1950-an. Lokasi utama aktivitasnya adalah Bukittinggi, kota yang menjadi pusat pendidikan dan kebudayaan Minangkabau saat itu. Surau Tangah Sawah, yang terletak di Bukittinggi, menjadi basis kegiatan keagamaan dan pendidikan yang ia kelola. 

Selain itu, Djamilah juga aktif di berbagai daerah seperti Lampung dan Palembang, menunjukkan pengaruhnya yang luas di Sumatera.

Djamilah Djambek adalah simbol perpaduan antara tradisi dan modernitas. Di satu sisi, ia mempertahankan tradisi pengajian dan nilai-nilai keislaman yang diwariskan ayahnya. Di sisi lain, ia adalah perempuan modern yang berani memasuki ranah publik, sesuatu yang masih tabu bagi banyak perempuan pada masanya. 

Keberhasilannya sebagai anggota dewan kota menjadikannya perempuan pertama di Sumatera yang menduduki posisi tersebut, membuka jalan bagi generasi perempuan berikutnya.
  
Djamilah Djambek memengaruhi masyarakat melalui dua jalur utama: pendidikan dan politik. Di bidang pendidikan, ia mengajar di sekolah-sekolah Islam modern, membekali perempuan dengan pengetahuan agama dan keterampilan praktis. Di bidang politik, ia menggunakan posisinya sebagai anggota dewan untuk memperjuangkan kebijakan yang pro-perempuan dan pro-masyarakat. Kegigihannya dalam memajukan perempuan membuatnya dijuluki "pendekar kaum wanita di Sumatera."
 
Menurut catatan sejarah yang dilansir dari arsip surat kabar dan sumber terpercaya, Djamilah Djambek adalah sosok yang dihormati baik di kalangan agama maupun politik. Sebuah artikel dari media masa itu menyebutkan:  
“Rangkajo Djamilah Djambek adalah wanita pertama untuk memangku jabatan tersebut di Sumatera. Ia terkenal di kalangan Islam karena hasratnya untuk memajukan kedudukan kaum wanita.”
Kutipan ini menunjukkan betapa Djamilah diakui sebagai pelopor dalam memperjuangkan hak-hak perempuan.

Djamilah Djambek adalah sosok multidimensi: seorang guru, pemimpin agama, dan politisi. Ia berhasil memadukan tradisi keislaman dengan semangat modernitas, menjadikannya teladan bagi perempuan Minangkabau dan Indonesia. Warisannya dalam pendidikan dan politik masih relevan hingga hari ini, mengingat pentingnya peran perempuan dalam membangun masyarakat yang adil dan sejahtera.

Melalui kisah hidupnya, kita diingatkan bahwa kemajuan suatu bangsa tidak bisa tercapai tanpa partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat, termasuk perempuan. Makin tahu Indonesia. (Budi)

IKLAN


×
Kaba Nan Baru Update