Notification

×

Iklan

Iklan

Ramadan Pergi, Taqwa Tetap Menyala: Sebuah Refleksi

31 Maret 2025 | 09:53 WIB Last Updated 2025-04-01T05:28:21Z


Pasbana - Ramadhan telah mengajarkan kita banyak hal—tentang lapar yang mengingatkan pada mereka yang tak punya, tentang dahaga yang melatih kesabaran, dan tentang nafsu yang harus ditundukkan. 

Kini, di penghujung bulan suci, pertanyaannya bukan hanya "Sudahkah puasa kita diterima?" melainkan "Bisakah ketakwaan ini bertahan setelah Lebaran?"  

Sebuah panggilan khusus Allah SWT hanya untuk orang-orang beriman—bukan sekadar pengakuan di KTP, melainkan keimanan yang terpatri dalam syahadat dan terwujud dalam laku hidup. 

Tapi, iman itu seperti ombak: kadang pasang, kadang surut. Godaan "3-ta"—harta, tahta, wanita—selalu mengintai, siap menggerus ketakwaan.  

Fakta yang Menggelitik:

Data menunjukkan, hanya dua pertiga umat Islam yang berpuasa, padahal 87% penduduk mengaku Muslim di KTP. Itu pun belum tentu bernilai di mata-Nya. 

Sebab, puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, melainkan juga mengekang ghibah, dusta, dan sikap tak peduli.  

Puasa adalah ibadah yang unik—"untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya," sabda Allah dalam hadis qudsi. Tak ada yang tahu nilai puasa kita kecuali Dia. 

Tapi, satu hal pasti: puasa sejati meninggalkan bekas. Ia mengubah si pembohong jadi jujur, si pemalas jadi disiplin, dan si egois jadi peka.  

Ujian Sesungguhnya Dimulai Besok:

Hari ini, kita menutup puasa dengan harapan menjadi fitri—kembali suci. Tapi, seperti kata QS Al-Maidah (5:93), ketakwaan harus dijaga dalam tiga lapis: beriman, beramal saleh, lalu bertakwa lagi. Artinya, ini bukan garis finish, melainkan awal dari lari maraton bernama istiqamah.  

Setelah Lebaran, dunia akan kembali memanggil: koruptor mungkin tergoda kembali menyalahkan "kesempatan," si pemalas bisa saja kembali bersandar pada "nanti saja." 

Tapi, Ramadhan mengajarkan Sa'i—usaha tanpa henti, seperti Hajar yang berlari antara Shafa dan Marwah. Tak ada ruang untuk berpangku tangan.  

Maka, di hari kemenangan ini, mari kita rayakan bukan hanya dengan ketupat dan opor, melainkan dengan tekad: Menjaga takwa tetap menyala. Sebab, kesejahteraan sejati lahir dari iman yang diiringi amal, ilmu, dan kemurahan hati.  

Selamat Idul Fitri—semoga kita bukan hanya kembali fitrah, tapi juga konsisten dalam kebaikan. Mohon maaf lahir dan batin.  (*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update