Notification

×

Iklan

Iklan

Totalitas atau Terombang-ambing? Menyelami Makna Loyalitas dalam Islam

08 Maret 2025 | 13:50 WIB Last Updated 2025-03-08T06:50:23Z


Pasbana - Dalam hidup, kita sering dihadapkan pada pilihan: apakah kita akan setia pada prinsip atau terjebak dalam arus dunia yang serba sementara?

Bagi seorang Muslim, pilihan ini bukan sekadar soal preferensi, melainkan ujian iman. At Tajarrud, atau totalitas dalam loyalitas terhadap Islam, adalah konsep yang mengajarkan kita untuk tidak setengah-setengah dalam beragama. 

Ini bukan sekadar tentang shalat atau puasa, tapi tentang bagaimana kita mencelupkan seluruh hidup kita dalam warna-warni aqidah Islam. 

Bayangkan hidup seperti secangkir kopi. Tanpa gula, kopi itu pahit. Tanpa kopi, air itu hambar. Tapi ketika keduanya menyatu, terciptalah harmoni. 

Begitu pula dengan Islam. At Tajarrud adalah tentang bagaimana kita menyatukan diri dengan Islam hingga tak ada lagi celah untuk pemikiran atau pengaruh yang bertentangan. Ini adalah tentang menjadi "kopi yang kental", bukan sekadar air yang dicampur sedikit rasa.

At Tajarrud: Bukan Sekadar Ikut-ikutan


At Tajarrud bukanlah tentang menjadi fanatik buta atau menutup diri dari dunia. Ini tentang kesadaran bahwa Islam adalah panduan hidup yang lengkap. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:  
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin-pemimpin (mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al-Maidah: 51)

Ayat ini bukanlah larangan untuk berteman dengan non-Muslim, melainkan peringatan agar kita tidak menjadikan mereka sebagai panutan dalam hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. 

Bayangkan ini seperti memilih teman sekamar. Anda bisa berteman baik dengan siapa pun, tapi Anda tak akan membiarkan teman sekamar yang suka begadang hingga larut malam mengganggu ritme hidup Anda, bukan?

Shibghah: Mewarnai Hidup dengan Islam


Shibghah, atau proses mencelupkan diri dalam aqidah Islam, adalah tentang menjadikan Islam sebagai identitas utama. Ini bukan sekadar tentang apa yang kita kenakan di luar, tapi apa yang mengalir dalam pikiran dan hati kita. Allah SWT berfirman:  
"Shibghah (celupan) Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghah-nya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nya kami menyembah."(QS. Al-Baqarah: 138)

Rasulullah SAW juga mengingatkan:  
"Seorang Muslim adalah orang yang orang lain selamat dari lisan dan tangannya, dan seorang Muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah." (HR. Bukhari)

Ini adalah tentang menjadi Muslim yang tidak hanya baik untuk diri sendiri, tapi juga membawa kebaikan bagi orang lain. 

Bayangkan diri Anda seperti spidol warna-warni. Ketika Anda menulis, warna itu tidak hanya terlihat, tapi juga meninggalkan bekas yang jelas. Begitulah seharusnya seorang Muslim: meninggalkan jejak kebaikan di mana pun ia berada.

Membersihkan Diri: Jangan Biarkan "Sampah" Mengotori Hati


At Tajarrud juga menuntut kita untuk membersihkan diri dari pemikiran dan pengaruh yang bertentangan dengan Islam. Ini bukan berarti kita harus mengisolasi diri, tapi kita harus selektif dalam memilih apa yang kita konsumsi, baik itu pemikiran, pertemanan, atau gaya hidup. Rasulullah SAW bersabda:  
"Seseorang itu berada di atas agama temannya, maka hendaklah salah seorang di antara kalian melihat siapa yang menjadi temannya." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Bayangkan hati kita seperti kolam renang. Jika kita membiarkan sampah masuk, airnya akan keruh dan tidak nyaman untuk digunakan. 

Begitu pula dengan hati. Jika kita membiarkan pemikiran atau pengaruh buruk masuk, hati kita akan kehilangan kejernihan iman.

Keteladanan: Dari Sahabat hingga Ulama


1. Abu Bakar Ash-Shiddiq RA: Ketika banyak orang ragu setelah wafatnya Rasulullah, Abu Bakar tegas memegang prinsip. Ia seperti nakhoda yang tak goyah meski diterjang badai.  

2. Umar bin Khattab RA: 
Umar adalah sosok yang tegas dan tidak kompromi dengan kezaliman. Ia seperti pedang yang selalu tajam, siap memotong kebatilan.  

3. Ali bin Abi Thalib RA
Meski dihadapkan pada fitnah dan konflik, Ali tetap teguh memegang prinsip Islam. Ia seperti batu karang yang tak tergoyahkan oleh ombak.  

4. Imam Syafi'i: 
Ulama besar ini menghabiskan hidupnya untuk menuntut ilmu dan menyebarkan Islam. Ia seperti lilin yang rela terbakar demi menerangi jalan orang lain.  

5. Imam Ahmad bin Hanbal
Di tengah ujian Mihnah, ia tetap mempertahankan aqidah meski harus menghadapi siksaan. Ia seperti berlian yang tak tergores oleh tekanan.

Totalitas atau Terombang-ambing?


At Tajarrud mengajarkan kita untuk tidak setengah-setengah dalam berislam. Ini bukan tentang menjadi sempurna, tapi tentang berusaha konsisten dalam menjaga loyalitas kepada Allah dan Rasul-Nya. Seperti kata pepatah, "Lebih baik berdiri tegak meski sendirian, daripada ikut kerumunan tapi tersesat."

Allah SWT berfirman:  
"Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai..." (QS. Ali Imran: 103)

Mari kita jadikan hidup kita seperti secangkir kopi yang kental: kuat, berkarakter, dan meninggalkan kesan. Semoga kita termasuk orang-orang yang mampu menjaga totalitas dalam loyalitas kepada Islam. Aamiin.

Selamat berjuang, sahabat!  

8 Ramadhan 1446 H.
Sanitsaka

IKLAN


×
Kaba Nan Baru Update