Pasbana - Di era di semua orang bisa jadi "influencer" dalam sekejap, kemandirian (qodirun ‘alal kasbi) seringkali terlupakan. Padahal, mandiri itu bukan cuma soal bisa bayar kopi sendiri tanpa minta diskon.
Ini soal harga diri, prinsip, dan tentu saja, ibadah. Ya, ibadah! Karena dalam Islam, bekerja itu bukan sekadar urusan duniawi, tapi juga bentuk ketaatan pada Sang Pencipta.
Allah SWT sudah berfirman, “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu.” (QS. At-Taubah: 105).
Jadi, kalau kamu masih malas-malasan sambil bilang, “Saya sedang tawakal,” hati-hati, jangan-jangan kamu cuma beralasan. Tawakal itu bukan berarti duduk manis sambil nunggu rezeki jatuh dari langit. Tawakal itu berusaha keras, lalu pasrahkan hasilnya pada Allah.
Rasulullah SAW juga bersabda, “Tidak ada seorang pun yang memakan makanan yang lebih baik daripada hasil usahanya sendiri.” (HR. Bukhari).
Artinya, makan nasi goreng hasil jerih payah sendiri itu lebih nikmat daripada makan steak hasil utang. Bahkan Nabi Daud AS, seorang nabi yang mulia, makan dari hasil tangannya sendiri. Jadi, kalau kamu masih ngandelin kiriman ortu atau utang sana-sini, mungkin sudah saatnya introspeksi diri.
Lihatlah para sahabat Nabi. Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, misalnya. Sebelum jadi khalifah, beliau adalah pedagang sukses. Uangnya dipakai buat dakwah dan bantu sesama. Utsman bin Affan RA? Beliau bahkan beli sumur Raumah dan wakafkan untuk umum. Bayangkan, kalau mereka cuma ngandelin kiriman dari keluarga, mungkin sejarah Islam akan beda ceritanya.
Di era digital ini, kemandirian malah lebih penting. Skill dan keahlian adalah modal utama. Jangan cuma bisa scroll TikTok atau Instagram, tapi juga upgrade diri. Rasulullah SAW bersabda, “Allah menyukai seorang hamba yang apabila bekerja, ia melakukannya dengan profesional (itqan).” (HR. Baihaqi). Jadi, kalau kamu kerja, kerjain dengan serius. Jangan asal-asalan.
Tapi ingat, mandiri bukan berarti sok kuat sendiri. Kemandirian itu harus dibarengi dengan tawakal. Allah SWT berfirman, “Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq: 3).
Jadi, setelah kamu berusaha maksimal, serahkan sisanya pada Allah. Jangan lupa, kemandirian juga harus dibarengi dengan keikhlasan dan niat baik.
Kemandirian itu keren, tapi jangan lupa, tujuannya bukan cuma buat diri sendiri. Dengan mandiri, kamu bisa bantu orang lain. Zakat, infaq, dan sedekah hanya bisa diberikan oleh orang yang punya kelebihan. Jadi, jangan takut jadi kaya, asalkan kekayaan itu digunakan untuk kebaikan.
Jadi, mari kita jadi pribadi yang mandiri, profesional, dan penuh tawakal. Karena kemandirian itu bukan cuma soal uang, tapi juga soal menjaga prinsip dan membantu sesama. Yuk, berusaha, berdoa, dan tawakal. Semoga kita semua jadi pribadi yang mandiri, bermanfaat, dan diridhai oleh-Nya. Aamiin.
Pesan : Kalau kamu masih ngandelin kiriman ortu, mungkin sudah saatnya buka usaha kecil-kecilan. Jualan online bisa jadi pilihan. Siapa tahu, kamu jadi pengusaha sukses kayak Abu Bakar Ash-Shiddiq. Siapa yang tahu?
20 Ramadhan 1446 H.
Sanitsaka