Notification

×

Iklan

Iklan

Mengenal Asal Usul dan Jejak Sejarah Masyarakat Kerinci: Dari Gunung Marapi hingga Riang Tinggi

06 Maret 2025 | 10:47 WIB Last Updated 2025-03-06T03:47:06Z



Kerinci, pasbana  – Menelusuri asal usul masyarakat Kerinci tidak bisa lepas dari cerita turun-temurun yang diwariskan oleh para ninik moyang. Berdasarkan curaian (cerita lisan) dan tambo (catatan adat) yang dipegang teguh oleh orang tua-tua di Kerinci, sejarah panjang masyarakat ini bermula dari perjalanan nenek moyang mereka yang pertama kali berkumpul di Gunung Merapi Kerinci, kemudian berpindah ke Gunung Jilatang, dan akhirnya menetap di Riang Tinggi (Hiang). 

Di sanalah mereka membangun kehidupan permanen, sementara sebagian lainnya melanjutkan perjalanan ke Jangkang Tinggi dan Pulau Sangkar Pengasih Tamiai.

Menurut keterangan Hadji Matkari Mandapo Hiang Tinggi, gelar Depati Atoer Boemi, asal usul masyarakat Kerinci sejati bermula dari Pariangan Padang Panjang di Minangkabau. Hal ini sejalan dengan tambo yang menyatakan bahwa nenek moyang Kerinci adalah keturunan langsung dari Datuak-datuak (pemimpin adat) Minangkabau. 

Datuak-datuak ini kemudian membagi diri menjadi dua kelompok besar: Laras Koto Piliang dan Laras Boedi Tjaniago, yang masing-masing memiliki wilayah dan sistem kepemimpinan adat tersendiri.

Asal Usul Datuak dan Pembagian Wilayah

Dalam Laras Koto Piliang, terdapat empat Datuak yang memimpin masyarakatnya, yaitu:
1. Datuak Yang Tunggal (berkedudukan di Riang Tinggi)  
2. Datuak Batoe Hampar (berkedudukan di Riang Tinggi)  
3. Datuak Radja Poetih (berkedudukan di Koto Marau)  
4. Datuak Malindeman (berkedudukan di Koto Ameh)  

Sementara itu, dalam Laras Boedi Tjaniago, terdapat tiga Datuak yang memimpin, yaitu:
1. Datuak Rintjong Talang (berkedudukan di Poelau Sangkar)  
2. Datuak Biang Saring (berkedudukan di Pengasih)  
3. Datuak Banoer Langkap (berkedudukan di Tamiai)  



Kedua laras ini memiliki peran penting dalam menjaga adat dan tradisi masyarakat Kerinci. Datuak-datuak tersebut tidak hanya menjadi pemimpin politik, tetapi juga penjaga nilai-nilai budaya yang diwariskan turun-temurun.

Pecahan Negeri dan Perkembangan Masyarakat

Seiring berjalannya waktu, masyarakat Kerinci semakin berkembang. Negeri Riang Tinggi, sebagai pusat awal pemukiman, kemudian mengalami pemekaran menjadi beberapa wilayah, seperti Koto Tabat, Koto Talang Banio, Koto Pajoeng Pandoeng, dan lainnya. Wilayah-wilayah ini masih berada dalam naungan Laras Koto Piliang. 

Sementara itu, Laras Bodi Tjaniago juga mengalami perkembangan dengan terbentuknya wilayah-wilayah seperti Sanggaran Agoeng, Loloh, P. Tangah, dan Djoedjoen.




Menurut tambo, sistem pemerintahan adat di Kerinci dikenal dengan sebutan "Tiga Halai Kain", yang menggambarkan kepemimpinan kolektif berdasarkan adat. Kepala distrik tertua berkedudukan di Riang Tinggi, yang menjadi pusat pemerintahan adat.

Migrasi ke Jambi dan Pengaruh Adat Minangkabau

Meskipun masyarakat Kerinci memiliki akar budaya yang kuat dari Minangkabau, mereka juga mengadopsi adat istiadat Jambi seiring dengan integrasi mereka ke dalam wilayah pemerintahan Jambi. Hal ini terjadi karena perpindahan nenek moyang Kerinci ke Jambi pada abad ke-17, yang dipicu oleh konflik antara "Himbang Djajo Tiang Boengkoek" dan "Tjindoer Mato". Peristiwa ini menjadi titik balik sejarah yang mengubah dinamika sosial dan budaya masyarakat Kerinci.

Seperti pepatah Minangkabau yang sering diucapkan oleh orang tua-tua, _"Jalan di asak urang lalu, Cupak di alih urang manggaleh"_ (Jalan yang dilalui orang ramai, cupak yang diubah orang berdagang), masyarakat Kerinci tetap memegang teguh adat istiadat mereka meskipun telah beradaptasi dengan lingkungan baru.

Menjaga Warisan Budaya di Era Modern

Sayangnya, generasi muda Kerinci saat ini banyak yang tidak lagi mengenal asal usul dan sejarah nenek moyang mereka. Sebagian bahkan menganggap bahwa negeri mereka tidak memiliki adat yang kuat. Padahal, warisan budaya yang ditinggalkan oleh Datuak-datuak dan nenek moyang mereka merupakan kekayaan tak ternilai yang perlu dilestarikan.

Hadji Matkari Mandapo Hiang Tinggi, sebagai salah satu penjaga adat, menegaskan pentingnya mengingat kembali sejarah dan nilai-nilai yang diwariskan oleh nenek moyang. "Kita harus bangga dengan identitas kita sebagai orang Kerinci yang memiliki akar budaya yang kuat. Jangan sampai generasi muda melupakan asal usul mereka," ujarnya.

Sejarah masyarakat Kerinci adalah cerita tentang perjalanan panjang nenek moyang mereka, dari Gunung Merapi hingga menetap di Riang Tinggi dan sekitarnya. Dengan sistem adat yang kuat dan kepemimpinan Datuak-datuak, masyarakat Kerinci telah membangun identitas budaya yang unik. Di tengah arus modernisasi, upaya melestarikan warisan budaya ini menjadi tanggung jawab bersama, agar nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh nenek moyang tidak hilang ditelan zaman. Makin tahu Indonesia. (*)

IKLAN


×
Kaba Nan Baru Update