Pasbana - Selamat datang di era Bani Jadi! Sebuah zaman di mana segala sesuatu seolah bisa terjadi begitu saja—tapi tetap saja bikin pusing.
Ekonomi rapuh, berita negatif berseliweran, dan ancaman PHK bisa datang kapan saja. Hidup dalam ketidakpastian memang bukan pilihan, tapi kenyataan yang harus dihadapi.
Pertanyaannya: bagaimana kita bertahan?
Mental Kolektif: Dari Cemas ke Depresi
Hari ini, banyak orang terjebak dalam pusaran kecemasan. Dari perbandingan sosial yang tak ada habisnya di media sosial, hingga ketakutan akan masa depan yang sulit diprediksi.
Bukan sekadar perasaan waswas biasa, tapi efek domino yang bisa meruntuhkan kesehatan mental, daya juang, bahkan harapan.
Generasi muda, khususnya Gen Z, menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Persaingan di dunia kerja, ekspektasi tinggi, dan tuntutan keterampilan yang berubah-ubah menjadi momok tersendiri.
Belum lagi, algoritma media sosial yang memperkuat rasa "tidak cukup" lewat parade pencapaian orang lain.
Kalau tidak dihadapi dengan bijak, tekanan ini bisa menggerus kepercayaan diri dan membuat mereka terus-menerus merasa tertinggal.
Membangun Modal: Sosial, Psikologis, dan Spiritual
Saat dunia menjadi semakin tak terduga, bertahan sendirian bukanlah solusi. Inilah saatnya untuk menghidupkan kembali konsep modal sosial—jaringan pertemanan, komunitas yang mendukung, dan kerja sama yang memperkuat ketahanan psikologis.
Tak kalah penting adalah modal psikologis, yang mencakup optimisme, harapan, dan kemampuan bangkit dari keterpurukan.
Pendidikan yang baik, seperti yang diterapkan di Inggris, misalnya, menitikberatkan pada kebebasan berekspresi dan pengembangan keterampilan ketimbang hanya hafalan.
Pendidikan semacam ini mampu membentuk individu yang lebih adaptif dalam menghadapi perubahan.
Keluarga juga memegang peran kunci dalam membangun ketahanan mental anak-anaknya. Komunikasi yang terbuka, dukungan emosional yang kuat, serta pola asuh yang tidak terlalu mengekang dapat membantu mereka menghadapi realitas dunia dengan lebih percaya diri.
Teknologi: Teman atau Lawan?
Di satu sisi, teknologi membuka peluang baru: memudahkan pekerjaan, mempercepat komunikasi, dan memberikan akses tak terbatas pada informasi. Namun, di sisi lain, ia juga bisa menjadi sumber kecemasan baru.
Kemampuan untuk selalu "terhubung" justru sering kali membuat banyak orang merasa terisolasi. Tantangan terbesar kita adalah menemukan keseimbangan—memanfaatkan teknologi tanpa terjebak dalam tekanan sosial yang ditimbulkannya.
Harapan di Tengah Kekacauan
Pada akhirnya, harapan dan resiliensi adalah kunci utama dalam menghadapi ketidakpastian.
Bukan berarti mengabaikan realitas, melainkan mencari cara untuk tetap bertahan dan berkembang di tengah tantangan. Kepemimpinan yang baik, rekrutmen berbasis keterampilan interpersonal, hingga ruang bagi spiritualitas bisa menjadi jalan untuk menciptakan ekosistem yang lebih sehat, baik dalam pekerjaan maupun kehidupan pribadi.
Di dunia yang serba tidak pasti ini, satu hal yang pasti: manusia punya daya untuk beradaptasi. Maka, alih-alih tenggelam dalam kecemasan, saatnya kita bangkit dan menjadi bagian dari solusi.
Karena pada akhirnya, dunia mungkin tetap kacau, tapi pikiran kita tidak harus ikut-ikutan berantakan.(*)