Oleh: Kasbi, S.Pd.I, M.Pd
(Ketua YPPM dan Guru SMAN 1 Padang Panjang)
(Sebuah Refleksi tentang Disiplin, Ibadah, dan Adaptasi yang Bermakna)
Pasbana - Membiasakan yang baik itu seperti menanam pohon. Awalnya terasa berat mencangkul tanah, tetapi kelak kita yang akan memetik buahnya.
Itulah kira-kira analogi yang tepat untuk menggambarkan pengalaman kami di SMAN 1 Padang Panjang setahun terakhir. Ketika kebijakan "masuk pukul 07.00 WIB" pertama kali digulirkan, reaksi spontan pun bermunculan: "Istighfar! Tidur jadi berkurang," atau "Ini ujian kesabaran atau efisiensi kurikulum?"
Tapi begitulah hidup. Setiap perubahan—seberat apa pun—selalu membawa dua sisi: gelas yang separuh kosong atau separuh terisi. Dan hari ini, saya ingin bercerita tentang sisi yang terisi.
Kurikulum Padat vs. Waktu yang "Dicuri"
Kebijakan ini lahir dari konsekuensi logis Kurikulum Merdeka yang padat muatan. Jika tetap masuk pukul 07.30, siswa pulang menjelang maghrib (17.30 WIB). Dengan dimajukan 15 menit saja, mereka bisa pulang usai Ashar—sekitar 16.30 WIB.
"Loh, cuma 15 menit? Kok bisa beda jauh?"
Ya, dalam dunia pendidikan, 15 menit adalah golden time. Ia bisa menjadi pembeda antara siswa yang pulang dengan tenaga tersisa atau kelelahan akut.
Tapi bukan soal durasi yang ingin saya tekankan. Melainkan efek domino-nya yang tak terduga.
Dari Bangun Awal sampai Tahajud yang Kembali Hidup
Di balik "keterpaksaan" bangun pagi, ternyata tersimpan hikmah yang manis:
1. Subuh Berjamaah di Masjid Menjadi Ritual.
Jika dulu terburu-buru, kini ada waktu leluasa untuk wudhu, berjalan kaki ke masjid, dan meresapi kekhusyukan sebelum berangkat kerja.
2. Tahajud Bangkit dari Kubur.
Bangun pukul 04.30—yang awalnya "berat seperti mengangkat beban 100 kg"—kini justru memudahkan qiyamul lail. Seolah-olah kebijakan sekolah memaksa kita "bergaul akrab dengan kebaikan."
3. Mandi Sebelum Subuh: Sunnah yang Kembali Ditemukan.
Kebiasaan kecil yang sering terlewat, tiba-tiba menjadi rutinitas. Rasulullah ﷺ pasti tersenyum melihat guru-guru di Padang Panjang "tak sengaja" mengejar sunnah ini.
Ramadan sebagai Guru Terbaik
Kini, ketika Pemda mengeluarkan kebijakan serupa pasca-Ramadan, pertanyaannya bukan lagi "Bisa atau tidak?" melainkan "Siap atau sudah siap?"
Sebab, Ramadan telah melatih kita dengan sangat baik:
- Bangun pukul 03.00 untuk sahur? Check!
- Tidur lebih awal? Check!
- Disiplin waktu? Double check!
Maka, masuk kerja jam 07.00 bukan lagi kebiasaan baru, melainkan kelanjutan dari madrasah Ramadan. Seperti pelari maraton yang sudah pemanasan—tinggal menyesuaikan kecepatan.
Bukan Soal Pro-Kontra, Tapi Hikmah
Tulisan ini bukan pembelaan buta terhadap kebijakan. Melainkan pengingat: setiap perubahan bisa menjadi berkah jika kita memilih melihatnya dengan sudut yang terang.
Dan, siapa sangka? Kebijakan yang awalnya dianggap "memotong jam tidur" justru mengantarkan kita pada "memotong jarak dengan langit."
Selamat menikmati pagi yang lebih awal, dan semoga tahajudnya tetap konsisten—meski nanti gajian telat.
Padang Panjang, 09 April 2025
Kasbi Wo Kasbi
#TajukReflektif #PendidikanYangMenghidupkan #DariKelasKeMihrab