Notification

×

Iklan

Iklan

Turnaround Saham: Harapan atau Ilusi? Belajar dari MDRN, BATA, dan BIRD

19 April 2025 | 08:08 WIB Last Updated 2025-04-20T01:20:44Z


Pasbana - Dalam dunia investasi, kata turnaround sering terdengar menggoda. Siapa yang tidak ingin membeli saham yang “murah”, lalu menyaksikannya bangkit dan menggandakan nilai hanya dalam beberapa tahun? 

Namun, seperti kata Warren Buffett yang masih terngiang di kalangan investor dunia: “Turnarounds seldom turn.” Tidak semua cerita berakhir manis.

Bahkan, sebagian besar berakhir sebagai pelajaran mahal.
Mari kita ulas untuk memahami mengapa tidak semua turnaround itu berhasil, bagaimana mengenali tanda-tanda kebangkitan yang nyata, dan kapan sebaiknya menjauh dari saham yang hanya terlihat murah tapi ternyata sedang menuju kehancuran. 

Kita akan belajar dari kisah nyata—tentang harapan, strategi, dan kenyataan pahit dari pasar.

Masa Jaya Itu Tidak Kekal

Setiap perusahaan punya siklus hidup. Dari masa pertumbuhan cepat (growth), mencapai kematangan (maturity), lalu mulai menurun (decline). 

Beberapa perusahaan memilih menikmati masa tua dengan tenang, membagikan dividen rutin tanpa ambisi ekspansi. Tapi seperti kata pepatah, “diam terlalu lama bisa membuat karat.”

Perusahaan yang ingin bertahan hidup harus melakukan sesuatu—dan di sinilah konsep turnaround muncul. Sayangnya, tidak semua berhasil. Mari kita telaah beberapa kisah penting dari pasar saham Indonesia.

1. $MDRN dan 7-Eleven: Harapan yang Menyusut

PT Modern Internasional Tbk ($MDRN) pernah jadi bintang. Saat mengusung bisnis 7-Eleven ke Indonesia, gerainya ramai, gaya hidup anak muda urban sangat mendukung. 

Namun, biaya operasional dan sewa lokasi strategis melambung. Tanpa efisiensi dan daya tahan modal yang cukup, potensi berubah jadi beban.

Hasil akhir?
Pada 2017, seluruh gerai 7-Eleven tutup. Saham MDRN yang sempat naik karena euforia ekspansi akhirnya melorot tajam. Turnaround gagal total.

2. $BATA dan Gempuran Era Digital

Siapa tak kenal BATA? Masuk ke Indonesia sejak 1931, perusahaan ini menjadi simbol sepatu berkualitas. Tapi pandemi mengubah semuanya. Konsumen pindah ke belanja online, gaya hidup berubah, dan toko fisik mulai kehilangan relevansi.

Data berbicara:
BATA membukukan kerugian berturut-turut sejak 2020. Pada 2024, pabrik di Purwakarta resmi ditutup karena permintaan yang terus turun.

Upaya?
BATA meluncurkan lini produk baru, tapi belum terlihat dampaknya secara signifikan di laporan keuangan.

Pertanyaannya:
Apakah ini awal dari turnaround, atau sekadar penyesuaian agar tak tenggelam lebih dalam?

3. $BIRD: Bertahan di Jalan yang Berliku

Blue Bird ($BIRD) adalah contoh langka dari perusahaan yang fight back. Ketika taksi online masuk dan menggerus pasar mereka, BIRD terpukul—laba bersih anjlok dari Rp824 miliar (2015) menjadi Rp507 miliar (2016).

Puncaknya saat pandemi: rugi.
Namun, BIRD tidak diam. Mereka:
Membangun aplikasi sendiri
Menyulap armada menjadi lebih digital-friendly
Mengakuisisi Cititrans
Masuk ke bisnis shuttle dan antar kota

Hasilnya?
Pada 2023-2024, BIRD kembali mencetak laba. Diversifikasi bisnis terbukti menyelamatkan mereka.

Tapi tantangan baru datang:
Perusahaan taksi listrik asal Vietnam, Xanh SM, masuk dengan armada full EV (electric vehicle). Akankah BIRD kembali goyah? Atau kini sudah cukup kuat menghadapi badai?

Mengapa Banyak Turnaround Gagal?

Tidak semua strategi bisa mengubah nasib. Berikut alasan umum kegagalan turnaround:

Telat sadar: Semakin terlambat, semakin drastis tindakan yang harus diambil.

Salah strategi: Merambah bisnis baru tanpa kompetensi inti biasanya berakhir buruk.

Eksekusi lemah: Ide bagus tanpa implementasi kuat = gagal.

Tidak peka terhadap pasar: Perubahan perilaku konsumen seringkali diabaikan.

Hanya menggantungkan nasib pada “angin baik” eksternal.

Tips Praktis untuk Investor: Bagaimana Menyikapi Saham Turnaround?

Pahami cerita bisnisnya: Jangan hanya beli karena harga saham “murah”.

Lihat laporan keuangan terbaru: Apakah pendapatan mulai pulih? Beban mulai turun?

Cek manajemen: Apakah mereka bergerak aktif dan strategis?

Amati sektor industrinya: Apakah masih prospektif atau sudah usang?

Pantau volume dan tren harga: Apakah mulai ada minat pasar?

Kuncinya: jangan terlalu cepat percaya cerita, tunggu sampai angka-angka mendukung narasi.

Harapan Itu Ada, Tapi Realisme Tetap Prioritas

Mengejar saham turnaround bisa menguntungkan, tapi risikonya tinggi. Seperti menunggu burung Phoenix bangkit dari abu—kadang butuh waktu, kadang tak pernah terjadi.

Namun, kisah sukses seperti BIRD menunjukkan bahwa dengan strategi tepat, bisnis bisa kembali hidup. Tapi untuk setiap satu BIRD, ada sepuluh MDRN.

Ingat kata Buffett: “Turnarounds seldom turn."

Jadi, tetap kritis, rasional, dan jangan mudah tergoda harga murah. Karena murah bukan berarti murah hati—bisa jadi justru mahal akibat kerugian. (*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update