Pasbana - Pernah merasa rumah makin sesak padahal rasanya tidak pernah belanja banyak? Atau merasa sayang membuang barang lama, walau sudah bertahun-tahun tidak terpakai?
Jika iya, hati-hati, bisa jadi itu tanda-tanda awal hoarding.
Hoarding, atau perilaku menimbun barang secara berlebihan, ternyata bukan sekadar soal malas membereskan rumah.
Hoarding, atau perilaku menimbun barang secara berlebihan, ternyata bukan sekadar soal malas membereskan rumah.
Dalam dunia medis, perilaku ini dikenal sebagai hoarding disorder, sebuah gangguan mental serius yang membuat penderitanya mengalami kesulitan ekstrem untuk membuang atau berpisah dari barang, apapun nilainya.
Menurut American Psychiatric Association dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), hoarding disorder resmi diakui sebagai gangguan mental sejak 2013.
Penderitanya kerap mengalami tekanan emosional saat harus membuang barang, bahkan untuk benda yang sudah rusak atau jelas-jelas tidak berguna.
Nah, kabar baiknya, ada satu solusi sederhana yang bisa menjadi langkah awal mengatasi — atau bahkan mencegah — hoarding: decluttering.
Apa itu Decluttering?
Secara sederhana, decluttering berarti proses menyingkirkan barang-barang yang sudah tidak lagi dibutuhkan. Ini bukan sekadar bersih-bersih biasa, melainkan usaha sadar untuk memilih, memilah, dan akhirnya melepaskan barang-barang yang sudah kehilangan fungsi dalam hidup kita.Metode decluttering pun makin populer, apalagi setelah fenomena KonMari Method ala Marie Kondo mendunia. Konsep sederhananya: jika suatu barang tidak lagi "spark joy" alias membawa kebahagiaan, maka sudah saatnya kita berterima kasih padanya — dan melepasnya.
Tak hanya membuat rumah lebih rapi, berbagai studi menunjukkan bahwa decluttering juga berdampak positif terhadap kesehatan mental. Dilansir dari Psychology Today, lingkungan yang rapi dapat mengurangi tingkat stres, meningkatkan konsentrasi, bahkan memperbaiki kualitas tidur.
Mengapa Decluttering Penting untuk Cegah Hoarding?
Decluttering bukan hanya solusi untuk mereka yang sudah terjebak dalam perilaku menimbun, tapi juga langkah pencegahan yang efektif bagi siapa saja.Dengan rutin melakukan decluttering, kita diajak untuk lebih bijak dalam berhubungan dengan barang.
Kita belajar:
- Membedakan kebutuhan dan keinginan
- Menghargai ruang kosong sebagai bagian penting dari ketenangan hidup
- Membangun kebiasaan konsumsi sadar sehingga tidak asal membeli
- Membedakan kebutuhan dan keinginan
- Menghargai ruang kosong sebagai bagian penting dari ketenangan hidup
- Membangun kebiasaan konsumsi sadar sehingga tidak asal membeli
Penelitian dari International OCD Foundation menyebutkan, melatih keterampilan memilah barang sedini mungkin dapat menurunkan risiko berkembangnya hoarding disorder di kemudian hari, terutama pada anak-anak dan remaja.
Bagaimana Memulai Decluttering?
Tak perlu panik membayangkan harus membongkar seluruh isi rumah. Mulailah dari langkah-langkah kecil berikut:- Tentukan Zona Kecil: Pilih satu laci, satu rak, atau satu sudut ruangan.
- Gunakan Aturan 6 Bulan: Bila barang tidak digunakan dalam enam bulan terakhir (dan tidak ada rencana realistis menggunakannya dalam enam bulan ke depan), pertimbangkan untuk melepasnya.
- Pisahkan dalam Tiga Kategori: Simpan, Donasi, atau Buang.
- Jangan Nostalgia Berlebihan: Tanyakan pada diri sendiri, "Apakah barang ini memberi nilai nyata dalam hidup saya sekarang?"
- Lakukan Secara Konsisten: Jadwalkan waktu decluttering rutin, misalnya sebulan sekali.
Decluttering, Bukan Menghapus Kenangan
Perlu diingat, decluttering bukan berarti kita harus menjadi 'manusia minimalis' ekstrem atau kehilangan semua kenangan. Ini soal menemukan keseimbangan: memilah apa yang benar-benar berharga, dan merelakan yang lainnya.“Barang-barang seharusnya melayani kita, bukan kita yang menjadi budak barang-barang,” begitu kata Marie Kondo.
Pada akhirnya, rumah yang rapi bukan hanya soal estetika, tapi juga kesehatan jiwa. Dan memulai decluttering, sekecil apapun, bisa menjadi langkah sederhana menuju hidup yang lebih ringan dan bahagia. (*)